TERDIAM DALAM TAKDIR (PART24)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART24
…Ceritadewasa…
.
..
…
….
Arman hampir saja membanting
Handphone yang ia genggam, jika tak
malu pada sang ayah dan warga
lainnya yang tengah membantu
mengumpulkan barang-barang yang
masih tersisa akibat kebakaran.
Bagaimana tidak, baru saja ia
mendapat kabar dari ibunya,
mengatakan bahwa Lilis telah pergi
bersama putrinya dari rumah usai
bertengkar dengan kakaknya Sari.
.
.
Keputusan Lilis pergi
meninggalkan rumah ibunya bersama
Sila, membuat Arman marah sekaligus
cemas, tidak bisakah ia bilang dulu
pada suaminya saat akan pergi atau
kenapa ia tak menyusul saja di mana
suaminya berada.
Lantas ia melakukan panggilan
pada seseorang yang masih ada
ikatan saudara dengan sang istri,
siapa tahu wanita yang sangat ia
cintai itu berada di sana. Namun, sang
paman yang di telepon justru
mengatakan bahwa ibu dari putrinya
itu sudah lama tak berkunjung ke
rumahnya.
Arman hampir frustrasi
memikirkan keberadaan istri dan
anaknya itu. Pikiran-pikiran jelek
berseliweran di otaknya, apa mungkin
Lilis pergi dengan pria itu lagi. Tapi
mana mungkin, kalau iya pasti
sekarang bersama Salma.
Kembali Arman melakukan
panggilan pada kakaknya itu. Satu,
dua hingga sepuluh detik 6 baru
diangkat.
.
.
.
Iya, Man, ada apa? tanya sang
kakak di seberang sana.
Maaf, Mbak, aku ganggu. Ada
sedikit yang ingin aku tanyakan,
ucapnya ragu.
Mengenai apa? Ibu dan bapak
baik-baik saja kan? suara sang kakak
terdengar antusias. Mungkin, Salma
masih belum ikhlas meninggalkan
kedua orang tua mereka, yang sudah
membesarkan keduanya.
Bapak dan ibu baik, Mbak.
Arman menjeda ucapannya lantas
kembali ia berucap. Mbak apa kau
tahu di mana Lilis berada?
Li_ belum selesai sang kakak
menjawab. Suara kakaknya sudah
berganti.
Istrimu tak di sini! Sebagai
suaminya seharusnya kau tahu di
mana istrimu berada, atau mungkin
memang kau tak becus menjaganya!
Lantas telepon pun dimatikan
secara sepihak, membuat Arman ingin
mengumpat pada kakak iparnya itu,
jika saja tak ada sang ayah yang
masih berada di sekitarnya.
Mengenai pria yang telah menjadi
kakak ipar dadakannya itu, ia ingat
kala itu terbayang pada kejadian
sewaktu di rumah sakit saat Putrinya
harus di rawat inap selama seminggu.
..
la memergoki Danu berada di
dalam kamar rawat Sila dengan
istrinya, tapi waktu itu pria itu
mengaku jika ia salah kamar.
Sebenarnya Arman tak ada
pikiran curiga. Namun, matanya
sekilas menangkap gerakan sang istri
yang memasukkan sesuatu ke dalam
kantong gamis lusuhnya dengan
terburu-buru, seolah tak ingin di
ketahui oleh Arman.
.
.
.
Kecurigaannya pun terus berlanjut
setelah pembayaran administrasi yang
di lakukan Lilis waktu itu. Uang yang ia
akan gunakan untuk melunasi biaya
rawat inap itu, sengaja ia kurangi dua
ratus ribu tanpa sepengetahuan sang
istri.
Setelah selesai membayar, lantas
Arman meminta bukti pembayaran
pada Lilis. la menatap kertas dengan
nama invoice rawat inap itu tercantum
di bawahnya dengan stempel ‘LUNAS’
padahal uang yang tadi ia berikan
pada istrinya itu kurang sementara
dirinya meyakini sang istri tak
memegang uang sama sekali, karena
uangnya sudah habis untuk ongkos
makan di rumah sakit.
Kemudian yang lebih
membuatnya curiga parah Arman
mendapat pesan dari nomor tak di
kenal isinya mengatakan bahwa ia
akan pergi menjenguk pamannya yang
tengah sakit parah.
.
.
.
Karena khawatir Arman dengan
cepat menghubungi nomor sang
paman yang dulu ia simpan untuk Lilis
sekedar menanyakan kabar demi
menjalin silaturahmi dengan keluarga
satu-satunya itu dari pihak
almarhumah ibu mertuanya.
la begitu kaget saat sang paman
berkata bahwa ia baik-baik saja dan
sekarang tengah di ladang.
Kemudian sore harinya sang istri
pulang ke rumah bersama kakaknya
Salma, yang membuatnya bingung.
Menurut cerita dari wanita yang ia
nikahi sekitar empat tahun lalu itu, jika
ia bertemu Salma di perjalanan saat
pulang. Di mana waktu itu sang kakak
hampir saja di lechkan oleh anak
juragan Darma di sebuah bar.
..
Kejanggalan terlintas dalam
pikirannya, seingatnya dulu sekali
Arman pernah bertandang ke rumah
paman dari istrinya itu, sepanjang
jalan hanya hutan dan beberapa
rumah penduduk sekitar saja, mana
mungkin di kampung ada Bar sangat
tak masuk akal.
Begitu pun, ketika Lilis di jemput
oleh pihak berwajib atas tuduhan
penganiayaan terhadap anak juragan
Darma. Di kamar saat menenangkan
Sila yang sempat menangis
menanyakan uminya, la menemukan
sebuah Handphone di dalam almari
pakaian putrinya yang berbunyi
nyaring, Arman begitu kaget dengan
benda pipih yang bisa ia taksir
harganya bisa belasan juta.
..
Sejak kapan istrinya memiliki
benda mahal itu, sementara keuangan
mereka sangat memprihatinkan.
Jangankan untuk membeli Handphone
mahal, untuk makan saja terkadang
kami harus mengutang ke warung
tetangga.
Kepalanya mendadak terasa
pening memikirkan tentang sang istri
yang begitu banyak rahasia.
.
.
.
Keesokan harinya Arman
mendapati sang istri kembali dengan
membawa putrinya, sekarang ia
berdiri tepat di hadapan sang istri
dengan wajah marah-tangannya
bersedekap di depan dada, lantas
menatap lekat wajah yang terlihat
pucat itu. sementara Sila sudah berlari
masuk untuk bergabung bersama Dela
dan neneknya bermain.
Maaf, ucap sang istri.
Ucapan maaf dari bibir mungil
yang menjadi candunya itu tak ia
tanggapi sama sekali, lalu pria tinggi
itu berbalik dan masuk ke dalam
rumah meninggalkan Lilis yang masih
diam terpaku di teras.
Sengaja Arman masuk ke dalam
kamar hanya ingin bicara berdua
dengan sang istri tanpa ada orang lain
yang harus ikut campur dengan
masalah rumah tangganya itu.
Arman memasuki kamar yang
dulu ia tempati sewaktu masih
bujangan. Tangannya bergerak
menyingkap gorden warna putih
dengan motif bunga-bunga kecil,
lantas ia berdiri menghadap jendela
menatap pohon mangga yang berjejer
rapi di belakang rumah.
…
Katakan, apa yang harus
kulakukan agar kau mau
memaafkanku? ucap Lilis yang
tengah berdiri di belakangnya.
Arman berbalik dan menatap
sang istri lekat, berusaha mencari
kejujuran di sana.
Katakan, siapa kau sebenarnya?
Lilis terpaku, bibirnya terkatup
rapat, sorot matanya menyiratkan
kebingungan entah apa yang harus ia
jawab.
Begitu banyak ketakutan yang ia
rasakan jika ia harus mengatakan
siapa dirinya yang sebenarnya, dan
bila ia berkata jujur apakah suaminya
itu masih mau menerimanya atau
malah meninggalkannya.
Mendadak kepalanya terasa
pusing dan perutnya bergejolak,
rasanya ia ingin memntahkan semua
isi prutnya itu.
.
.
.
Baik, jika kau tetap diam, maka
jangan salahkan aku jika kita harus
berpisah! ungkap Arman
mengancam. Membuat Lilis syok
mendengarnya, dan seketika kaki
jenjangnya tak mampu lagi menahan
berat badannya, ia pun jatuh pingsan.
Arman dengan cepat meraih
tbuh sang istri yang terklai lemah.
Seketika perasaan khawatir dan
bersalah menyeruak ke dalam
dadanya. Ia mengumpat kesal pada
dirinya sendiri.
Lantas ia mengangkat tbuh
lemah sang istri ke atas tempat tdur
dan segera meminta pertolongan.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts