TERDIAM DALAM TAKDIR (PART23)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART23
…Ceritadewasa…
.
..
…
….
Aku benar-benar syok luar biasa,
sebelum mas Johan melihatku, cepat
aku berdiri-meraih Sila dan
menggendongnya keluar.
Karena terburu-buru aku
menbrak seorang pelayan, hingga
hidangan di nampan yang ia bawa
jatuh di lantai menimbulkan suara
yang cukup gaduh sehingga semua
pelanggan yang berada di restoran ini
menatap ke arahku.
.
.
.
Mbak, kalau jalan hati-hati,
dong! protes pelayan pria tersebut.
Lantas aku meminta maaf dengan
suara pelan sambil membungkukkan
badan berkali-kali masih dengan
menggendong Sila.
Lilis! suara mas Johan
terdengar memanggil, seiring derap
langkah kakinya yang bergerak
mendekat ke arahku.
Lilis, sedang apa kau di sini?
tanyanya, saat sudah berada di
hadapanku.
.
.
.
Aku terdiam cukup lama entah
jawaban apa yang akan kusampaikan.
Namun, belum sempat mulut ini
menjawab suara mama lebih dulu
terdengar lantang mengatakan jika
aku di sini bersamanya.
Melihat siapa yang datang Mas
Johan sedikit membungkukkan
tbuhnya seraya memberi hormat
pada wanita yang menanam saham
cukup besar di perusahaannya itu.
Bu Sandra? ucapnya sambil
menatap kami bergantian.
Dia Vira, putriku. Mama
mengatakannya tanpa menghiraukan
protes dariku.
Terlihat begitu jelas keterkejutan
di wajah mas Johan. A-anda, serius?
Apa kau pernah lihat saya
bercanda? jawab mama
menunjukkan ketegasan dari
kata-katanya.
Maaf, Bu Sandra, saya baru tahu,
jika adik ipar saya ini adalah putri
Anda. Mas Johan menatapku dan
bergantian. Dari nada suaranya aku
bisa menebak sepertinya ia masih
belum percaya.
.
.
.
Selama ini mas Johan hanya tahu
aku adalah anak dari seorang buruh
tani yang bekerja pada keluarga
istrinya, mbak Sari.
Kemudian seorang wanita yang
bersamanya tadi menghampiri kami
dan bergelayut manja pada lengan
mas Johan. Namun, dengan cepat
suami dari mbak Sari itu melepas
kasar tangan wanita tersebut.
Sayang, kenapa? protes si
perempuan yang sepertinya seumuran
denganku.
Papa Johan? ujar Sila, seketika
membuat wajah wanita di sebelah
mas Johan itu berubah kaget.
Matanya menatap padaku dan kakak
iparku itu bergantian.
Oh, jadi kamu, selingkuhan mas
Johan, juga! tuduhnya, lantas tanpa
Tedeng aling-aling perempuan itu
hendak melayangkan tangannya ke
wajahku. Namun, dengan cepat mas
Johan menahannya.
.
.
.
Lepas, Mas! Akan aku beri
pelajaran wanita yang mengaku-ngaku
istrimu ini! teriaknya sambil terus
berusaha melepaskan cekalan tangan
mas Johan. Padahal Sila
memanggilnya papa karena mengikuti
memanggilnya papa karena mengikuti
Dela.
Karena tak mau diam akhirnya
suami dari mbak Sari itu
membawanya pergi dari hadapan
kami.
Bisa kutebak dari perkataan
perempuan tadi, kalau ia adalah
simpanannya mas Johan. Aku tak
menyangka lelaki itu bisa bermain
serong di belakang mbak Sari.
Padahal selama ini aku
perhatikan hubungan keduanya
terlihat baik-baik saja. Apa mungkin
karena sikap mbak Sari yang selalu
mengatur. Hingga membuat suaminya
itu mencari kesenangan di luar.
Mengenai penampilan tentu saja
mbak Sari kalah dari si perempuan
tadi yang jelas terlihat lebih cantik dan
terawat.
.
.
.
Umi? panggil Sila, membuatku
sedikit kaget saat putriku itu menarik
pinggiran gamisku. Sila sudah turun
dari gendonganku.
E-iya, Nak? Ada apa? tanyaku.
Itu, kita ke nenek? ajaknya
menunjuk mama yang tengah
berbicara dengan seorang pria
berpenampilan rapi lengkap dengan
jas hitam yang melekat di tubuh pria
itu. Dapat dipastikan lelaki itu adalah
manajer restoran ini. Terlihat mama
memberikan sejumlah uang, sudah
pasti uang untuk ganti rugi keributan
yang sudah kubuat.
Usai menyelesaikan ganti rugi
dengan manajer restoran ini, mama
kembali mengajakku duduk di meja
yang sudah kupilih tadi. Lantas mama
memesan hidangan kesukaanku
seafood, sementara ia dan Sila
memesan ayam goreng. Sungguh
sangat nikmat makanan ini, mungkin
karena aku sudah lama tak
memakannya sekian tahun.
.
.
.
