Tetangga menggoda (part6)
Isi Postingan:
Tetangga menggoda part6
… ceritadewasa ..
.
.
.
Liat apa? Kagak ada apa-apa. Emak memutar
tbuh dan melanjutkan kalimatnya, Buruan
mndi! Memerintah dengan mata mendelik
sambil berjalan ke arah pintu kamar. Aku tahu,
pelototannya itu hanyalah kelakar belaka.
Kulirik halaman rumah tetangga baru itu. Oh, jadi
Mbak Rifani sudah gak ada di sana? Syukurlah.
Udah mandi, udah wangi, udah ganteng, aku
bersiul-siul sambil menyiris rambutku di depan
kaca lemari. Hari ini adalah hari pertama aku
masuk kerja. Harus full senyum, harus semangat.
Iya, setelah lelah mencari pekerjaan ke sana sini,
aku akhirnya mengikuti tawaran Bambang-
teman sekolahku-beberapa hari yang lalu. Tak
apa lah jadi tukang ojek online, yang penting halal
ye ‘kan?
Bambang membantuku daftar driver gojek
sebagai mitra pengemudi motor. Dia juga bekerja
di sana, jadi aku tinggal mengikuti jejaknya.
Tuhan itu maha baik, selalu membuka jalan untuk
hambanya yang mau berusaha. Buktinya, jalanku
untuk mengais rezeki aja dipermudah seperti ini.
Rif, Emak mau nyuci piring bentar. Lu jaga
warung dulu, bisa kan?
lya, Mak. Aku juga agak siangan aja nariknya.
Sambil menyiapkan mental dulu. Haha.
Aku duduk pada kursi kayu yang ada di dalam
warung sambil memainkan gawai.
Loh, Bulek Siti, mana Rif? Suara Mbak Rifani
mengalihkan perhatianku. Wanita itu sudah
berada di teras warung kelontong.
Hitu, lagi nyuci piring jawabku sedikit grogi,
ingat apa yang sempat terpikirkan di otakku tadi.
Kali ini, Mbak Rifani memakai pakaian yang lebih
tertutup. Namun, aku masih belum berani
mamandangnya lama-lama, takut nganu lagi.
Oh, hmmm. la pun terlihat ragu untuk
menyampaikan apa yang ada di benaknya.
Gak mau terjebak dalam kekikukan, aku pun
berusaha berbicara dengan nada yang biasa saja,
Emang, mau nyari apa, Mbak?
Itu, anuu … eee
Di sini gak jualan anu loh, Mbak. Hehe, candaku.
Hehe… bisa aja, kamu. Itu mau beli roti tawar.
Aku pun mengambilkan barang yang dimaksud
Mbak Rifani dan mengulurkan roti berbentuk
lembaran kotak-kotak tersebut padanya.
Eh, bukan itu maksudku. Itu yang itu loh. Mbak
Rifani menudingkan jarinya, mengarah ke kaca
etalase bagian bawah.
Eh, ada Neng Rifani. Emak tersenyum lebar
menyambut Mbak Rifani, sementara matanya
mendelik ketika menolehku, Sudah minggir sana.
Biar emak aja yang mengambilkannya.
Ok deh. Aku menggaruk kepala yang enggak
gatal dan menyeret langkah ke belakang.
Namun, karena penasaran, aku mengintip lewat
ruang tengah yang terhubung dengan warung.
Apa yang diambil Emak, membuatku molongo.
Related: Explore more posts