Tetangga idaman (PART31)
Isi Postingan:
Tetangga idaman PART31
… Ceritadewasa …
.
.
.
USAHA TERUS MENERUS
Aku berpamitan pada suami untuk tdur lebih dulu, karena memang sudah sangat mengantuk. Kelopak mataku seperti tidak bisa diajak
kompromi, sepet banget. Kubiarkan Mas Nata, Angga, Arif, dan rekan kerja Mas Nata menikmati pesta malam ini. Pesta kecil-kecilan
merayakan kenaikan jabatan suamiku menjadi seorang sekretaris di sebuah perusahaan yang selama ini menjadi tempatnya bekerja.
.
.
Aku terbangun ketika belaian halus mendarat pada kulitku. Namun,
aku tak bisa melihat apapun, lampu di
ruangan ini mati, sama sekali tidak ada pencahayaan kecuali semburat sinar rembulan yang mengintip lewat pori-pori kain kelambu pada jendela. Terasa sedikit aneh memang, tapi
bukan masalah besar. Mungkin karena sedang ada beberapa tamu yang menginap di rumah kami, jadi suamiku sengaja menekan tombol off pada saklar lampu kamar. Agar aktivitas kami
tidak diketahui orang lain. Aku tak bisa melihat wajahnya, tapi sentuhannya malam ini sangat luar biasa, dan itu membuatku bahagia. Aku merasakan kembali, semangat Mas Nata yang
dulu. Dalam keadaan gelap, seperti biasa, aku melakukan beberapa ritual, agar benih yang Mas Nata taburkan padaku segera membuahkan hasil.
.
.
Aku berbaring telentang dengan posisi kepala di bawah dan kedua kaki kuangkat ke atas, menempel dinding, agar ciran bbit bayi memiliki kesempatan yang lebih baik untuk
mencapai sel telur. Tidak lupa, kutaruh
ganjalan bantal pada pnggul agar cairan cinta itu dapat terus masuk ke rhim.
Mungkin karena saking lelahnya, aku sampai ketduran lagi dengan posisi seperti ini. Lamat-lamat aku mendengar Mas Nata pamit keluar kamar sebentar, Yang, saya keluar
sebentar ya, menengok teman-teman, ada yang mereka butuhkan atau tidak.
.
.
Aku hanya membalas dengan deheman. Entah berapa lama Mas Nata berada di luar, biar dia urus sendiri keperluan teman kantornya.
Aku sudah tidak punya tenaga untuk membantunya. Mungkinkah sebelum melakukannya tadi, Mas Nata minum jamu kuat? Tenaganya kembali menjadi prima hingga membuatku kewalahan melayani. Whatever, aku
bahagia malam ini. Sudah, kakinya diturunin. Jangan lama-lama diangkatnya, nanti capek,
ujar Mas Nata setelah beberapa menit waktu berlalu,
.
.
dan aku belum menunjukkan tanda-tanda mengakhiri aktivitasku satu itu. Rupanya aku tadi ketduran dalam posisi kaki yang masih terangkat menempel tembok. Aku pun menurut. Kutarik kaki dari dinding lalu kuselonjorkan, sejajar dengan kaki berblu lebat di
sampingku.
Lampu kamar sudah kembali menyala. Mas Nata merengkhku dalam pelkannya hingga aku kembali terlelap.
.
.
Pagi hari setelah mndi keramas, aku keluar kamar. Sepi, pintu-pintu kamar masih tertutup rapat. Sepertinya belum ada yang bangun.
Aku pun bertolak ke ruang makan, membereskan meja yang berantakan
seperti kapal pecah. Di sela-sela membersihkan meja, aku mendengar langkah kaki yang
mendekat. Aku menoleh, oh rupanya Arif. Bocil yang seumuran dengan Angga. Hubungan kami bisa dikatakan dekat. Aku yang sudah
menganggapnya seperti adik sendiri, tidak jarang berbagi cerita padanya.
.
.
Dia adalah pemuda baik yang bisa dipercaya. Apapun yang kuceritakan padanya, tidak pernah bocor ke mana-mana.
.
.
Sudah bangun, Rif? tanyaku berbasa-basi.
Ah, i-iya Mbak. Aku mau pulang, jawab Arif. Kalimatnya terdengar canggung.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
LANJUT PART 32
Related: Explore more posts