Semenjak memutuskan menikah
dengan mas Arman dan meninggalkan
semua yang kupunya, kehidupanku
mulai berubah makan seadanya dan
pakaian pun seadanya, tapi walaupun
begitu aku bahagia karena memiliki
suami yang begitu baik dan saleh,
mengajarkanku banyak hal salah
satunya tentang cara bersyukur dan
menghamba kepada sang Khaliq.
Mengingat itu semua, aku baru
ingat jika kepergianku ini tanpa
sepengetahuan mas Arman pasti ia
sangat cemas, tapi harus bagaimana
lagi, jika aku pulang sudah pasti akan
kembali ke rumah mertuaku dan
bertemu mbak Sari, ia pasti akan
menertawaiku karena menjilat ludah
sendiri.
.
.
Kamu kenapa bengong aja dari
tadi? tanya mama, sembari menyuapi
Sila dengan tangannya sendiri. Terlihat
Sila begitu lahap menikmati ayam
goreng yang jarang sekali ia makan.
Kemudian aku menceritakan
semua tentang apa yang kualami dari
mulai pernikahan Danu, kebakaran,
dan pertengkaranku dengan mbak
Sari, yang hanya di tanggapi santai
olehnya.
Kembalilah, kasihan suamimu,
pasti cemas. Kali ini mama tidak
menghakimi diriku mengenai pilihan
hidup yang sudah aku pilih sendiri.
Mungkin beliau juga sudah lelah jika
harus terus bersitegang denganku.
Aku tahu, tapi aku malas jika
harus tinggal seatap dengan mbak
Sari. Aku mendesah kasar. Kembali
membayangkan bagaimana mbak Sari
mengejek diriku, kalau aku tinggal
seatap dengannya.
.
.
.
Tinggallah bersama suamimu di
mana pun ia berada dan terimalah
keadaannya sebagai seorang istri
yang baik, karena itu pilihanmu dari
awal, nasehat mama dengan nada
sedikit mengejek.
Kuhela napas kasar, baru saja aku
memujinya, dan sekarang mama
kembali mengejek.
Ada benarnya juga sih, apa yang
di katakan mama memang benar
seorang istri seharusnya selalu berada
di samping suaminya dalam keadaan
adapun.
.
Oma, Sila udah kenyang, ucap
putriku di sela-sela obrolan kami.
Lantas mama pun menghentikan
suapannya pada Sila dan memberinya
air putih di hadapannya.
Wanita yang masih mengenakan
pakaian kerjanya itu terlihat senang
melayani putriku. Melihat bagaimana
mama memperlakukan cucu yaitu, aku
menyadari semenjak kepergianku
pasti ia sangat kesepian, seharusnya
waktu itu aku menepati janji kembali
padanya setelah kedua orang tuaku
meninggal.
Namun, rasa cintaku pada mas
Arman membuatku mengingkari janji
itu dan meninggalkan wanita yang
sejak kecil mengurusku dengan baik.
Anak macam apa aku ini!
Selepas makan malam bersama,
awalnya aku akan pulang malam itu
juga. Namun, mendengar Sila yang
terus merengek ingin menginap,
karena sebelumnya sempat di janjikan
mama non ton film kartun kesukaan
itu dikamar omanya jika ia menginap.
Lantas dengan terpaksa aku pun
mengabulkan keinginannya. Lagi pula
aku pun belum memikirkan jawaban
apa yang akan kuberikan pada mas
Arman jika ia menanyaiku banyak hal.
.
.
.
Keesokan harinya
Setelah berhasil menekan egoku
karena gengsi kembali ke rumah yang
paling mewah di kampung ini,
sekarang aku berdiri tepat berada di
hadapan pria yang membuatku jatuh
hati itu-sedari tadi mulutnya terkatup
rapat-sorot matanya tajam menatap
ke arahku-tangannya bersedekap di
depan dada. Sementara putriku sudah
berlari masuk ke dalam rumah untuk
bermain boneka bersama Della.
Maaf, lirihku.
Ucapan maafku tak ia hiraukan,
suamiku berbalik dan masuk ke dalam
rumah meninggalkanku yang masih
diam terpaku. Sepertinya kesalahanku
sudah terlalu fatal, haruskah aku jujur
dengan semuanya, tapi apa ia akan
memaafkanku setelah tahu begitu
banyak hal yang sudah aku tutup
darinya.
.
.
.
Aku menghembuskan napas
dengan kasar, kepalaku mendadak
jadi pening memikirkan hal ini.
Kemudian aku melangkah masuk ke
dalam menyusulnya.
Di sana terlihat ia yang tengah
berdiri di jendela kamar yang dulu
pernah ia tempati sebelum menikah
denganku. Kamar bercat biru itu
terlihat begitu maskulin dengan
beberapa gambar mobil dan motor
balap.
Katakan, apa yang harus
kulakukan agar kau
kaumemaafkanku? tanyaku berdiri di
belakangnya.
la berbalik dan menatapku lekat
seolah mencari sesuatu dari mataku.
Katakan, siapa kau
sebenarnya?!
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts