Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART33)

Posted on June 4, 2025 By admin

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART33)

Isi Postingan:

TERDIAM DALAM TAKDIR PART33

…Ceritadewasa…

.

.

.

Kalian siapa? tanya seseorang

tiba-tiba. Sontak membuat kami

semua menoleh, di sana berdiri

seorang anak laki-laki berperawakan

tinggi kurus. Wajahnya terlihat begitu

tak ramah. Sorot matanya tajam

menatap ke arah kami, seolah ia tak

suka jika rumahnya dikunjungi orang.

Maaf, kami ada perlu denganmu.

Ini adalah Ibu Lilis, wanita yang

rumahnya kau bakar, terang pak

Muhsin tanpa basa-basi.

Tatapan mata anak itu pindah

menatapku. Mata tajamnya ini

berubah sendu, di sana tersirat sebuah

penyesalan yang dalam.

Wanita paruh baya yang tadi

menyambut kami, tiba-tiba

menghampiriku dan berlutut di

hadapkanku.

…

Saya mohon, jangan bawa anak

saya.

Apa yang dilakukannya

membuatku terperanjat kaget. Karena

tak enak hati melihat orang yang lebih

tua berlutut di kakiku, aku pun

membantunya untuk berdiri.

Anda orang tuanya? tanyaku,

lantas wanita yang kuperkirakan

usianya sekitar lima puluhan ini

mengangguk mengiyakan.

Kemudian aku berjalan

menghampiri anak muda yang

bernama Jaka itu. Sekarang ia

menunduk. Sepertinya anak itu

benar-benar menyesal, tak berani

menatapku yang berdiri di

hadapannya kini.

Kau harus mempertanggung

jawab kan semua perbuatanmu. Aku

bersedekap memasang wajah datar.

Anak muda yang mengenakan

pakaian yang sudah tak layak itu

lantas mengangkat wajahnya dan

berlutut di kakiku.

…

Bu, saya mohon jangan laporkan

saya ke Polisi. Sungguh saya

menyesal dan saya minta maaf.

Pemuda bernama Jaka itu mulai

menangis.

Tidak bisa! Saya akan tetap

menjebloskan kamu ke penjara, agar

kamu jera dan tak mengulangi lagi

perbuatanmu! sentakku, masih

dengan nada tegas.

Bu, saya mohon maafkan saya,

kalau saya di penjara siapa yang

menjaga lbu saya. Jaka merengek

kembali. la menoleh pada sang ibu

yang juga menangis di dekat pak RT.

la terus memohon tak kenal lelah.

Dan tak lama wanita tua yang ia sebut

ibu itu pun ikut berlutut di

sampingnya.

Bu, jika anak saya harus masuk

penjara, saya juga akan ikut, saya

tidak bisa berpisah dengan anak

saya. Si ibu pun ikut menangis.

Jika seperti ini aku jadi tak tega.

Baiklah, saya akan memaafkan

kamu dan tidak akan melaporkanmu

ke Polisi … Tapi, ada syaratnya. Aku

tak mau memaafkan anak ini begitu

saja. Tentu aku akan membuatnya

bicara siapa yang memerintahkannya

untuk melakukan keji itu.

Apa pun itu, akan saya lakukan,

jawabnya.

Baiklah kalau begitu, jawab saya

dengan jujur. Siapa yang menyuruhmu

untuk membakar rumah saya? aku

menatap lelaki muda itu tegas dan

menuntut agar ia cepat mengakuinya.

Lelaki dengan wajah kucelnya itu

terdiam lantas menundukkan kembali

kepalanya. Lantas menoleh pada sang

ibu di sampingnya.

Jawab! Bentakku.

Litu. Ragu pemuda di depanku

ini untuk menjawab, dan hanya

membuatku bertambah kesal saja.

Siapa? kembali aku

membentaknya dengan tatapan tajam

penuh emosi.

Baiklah, kalau kau tak mau

memberitahu siapa yang

menyuruhmu, sekarang juga ikut kami

ke kantor Polisi! ancamku tak

main-main.

Hai, anak muda katakan saja,

daripada kau mendekam dipenjara!

Seru Pak Muhsin yang kini

menghampiri kami.

S_saya takut, kalau

memberitahukannya pada Anda, nanti

kami akan celaka, ucapnya terbata.

Jika kau berkata jujur, aku yang

akan bertanggung jawab atas

keselamatanmu, pungkasku,

membuatnya menoleh menatapku,

ada binar kelegaan yang bisa

kutangkap dari matanya.

Anda serius?

Tentu saja, aku tidak main-main

dengan ucapanku.

