BALADA BESAN DAN MENANTU (PART02)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART02
…Ceritadewasa…
.
.
.
Setelah pertengkaran itu, lelaki itu terpruk
dalam kebsuan. Kegagalan dan rasa bersalah
terus membebani. Dia semakin tertutup,
jarang berbicara dengan istrinya. Hari-harinya
hanya diisi oleh pekerjaan di sawah dan
ladang, diiringi keheningan yang
menghancurkan hatinya. Bahkan enggan
bertemu atau bahkan bermain dengan cucu-
cucunya.
Suatu sore, saat pulang lebih awal, suara dari
kamar mengusik langkahnya. Firasat buruk
muncul. Dengan hati-hati, dia mendekat,
mengintip melalui celah pintu yang sedikit
terbuka. Pandangannya tertuju pada istrinya
-dan anak buahnya, terbaring bersama di
ranjangnya.
.
.
.
Dunia lelaki itu runtuh seketika. Napas
tersengal, tbuhnya kaku. Pengkhianatan dari
istri dan anak buahnya sendiri mensuk lebih
dalam dari sekadar kecurangan. Tanpa kata,
dia mundur, menjauhi kamar dengan hati
hancur.
Saat itu juga, dia menulis surat crai. Tak ada
keributan, tak ada luapan emosi. Saat istrinya
dan anak buahnya keluar dari kamar dengan
wajah ceria penuh kepusan, dia hanya
berkata, Kita selesaikan di sini saja. Aku
sudah nggak punya apa-apa lagi untukmu.
Dan kalian harus menikah nantinya.
Istri dan anak buahnya tertegun. Namun
akhirnya istrinya menandatangani surat itu
tanpa perlawanan. Semua berakhir tanpa
drama. Mereka berpisah dengan perasaan
campur aduk-kehilangan, kesedihan, tapi
juga lega.
Lelaki itu menatap langit, menarik napas
panjang. Hidupnya tak seperti yang dia
bayangkan, tapi kini dia melangkah lebih
ringan, tanpa beban dan kebohongan.
.
.
.
Waktu terus berjalan, dan mantan istrinya
kini hidup bahagia bersama mantan anak
buahnya yang lebih muda, menikmati
kemakmuran dari harta gono-gini hasil
perpisahan mereka, serta sibuk mengemong
anak dan cucu-cucunya.
Sementara itu, sang lelaki, yang kini dikenal
sebagai duda abadi, merasa cukup pus
dengan kehidupan tenangnya. Ia telah
menerima kesendirian, memilih fokus pada
dirinya sendiri dan pertanian yang semakin
berkembang pesat.
Namun, ketenangan itu tak bertahan lama.
Gosip tentang dirinya yang dituduh impoten
dan loyo mulai menyebar bak api di musim
kemarau, menjadi bahan obrolan hangat di
sudut-sudut kampung.
Cemoohan itu, meski tak pernah diucapkan
langsung di hadapannya, tetap terasa tajam
dan menghujam hatinya, merusak ketenangan
yang susah payah ia bangun.
Karena tak tahan
dengan
hinaan dan
cemoohan, sang duda mendatangi seseorang.
Dia mencari penyembuhan bukan hanya
untuk hatinya yang terluka, tetapi juga untuk
kehormatan yang direnggut. Bukan ingin balas
dendam, melainkan kebanggaan diri yang dulu
pernah dimilikinya, namun kini terkubur
dalam rasa malu.
.
.
.
Dia ingin merasa kembali perksa, dihormati,
dan menjadi pusat perhatian para wanita-
sesuatu yang tidak pernah ia alami dengan
penuh kepastian.
Lelaki itu akhirnya tiba di hadapan Mbak
Terong, yang konon katanya berusia lebih dari
seratus tahun. Sosoknya tampak ringkih,
tetapi matanya menyiratkan kekuatan dan
kebijaksanaan yang tidak biasa. Di sebuah
gubuk tua yang terletak di puncak bukit, di
antara aroma dupa yang tebal, lelaki itu
mengutarakan keinginannya.
.
.
Keinginan saya sederhana, Mbah. Saya ingin
kembali menjadi lelaki sejati. Bukan untuk
membalas dendam, tapi agar bisa kembali
berdiri tegak sebagai pria yang dihormati.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts