JANGAN OM (PART10)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART10
…Ceritadewasa…
.
.
.
Setelah kejadian malam itu,
Kinan tertidur karena kelelahan
menangis. Pagi harinya, ia
terbangun dengan tubuh yang
terasa remuk redam. Terdapat
bercak keunguan dari tubuhnya,
terutama pada bagian dada.
Saat matanya akhirnya terbuka
sempurna, ia terkejut melihat
Aryo sudah duduk di sofa
kamarnya.
Kinan segera beringsut,
menarik selimut untuk
menutupi tubuhnya yang masih
polos, dan menatap Aryo
dengan penuh kemarahan.
Ngapain Om Aryo disini?
Namun, Aryo tidak
menjawab pertanyaan Kinan
yang konyol menurutnya,
Syukurlah kau sudah bangun.
Aku kira kamu nggak bakal
bangun lagi!! ujar Aryo dengan
nada sarkastik.
Kinan menatapnya tajam,
suaranya bergetar penuh
amarah. Aku malah berharap
lebih baik nggak bangun,
daripada harus jadi simpanan
om-om tua dan jelek seperti Om
Aryo!
Aryo tidak merespon, hanya
bangkit dan melangkah masuk
ke kamar mandi. Suara air yang
mengalir terdengar tak lama
kemudian. Kinan menggenggam
selimutnya erat, berusaha
menenangkan diri, tetapi
tubuhnya tetap gemetar karena
menahan marah.
Beberapa menit kemudian,
Aryo keluar dari kamar mandi.
Tanpa sepatah kata, ia
mendekati Kinan dan dengan
cepat mengangkat tubuhnya
yang masih polos. Kinan
seketika memohon agar
dilepaskan, tetapi Aryo tetap
menggenggamnya erat.
Dengan kasar, Aryo
membawanya ke kamar mandi
dan memasukkan tubuh Kinan
ke dalam bathtub yang sudah
berisi air hangat dan aroma
terapi lavender.
Mandilah. Kamu bau,
katanya dingin, tanpa
menunjukkan sedikitpun rasa
empati. Lalu Aryo melenggang
keluar meninggalkan Kinan
yang masih meredam emosinya.
Setelah beberapa saat
berendam dengan air hangat,
tubuh Kinan terasa lebih rileks.
kemudian Kinan melanjutkan
mandi dengan cepat, takut Aryo
kembali masuk ke kamarnya.
Selesai mandi dan berpakaian,
Kinan melihat pintu kamar
tidak tertutup rapat. Dengan
hati-hati, ia mendekat dan
mengintip keluar. Koridor
tampak sepi, tak ada
tanda-tanda kehadiran siapa
pun. Merasa aman, Kinan
melangkah keluar,
mengendap-endap menuju
tangga.
Saat ia berjalan beberapa
langkah, telinganya menangkap
suara Aryo dari kamar di ujung
lorong. Sepertinya ia sedang
berbicara di telepon, suaranya
terdengar tegas dan serius.
Kinan memanfaatkan momen
itu, bergegas menuruni tangga
dengan langkah cepat namun
tetap berhati-hati agar tidak
menimbulkan suara.
Sesampainya di bawah,
Kinan merasa ada yang aneh.
Mbok Sumi bilang, rumah ini
penuh dengan penjaga. Tapi
kenapa dari tadi aku tidak
melihat satu pun? gumamnya
pelan, kebingungan.
Dengan waspada, Kinan
memutuskan untuk mencoba
pintu samping, dia tidak
mungkin lewat pintu depan,
karena pasti banyak penjaga. Ia
melangkah hati-hati menuju
pintu tersebut, berharap bisa
lolos tanpa ketahuan.
Setelah berhasil membuka
pintu samping, Kinan bergegas
ke halaman luar. Matanya
segera mencari sesuatu yang
bisa membantunya keluar.
Pandangannya tertuju pada
pagar tinggi sekitar tiga meter
yang mengelilingi rumah.
Sial Kenapa tinggi sekali
pagar rumah ini gimana aku bisa
keluar? Umpat Kinan pelan.
Lalu Kinan berlari ke
belakang, mencari-cari alat yang
bisa digunakan untuk
memanjat. Ia menemukan
sebuah tangga kecil di dekat
gudang. Tanpa membuang
waktu, Kinan menyeret tangga
itu ke arah pagar. Namun,
sebelum ia sempat naik, suara
Aryo yang dingin terdengar dari
belakangnya.
Mau ke mana kamu, Kinan?
Sepetinya kamu suka sekali
membuat ulah!! Tanyanya,
suaranya penuh ancaman.
Kinan terdiam sejenak,
napasnya tercekat, tubuhnya
kaku. Ia perlahan menoleh,
melihat Aryo berdiri di
belakangnya dengan tatapan
tajam yang membuatnya
merinding.
Kinan berjalan mundur,
berusaha menghindari Aryo
yang mendekat dengan tatapan
dingin. Tangannya gemetar saat
ia meraih sapu yang tergeletak
di dekatnya. Tanpa ragu, Kinan
mengayunkan sapu itu dengan
penuh tenaga ke arah Aryo.
Om, biarkan aku keluar
dari rumah ini! teriaknya
dengan suara parau dan gugup,
menandakan bahwa Kinan
terlihat ketakutan.
Sapu itu menghantam
lengan kiri Aryo, membuatnya
mundur sejenak. Namun, Aryo
dengan gesit merebut sapu
tersebut dari tangan Kinan dan
membuangnya ke samping.
Wajahnya tetap tenang, namun
matanya berkilat penuh
ancaman.
Jangan pernah berpikir
untuk kabur dariku. Kamu tidak
akan pernah bisa, Kinan,
ujarnya dingin.
Sebelum Kinan sempat
melarikan diri, Aryo
menangkapnya dan dengan
cepat mengangkat tubuhnya.
Kinan menjerit dan meronta,
kakinya berusaha
menendang-nendang, tetapi
Aryo langsung memanggulnya
dengan mudah, layaknya
memanggul karung beras.
Teriakan Kinan menggema
di seluruh rumah, membuat
para pembantu dan Mbok Sumi
berhamburan keluar dari dapur.
Wajah mereka menunjukkan
keterkejutan dan ketakutan,
tetapi mereka tidak berani
mendekat, apalagi menolong
Kinan.
Mbok Sumi! Tolong aku!
Kinan memohon, air mata
membasahi wajahnya. Namun,
Mbok Sumi hanya berdiri diam,
matanya dipenuhi rasa bersalah,
tetapi ia tak mampu berbuat
apa-apa.
Aryo terus melangkah
menuju lantai dua,
mengabaikan semua jeritan dan
permohonan Kinan.
Sesampainya di kamar, ia
mengempaskan tubuh Kinan ke
atas kasur dengan kasar. Kinan
jatuh dengan napas
terengah-engah, tubuhnya
bergetar ketakutan.
Dengan cepat, Aryo
mengunci pintu kamar,
mengantongi kunci di saku
celananya. Kamu tidak akan
bisa ke mana-mana, Kinan,
katanya tegas, menatap Kinan
dengan tatapan dingin. Aryo
menatap Kinan penuh minat
bercampur amarah. Lalu
memutar badan Kinan hingga
tertelungkup di kasur.
Om….Aryo, hentikan!
Kinan memohon, suaranya
penuh ketakutan dan putus asa.
Inilah akibatnya kalau
kamu tidak menurut Kinan!!
Ucap Arya memberikan
peringatan pada Kinan.
Setelah beberapa jam
bergelut panas dengan Kinan,
Aryo menyudahi aksinya. Lalu
Aryo turun ke bawah, mencari
Mbok Sumi.Mbok…. tanganku
terluka, tolong ambilkan kotak P
3K!! Seru Aryo kala bertemu
mbok Sumi.
Tanpa banyak tanya, Mbok
Sumi
segera mengambil kotak P3
K dari laci lemari di ruang
tengah. Sambil membawa kotak
itu, Mbok Sumi berkata, Biar
Mbok saja yang mengobati,
Tuan.
Mbok Sumi lalu
membersihkan luka Aryo
dengan hati-hati dan
mengoleskan salep pada lengan
Aryo, yang mulai membiru
akibat pukulan Kinan tadi.
Setelah selesai, Aryo berkata,
Setelah ini, tolong siapkan
makan untuk kinan.
Mbok Sumi mengangguk
pelan, namun tak bisa menahan
diri untuk berkomentar,
Sebaiknya Tuan jangan terlalu
keras kepada Nona Kinan.
Kasihan dia, masih muda.
Aryo hanya terdiam, tak
menjawab ucapan Mbok Sumi.
Mbok Sumi melanjutkan,
Usia Nona Kinan, masih sangat
muda. Jiwanya masih ingin
bebas. Kalau Tuan Aryo ingin
mendapatkan hati Non Kinan,
lakukanlah dengan lembut,
jangan dengan paksaan.
Aryo tetap tak menjawab,
hanya terpaku mendengarkan
nasihat sederhana dari Mbok
Sumi.
Setelah selesai mengobati
Aryo, Mbok Sumi segera
membawakan makanan untuk
Kinan ke kamarnya. Ketika ia
membuka pintu dan melangkah
masuk, terdengar isak tangis
Kinan memenuhi ruangan.
Tubuh Kinan bergelung di atas
ranjang, tanpa mengenakan
pakaian, menandakan betapa
rapuhnya dirinya saat itu.
Dengan langkah hati-hati,
Mbok Sumi mendekat dan
duduk di samping Kinan. Ia
kemudian mengelus rambut
Kinan dan merengkuh Kinan
dalam pelukannya, memberikan
kehangatan yang penuh kasih.
Kinan melampiaskan seluruh
amarah dan kesedihannya di
pelukan Mbok Sumi, air
matanya mengalir deras. Mbok
Sumi membiarkannya,
menepuk-nepuk punggung
Kinan dengan lembut,
memberikan dukungan yang
diam-diam namun tulus.
Setelah tangisnya reda,
Mbok Sumi membantu Kinan
mengenakan pakaiannya, lalu
berkata dengan lembut, Ayo,
Nduk, makanlah sedikit. Mbok
tidak ingin kamu sakit.
Kinan hanya mengangguk
pelan, mengikuti saran Mbok
Sumi, yang selalu ada untuknya
di tengah rasa sakit dan
kehilangan yang dirasakannya.
Setelah membantu Kinan
berpakaian dan memastikan dia
lebih tenang, Mbok Sumi
memandangnya dengan tatapan
lembut, namun tegas. Ia
mengusap pelan bahu Kinan dan
berkata, Nduk, sudah Mbok
bilang. Jangan menantang Tuan
Aryo. Menurutlah, turuti saja
keinginannya kalau kamu ingin
hidup tenang di sini.
Kinan menunduk, tampak
masih terselubung rasa benci
dan perlawanan. Namun Mbok
Sumi melanjutkan dengan nada
penuh kekhawatiran, Seberapa
keras kamu mencoba untuk
kabur, kamu tidak akan pernah
berhasil, Nduk. Tempat ini
dijaga sangat ketat, di
mana-mana ada yang
Masuk
mengawasi. Mbok nggak ingin
kamu terus-menerus dihukum
oleh Tuan Aryo.
Kinan menatap Mbok Sumi,
matanya basah dan penuh rasa
sakit. Namun, di balik nasihat
Mbok Sumi yang terkesan keras,
tersirat perhatian seorang ibu
yang tidak ingin melihat Kinan
semakin terluka.
Mbok Sumi menghela napas
panjang, seolah mencoba
mencari kata-kata yang tepat
untuk menyampaikan nasihat
berikutnya. Nduk, lanjutnya
dengan suara lembut,
sebenarnya Tuan Aryo itu orang
yang baik, meski cara dan
sikapnya terlihat keras dan
kasar. Kalau kamu bisa menurut
dan mencoba mengambil
hatinya, Mbok yakin, lambat
laun Tuan Aryo pasti akan
menyayangimu dan menjagamu.
Dia hanya ingin punya anak…
keinginan itu yang membuatnya
keras kepala seperti ini.
Kinan menatap Mbok Sumi
dengan tatapan kosong,
mencoba meresapi nasihatnya
meski hatinya masih penuh
dengan luka. Tapi Kinan juga
punya perasaan Mbok, Kinan
bukan barang yang bisa dijual
dan dipergunakan oleh pembeli
dengan sesuka hatinya.
Mbok ngerti Kinan, tapi
cobalah berdamai dengan
keadaan, Nduk. Mbok tahu ini
berat, dan pasti tidak mudah
bagimu. Tapi kamu juga tidak
punya pilihan lain selain
menurut. Mungkin, dengan
begitu, hidupmu akan sedikit
lebih tenang, lanjut Mbok
Sumi, suaranya sarat dengan
keprihatinan.
Kinan hanya terdiam,
merenungi kata-kata Mbok
Sumi. Ia tahu, dalam hatinya,
bahwa kabur dari Aryo
bukanlah hal yang mudah.
Namun, menerima nasib ini pun
terasa bagai beban yang tak
tertahankan.
NoteL..i.k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts