Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART30)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART30)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART30

..

..

..

Di ruang tunggu bandara,

Kinan duduk di antara Bu Yati

dan Dimas. Suasana terasa

hening, hanya suara

pengumuman keberangkatan

pesawat yang terdengar samar.

Kinan memandang tiket di

tangannya, lalu menghela napas

panjang. la meraih tangan

ibunya, menggenggamnya erat.

Maafin Kinan ya, Bu…

Dimas… Gara-gara aku, kalian

harus hidup pindah-pindah

seperti ini, ucap Kinan dengan

suara bergetar. Matanya mnulai

berkaca-kaca, penuh rasa

bersalah.

Bu Yati tersenyum lembut,

lalu memluk Kinan erat. Ia

mengusap punggung putrinya

dengan penuh kasih sayang.

Nggak apa-apa, Nduk. Yang

penting kita bisa terus bersama.

Dimana pun kita tinggal, asal

kita tetap sama-sama, Ibu yakin

semuanya akan baik-baik saja.

Dimas, yang duduk di

samping mereka, ikut menyahut

dengan semangat. Iya, Mbak!

Dimas juga senang, kok.

..

Akhirnya kita bisa hidup

bersama lagi seperti dulu. Aku

nggak sabar, rumah baru kita

nanti kayak gimana ya?.

Mendengar kata-kata Dimas,

Kinan merasa hatinya sedikit

lebih ringan. Ia memeluk

adiknya dengan penuh rasa

syukur. Terima kasih, Dim.

Kakak juga seneng kok, kita bisa

tinggal bareng lagi, ujarnya

sambil tersenyum tipis,

meskipun air mata masih

menggenang di sudut matanya.

Bu Yati menatap kedua

anaknya dengan rasa haru.

Dalam hatinya, ia tahu

perjalanan ini tidak akan

mudah, tetapi ia merasa yakin

selama mereka bertiga bersama,

mereka akan mampu

menghadapi segala tantangan

yang ada. Mereka bertiga

berpelukan, mencoba saling

menguatkan, sementara

pengumuman keberangkatan

pesawat mereka mulai

terdengar dari pengeras suara.

Waktunya untuk pergi,

memulai hidup baru yang entah

seperti apa.

Setelah pesawat mendarat,

sesuai ucapan Siska, sudah ada

seseorang yang menjemput

mereka. Mereka segera

mengikuti sopir itu dan bersiap

menuju tempat tinggal baru

mereka. Setelah perjalanan

panjang, mobil yang membawa

Kinan, Bu Yati, dan Dimas

akhirnya berhenti di sebuah

perkampungan kecil di daerah

pegunungan di Jawa Barat.

Udara dingin menyelimuti

mereka, dan pemandangan alam

di sepanjang jalan sebelumnya

cukup memikat hati Kinan.

Namun, saat mobil berhenti di

depan sebuah rumah, perasaan

itu segera berganti dengan rasa

miris.

Rumah itu kecil, sederhana,

bahkan cenderung kumuh

dibandingkan rumah-rumah

lain di sekitarnya. Dindingnya

terlihat kusam, dengan cat yang

menggenang di sudut matanya.

Bu Yati menatap kedua

anaknya dengan rasa haru.

Dalam hatinya, ia tahu

perjalanan ini tidak akan

mudah, tetapi ia merasa yakin

selama mereka bertiga bersama,

mereka akan mampu

menghadapi segala tantangan

yang ada. Mereka bertiga

berpelukan, mencoba saling

menguatkan, sementara

pengumuman keberangkatan

pesawat mereka mulai

terdengar dari pengeras suara.

…

Waktunya untuk pergi,

Sopir itu tersenyum singkat,

kemudian berpamitan. Setelah

mobilnya pergi, Kinan berdiri

mematung di depan rumah itu,

memperhatikan setiap

detailnya. Bangunan ini jelas

sudah lama tidak dihuni. Ada

bekas lumut di beberapa bagian

tembok, dan jendela kayunya

terlihat lapuk. Hatinya teriris

mengingat Siska, yang

sebelumnya berjanji akan

membantunya, ternyata hanya

menyediakan tempat seperti ini.

Ayo, Nduk. Kita masuk,

ajak Bu Yati lembut, mencoba

menguatkan hati putrinya.

Kinan menoleh ke ibunya

dengan tatapan ragu. Kita

nggak apa-apa, Bu, tinggal di

sini? Rumahnya seperti ini…

Bu Yati tersenyum

menenangkan. Nggak apa-apa,

Nduk. Yang penting rumah ini

masih layak untuk ditempati.

Kita bisa membersihkan dan

merapikannya nanti. Yang

penting kita punya tempat

berteduh.

Dimas, yang berdiri di

samping Kinan, mencoba

memberi semangat. Iya, Mbak!

Rumah ini juga punya halaman

yang luas. Aku bisa main bola di

sini, seru kayaknya!

Mendengar itu, Kinan

menghela napas panjang dan

mencoba tersenyum kecil.

Baiklah, yang penting kalian

nyaman tnggal disini, kakak

setuju saja.

…

Kinan meraih kunci dari

atas pintu seperti yang

diberitahu sopir tadi, lalu

membuka pintu kayu yang

berderit itu. Bagian dalam

rumah tak jauh berbeda dengan

luarnya-debu tebal

menyelimuti semua sudut, dan

beberapa perabotan terlihat tua

dan reyot. Namun, Bu Yati

langsung bergerak mengambil

sapu yang berada disudut

ruangan untuk bersih-bersih.

Sudah, ayo kita mulai

bersih-bersih. Kalau sudah

bersih, ibu yakin rumah ini

nyaman kok buat ditempati,

ujar Bu Yati dengan suara

lembut yyang penuh keyakinan.

Kinan mengangguk. la tahu,

betapapun beratnya keadaan

ini, ia harus kuat. Demi ibunya,

adiknya, dan anak yang sedang

ia kandung. Sementara udara

dingin tetap menyelimuti,

Kinan mulai menyingsingkan

lengan bajunya, siap untuk

mulai bersih-bersih bersama Ibu

dan Adiknya.

 

 

Ditempat lain, Aryo baru

saja selesai bertemu dengan

klien penting di luar negeri.

Setelah seharian mematikan

ponselnya untuk fokus pada

pekerjaan, ia akhirnya

menyalakannya kembali saat

berada di mobil menuju hotel.

Namun, begitu layar ponselnya

menyala, notifikasi panggilan

tak terjawab dan pesan masuk

langsung membanjiri.

Ia melihat nama-nama yang

menghubunginya Joni, Pak

Danang, dan Mbok Sumi.

Hatinya tiba-tiba terasa berat,

firasat buruk mulai

menyelimuti pikirannya. Tanpa

membuang waktu, Aryo segera

menelepon Joni.

Joni, apa yang terjadi?

Kenapa kamu dan yang lain

berkali-kali meneleponku?

tanya Aryo, suaranya terdengar

tegang.

..

Di ujung telepon, Joni

menjawab dengan nada serius.

Pak Aryo, saya nggak tahu

gimana cara menyampaikannya,

tapi… Nona Kinan menghilang.

Dia tidak bisa dihubungi sampai

sekarang.

Aryo terdiam sejenak,

merasakan detak jantungnya

semakin cepat. Apa maksudmu

menghilang? Bukankah tadi

pagi Pak Danang mengantarnya

ke kampus?

Iya, Pak. Pak Danang

memang mengantarnya

kekampus tadi, tapi setelah itu

Nona Kinan tidak kembali. Saya

sudah mencoba menghubungi,

tapi ponselnya tidak aktif. Nona

juga tidak memberitahu apapun

soal kepergiannya, pada mbok

Sumi, jelas Joni.

Aryo merasa darahnya

mendidih, campuran antara

khawatir dan marah. Kalian

sudah memeriksa kedalam

kampus? Sudah tanya

teman-temannya?

Sudah, Pak. Tapi

teman-temannya juga bilang

mereka tidak tahu apa-apa.

Bahkan kata teman-temannya

Nona Kinan hari ini tidak

datang ke kampus, jawab Joni

dengan suara penuh penyesalan.

Aryo mengepalkan tangan,

menekan rasa frustrasinya.

…

Kalau begitu, cari dia sekarang

juga. Periksa CCTV, tanya

semua orang yang mungkin

tahu! Aku ingin tahu

keberadaan Kinan secepatnya!

Baik, Pak. Saya akan terus

mencari, sahut Joni sebelum

telepon terputus.

Aryo duduk diam di dalam

mobil, mencoba mencerna

semua informasi yang baru saja

didengarnya. Firasat buruk itu

kini berubah menjadi

kepanikan. Ia mnerasa ada

sesuatu yang tidak beres,

sesuatu yang jauh lebih besar

dari apa yang terlihat. Dalam

hatinya, ia bertekad akan

menemnukan Kinan, apa pun

yang terjadi.

 

Aryo berjalan

mondar-mandir di dalam kamar

hotelnya, rasa khawatir dan

frustrasi bercampur adukdi

benaknya. Setelah berkali-kali

mencoba menghubungi Kinan,

hasilnya tetap sama-nomor

Kinan tidak aktif. Ia

menghempaskan tubuhnya ke

sofa, menggenggam ponsel

dengan erat.

Sialan, kemana perginya

Kinan? Jangan-jangan dia

mencoba kabur lagi…

gumamnya penuh emosi. Dalam

hatinya, ia tak bisa menerima

kemungkinan bahwa Kinan

sengaja menghilang tanpa

memberinya penjelasan.

Aryo mengusap wajahnya

dengan kasar, mencoba

menenangkan diri. Namun,

pikirannya terus dipenuhi

dengan berbagai pertanyaan

Apa yang membuat Kinan pergi?

Apakah dia benar-benar kabur?

Atau ada yang

memengaruhinya?

…

Sementara itu, di rumah

barunya, Kinan bersama Bu Yati

dan Dimas akhirnya

menyelesaikan pekerjaan

mereka. Rumah yang tadinya

tampak kumuh dan tidak layak

huni kini terlihat lebih bersih

dan nyaman. Meski sederhana,

suasana di dalam rumah mulai

terasa hangat.

Ah… akhirnya selesai juga,

ucap Kinan sambil merebahkan

tubuhnya di kursi ruang tamu.

Napasnya terdengar lega,

meskipun kelelahan masih

terasa di tubuhnya.

Bu Yati, yang duduk tak

jauh darinya, memandang

putrinya dengan khawatir.

Istirahat dulu, Nduk. Kamu kan

baru hamil muda, jangan

sampai kecapean. Kesehatan

kamu sama bayi ini harus dijaga

, ujarnya lembut, sambil

menatap Kinan penuh kasih.

Kinan tersenyum tipis dan

mengangguk. Iya, Bu. Kinan

cuma pingin istirahat sebentar,

balasnya. Ia lalu merebahkan

tubuhnya di sofa panjang.

Pinggangnya terasa pegal

setelah seharian membersihkan

rumah, dan sofa itu memberi

sedikit kenyamanan.

Dimas yang baru saja selesai

membantu merapikan halaman

depan masuk ke ruang tamu

dengan wajah ceria. Mbak, Ibu,

Lihat saja, Kinan. Kalau sampai

aku berhasil menemukanmu,

aku pastikan kamu akan

mendapatkan hukuman yang

tidak akan pernah kamu

lupakan.

…

Tanpa berpikir panjang lagi,

Aryo mengambil keputusan. la

memesan tiket penerbangan

pulang ke Indonesia untuk hari

ini juga, meskipun itu berarti

meninggalkan pekerjaannya di

luar negeri yang belum selesai.

Dalam hatinya, pekerjaan tidak

lebih penting daripada Kinan.

Saat berada didalam

pesawat, pikiran Aryo dipenuhi

oleh rasa frustrasi dan marah.

Baginya, Kinan tidak hanya

mengkhianati kepercayaannya,

tetapi juga membuatnya terlihat

lemah. la tidak akan

membiarkan Kinan begitu saja,

apalagi dia sudah terikat

kontrak dengannya.

Aryo mengepalkan tangan

erat, matanya menyala penuh

tekad. Tidak ada tempat di

dunia ini yang bisa kamu

jadikan tempat bersembunyi

dariku, Kinan. Aku akan

menemukanmu. Dan saat itu

tiba, akan Aku pastikan kamu

akan mendapatkan hukuman

yang setimpal.

Sesampainya di Bandara

Indonesia, Aryo melangkah

dengan cepat menuju mobil

yang sudah menunggu.

Wajahnya terlihat tegang.

Pikirannya terus dipenuhi

bayangan Kinan dan apa yang

sebenarnya terjadi padanya.

Dengan hati penuh kegelisahan,

ia memutuskan untuk langsung

pergi ke villa tempat Kinan

tinggal. Namun, ketika ia baru

saja akan membuka pintu mobil,

ponselnya berdering.

…

Aryo merogoh saku

jaketnya dan melihat nama

ibunya tertera di layar. Tanpa

pikir panjang, ia segera

menjawab panggilan itu.

Iya, Bu. Ada apa?

tanyanya, nada suaranya

terdengar sedikit cemas.

Di seberang sana, suara

ibunya terdengar tergesa-gesa.

Aryo, nak, kamu dimana?

nenekmu… nenekmu pingsan

tadi. Sekarang sedang dibawa ke

rumah sakit, kata ibunya

dengan nada panik.

Aryo tertegun. Apa?

Kenapa bisa begitu, Bu? Tenang

ya Bu, Aryo baru aja sampai

bandara. Sekarang ibu ada di

rumah sakit mana?

Di Rumah Sakit Bunda

Sehat. Baru saja sampai, jawab

ibunya.

Tanpa berpikir dua kali,

Aryo menutup telepon. Pak,

kita ke Rumah Sakit Bunda

Sehat sekarang juga, ujarnya

kepada sopir dengan nada

mendesak.

Mobil pun melaju

meninggalkan bandara. Aryo

duduk di kursi belakang,

berusaha menenangkan dirinya

sambil mencoba mencari tahu

apa yang sebenarnya terjadi

pada neneknya. Di tengah

kepanikannya, Kinan untuk

sementara menghilang dari

pikirannya. Fokusnya kini

Hanya satu neneknya

NoteL..i..k..e.mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: JANGAN OM (PART31)
Next Post: JANGAN OM (PART29)

Related Posts

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART66) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART9) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART30) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART56) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART69) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART28) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme