Balada besan dan menantu (part1)
Isi Postingan:
Balada besan dan menantu part1
…Ceritadewasa…
.
.
.
Aku bener-bener sudah menyerah, Pak!
pekik tertahan dari seorang wanita berusia 45
tahun.
Lelaki berusia 55 tahun berbring kaku di atas
tempat tdur, tubuhnya terasa lemas tak
berdya. Tatapannya kosong, menembus
langit-langit kamar yang tampak biasa saja,
seolah tak ada lagi yang bisa dia perbuat.
Wajahnya menyiratkan penyesalan dan
keputusasaan yang mendalam.
.
.
.
Di sampingnya, seorang wanita berbaring
membelakanginya. Keheningan di antara
mereka terasa menekan. Lelaki itu terjebak
dalam pikirannya sendiri, meratapi
kegagalannya. Ia merasa telah berusaha,
tetapi kembali gagal memberi kepusan pada
istrinya. Perasaan tak mampu, tak berdaya,
dan tidak cukup menghantui setiap sudut
hatinya, mengikis kepercayaan dirinya.
Keheningan yang semula mendominasi kamar
tiba-tiba terpecah oleh helaan napas berat
dari sang istri yang masih cantik dan bugar,
menahan kekecewaan yang kian memuncak.
Perlahan, dia membalikkan tbuhnya
menghadap suaminya yang masih terpaku
menatap langit-langit, lalu berkata dengan
nada dingin, namun tajam.
.
.
.
Berapa lama lagi kamu mau seperti ini, Pak?
Aku capek…
Lelaki itu tersentak, meski tetap tak segera
menoleh. Dia tahu ini akan datang, tapi tak
pernah siap menghadapinya.
Suaranya serak saat menjawab, Aku… Aku
sudah berusaha, Bu. Kamu tahu itu…
Sang istri duduk, menyilangkan tangan di
ddanya. Matanya berkilat dengan kemarahan
yang selama ini terpendam.
Berusaha? Itu yang kamu sebut berusaha?
Sudah berbulan-bulan kita seperti ini, dan aku
-aku tidak tahan lagi! Kita punya empat anak
yang sudah dewasa dan berumah tangga, Pak.
Di balik pintu ini, aku merasa… kosong.
Merasa sendiri. Kamu tahu itu? Kosong!
Mendengar kata-kata tajam itu, lelaki itu
merasakan pukulan lain pada harga dirinya
yang sudah rapuh.
Aku tahu… Aku tahu, Bu… Aku cuma… aku
cuma… katanya terbata-bata, merasa tak
punya kata yang tepat untuk menjelaskan
perasaannya. Keberhasilannya sebagai petani
sukses, penghasilannya yang melimpah,
semua terasa tak berarti lagi ketika dia gagal
dalam urusan rumah tangga yang paling
pribadi.
.
.
.
Jangan beri aku alasan lagi! potong istrinya
dengan cepat. Apa gunanya semua uang dan
ladang yang kamu punya kalau kita… seperti
ini? Kamu sibuk di luar, sukses, dihormati,
tapi di sini… kamu bukan siapa-siapa. Aku
merasa seperti perempuan tak punya suami!
Lelaki itu menoleh perlahan, tatapannya
penuh rasa sakit dan ketidakberdayaan. Aku
minta maaf, Bu… Aku benar-benar sudah
berusaha. Ini bukan soal keinginan, ini soal…
aku…
Aku tidak butuh kata-kata maaf! balas
istrinya dengan suara yang mulai bergetar.
Aku butuh kamu. Aku butuh suami yang
masih bisa aku andalkan! Lelaki jantan walau
sudah tua. Aku nggak bisa terus hidup dalam
kekosongan ini. Aku masih perempuan
normal, Pak! Aku juga butuh… butuh nafkah
lahir batin yang seimbang!
Tangisan tipis terdengar dari tenggorokan
sang istri yang tercekat, sementara suaminya
hanya bisa diam. Kata-kata itu menggantung
di antara mereka seperti dinding yang tak
kasat mata-kekosongan yang begitu nyata,
namun tak pernah terucap. Pertengkaran kecil
itu terasa lebih menyakitkan daripada ledakan
emosi besar.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Ceritadewasa
noveldewasa
mertuamenantuu
menantuidaman
istriidaman
foto
fotoai
gambar
text
foryou
Related: Explore more posts