TERDIAM DALAM TAKDIR (PART22)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART22
…Ceritadewasa…
.
..
…
….
suara ibu terdengar lirih memanggilku
kembali. Aku berhenti, tapi tak berani
menoleh, karena sudah pasti tak akan
tega melihat wanita yang sudah
kuanggap orang tuaku sendiri.
Kuhela napas menetralkan
perasaanku. Lantas kembali
melangkah sembari menggendong
Sila.
.
.
.
Umi, kenapa nenek nangis?
tanya putriku. Ketika kami telah
berada di dalam taksi Online yang
kupesan dengan nomor baru yang
baru saja kubeli dari konter barusan,
karena nomor yang lama sudah
dilenyapkan oleh mas Arman.
Sila tadi nakal enggak? tanyaku
mengalihkannya.
Enggak, Sila enggak nakal,
jawabnya sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya
sehingga rambutnya yang di ikat
kiri-kanan ikut bergerak.
Mungkin nenek sedih karena
ditinggal mbak Salma,’ jawabku.
Ante Salma nakal ya, Mi?
tanyanya kembali, membuatku
gelagapan harus jawab apa. Putriku
memang terbilang kritis sepertiku
dulu.
Kata mama, waktu kecil aku
selalu banyak bertanya ini dan itu. Dan
tak pernah puas jika hanya dijawab
sekali.
.
.
.
Sila, Tante Salma bukan nakal,
tapi dia harus pindah ke rumah
barunya bersama om Danu. Aku
mengelus kepalanya lembut.
Om Danu punya mobil, ya Mi?
kembali Sila berceloteh. Aku tak
menanggapi lagi, lantas menyuruhnya
untuk tidur di pangkuanku.
Taksi yang membawa kami
berhenti di rumah yang penuh dengan
kenangan masa kecilku ini, melangkah
keluar mobil dan menyodorkan satu
lembar uang warna merah yang
tersisa di dompet. Ini semua gara-gara
mbak Sari untuk hari ini terpaksa
menghabiskannya sekaligus, padahal
uang sebanyak itu bisa untuk belanja
tiga sampai empat harian plus jajan
Sila.
.
.
.
Mang, Mang Surya! panggilku
pada satpam penjaga rumah mama
yang tengah tidur di pos.
Eh, si Neng! Serunya, buru-buru
ia menghampiriku yang masih berdiri
di depan gerbang sembari
menggendong Sila yang sedari tadi
tak mau tidur.
Setelah dibukakan pintu gerbang.
lantas aku melangkah menuju rumah.
Eh, Non Vira? sapa salah satu
pelayan dirumah ini yang
membukakan pintu untukku. Aku
hanya tersenyum membalas
sapaannya.
Mau minum apa, Non? ucapnya
menawarkan. Lantas ia menawari
putriku yang mulai tak mau diam
dengan melompat-lompat diatas sofa.
Sila, hati-hati, Nak! tegurku
mengingatkan yang tak di hiraukan
olehnya, tapi kalau Abinya yang
menegur sudah pasti ia akan segera
diam dalam sekali ucap. Dasar anak
Abi!
.
.
.
Sore menjelang, aku mulai
membuka mata menatap ke sebelah
kanan dimana Sila masih terlelap. Usai
melaksanakan salat dzuhur bersama
bidadari kecilku, lantas mengajaknya
tidur siang di kamarku yang sudah
enam tahun kutinggalkan dan
keadaannya masih tetap sama tak ada
yang berubah, sepertinya mamah
memang sengaja tidak ingin
mengubahnya.
Suara ketukan pintu
membuyarkah lamunanku. Terdengar
suara pelayan rumah ini, Lalu aku
bergerak membuka benda persegi
panjang itu.
Ada apa? tanyaku, di balik pintu
yang hanya kubuka setengahnya.
Nyonya Sandra tadi telepon,
sewaktu Nona Vira tidur. la berpesan
anda di suruh menunggunya di
Restoran biasa, pukul lima sore nanti,
terangnya, yang kujawab dengan
anggukan kepala, lantas dia pergi
berpamitan.
.
.
.
Gegas aku membersihkan diri dan
membangunkan Sila. Mataku terpana
saat membuka almari di sana telah
tersusun rapi pakaian anak kecil tepat
di samping pakaian lamaku,
sepertinya mama sengaja menyiapkan
ini semua untuk cucunya.
Tiba di Restoran aku memilih
meja yang dekat dengan jendela agar
mama mudah untuk menemukanku.
Aku sengaja datang lebih awal, agar
wanita yang ternyata bukan ibu
kandungku itu tak harus menunggu
lama.
Mataku podcast hiburan menatap keadaan
sekeliling tempat ini, tak ada yang
berubah masih sama seperti dulu,
lantas kuhela napas pelan seketika
aku merindukan papa, dulu ia sering
kali mengajak kami ke sini saat
weekend. Papa adalah sosok pria
yang romantis dan penuh kasih
sayang, wajar saja setelah
kepergiannya mama tak berniat
menikah lagi.
.
.
.
Hati-hati, dong, kalau jalan!
tegur seorang pria mengenakan jas
warna abu-abu-posisinya
membelakangiku, tapi sepertinya tidak
asing.
Tak lama seorang wanita dengan
penampilan seksi menghampirinya.
lantas wanita itu menggerakkan
tangannya mengusir pelayan yang
masih berdiri mematung dengan
kepala menunduk. Digandengnya
lengan pria itu sambil bergelayut
manja-mengajaknya duduk di meja
yang cukup jauh dari posisiku berada,
saat berbalik mataku membelalak
menatap pria itu.
Related: Explore more posts