Orang yang menyuruhku

membakar rumah Anda

adalah …Tu_tuan Danu, akunya,

membuatku seketika melotot tak

percaya.

‘Apa, Danu?’ batinku.

Tidak mungkin, bagaimana bisa ia

melakukan hal seperti ini. Apa laki-laki

itu di suruh oleh Mama? Sungguh aku

tak percaya ini.

Kau jangan mengarang!

sergahku, masih tak percaya dengan

pengakuannya.

Sungguh, demi Allah aku tak

berbohong, ucapnya.

Kalau begitu apa buktinya! aku

masih belum percaya sebelum ada

buktinya.

Baiklah, tunggu sebentar aku

punya buktinya, katanya lantas

beranjak masuk ke dalam rumah

biliknya yang sudah tak layak huni itu.

Lima menit kami menunggu dan

akhirnya ia keluar membawa sebuah

kertas kecil. Lalu menyodorkannya

padaku.

Apa ini? tanyaku sembari

meraihnya.

Itu adalah bayaran yang aku

terima dari Tuan Danu berbentuk cek.

la menyuruhku mencairkannya ke

Bank terdekat jika tugasku telah

selesai. Namun, aku tak mau

melakukannya karena … Aku

menyadari perbuatanku, aku sungguh

menyesal. Lelaki bernama Jaka itu

mulai terisak sembari memeluk sang

ibu.

.

.

Apa yang dikatakan lelaki yang

bisa kutebak usianya di awal dua

puluhan itu sepertinya sebuah

kejujuran. Terlihat di cek ini tertanda

tangan atas nama Danu.

Tanganku mengepal dan

meremas cek itu dengan kuat. Entah

apa maksud dari perbuatannya itu.

Usai dari kampung Mengkudu aku

lantas bergegas menuju perusahaan

milik orang tua angkatku itu masih

dengan emosi dalam dada.

Aku akan menemui Danu dan

memintai pertanggung jawaban

darinya. Ini bukan hanya tentang

rumahku yang hangus terbakar.

Namun, juga mengenai motif di balik

tindakan kriminalnya itu.

Mengenai Jaka dan Ibunya, aku

menyewakan tempat tinggal untuk

mereka di dekat rumah pak Muhsin,

sekaligus menitipkan keamanan

mereka pada ketua RT kampung

Cereme itu, agar orang-orang suruhan

Danu tak bisa mengganggunya.

Tiba di gedung berlantai empat

puluh itu aku masuk dan menghadap

resepsionis terlebih dulu. Barnyak

pasang mata yang menatap ke

arahku.

…

Ada perlu apa, Nona? tanya

wanita muda di depanku.

Sepertinya karyawan di kantor ini

sudah banyak yang diganti. Dulu

sebelum aku memutuskan pergi dari

kehidupan mewahku, para staf di sini

semuanya tahu siapa diriku.

Saya ingin bertemu dengan

Danu! Jawabku tanpa menyertakan

panggilan pak di depannya. Persetan

dengan kesopanan.

Maaf Nona, jika Anda ingin

bertemu dengan Pak Danu, sebaiknya

membuat janji terlebih dulu, ucap

resepsionis mudaa itu kembali.

Aku tak peduli! tukasku.

Kemudian melangkah masuk menuju

Lift lantai dua puluh di mana pria itu

berada. Aku masih ingat ruangannya

di sana.

Tanpa arahan orang lain pun aku

tahu dan hafal seluk beluk gedung ini,

karena dulu almarhum papa sering

mengajakku mengunjungi perusahaan

yang sudah puluhan tahun ia rintis

hingga menjadi sukses seperti

sekarang.

….

Mbak Vira, tunggu! cegah

seseorang yang menungguku di pintu

lift menuju ruangan Danu.

Aku menghentikan langkah dan

berbalik menatapnya. Pria yang

kutahu adalah teman dekat Danu

sekaligus asistennya.

Ada apa?

Mbak, Pak Bos lagi ada rapat.

Jika ada perlu tolong tunggu

sebentar, mohonnya.

Aku tak peduli.

Aku nekat tetap berjalan menuju

ruang pertemuan antara kolega yang

tengah membahas kerja sama.

Amarahku sudah di ubun-ubun tak

bisa kutahan lagi. Rudi sang asisten

Danu terus menghalangiku. Namun,

tak membuatku gentar untuk

menghentikan laangkah menuju

ruangan di mana danu berada.

Sampai akhirnya ia menyerah, dan

saat tiba di depan ruang Meeting,

pintu terbuka. Sosok pria yang sedang

kucari muncul di hadapanku.

.

.

Danu mengerutkan kening heran

melihatku berada di sini.

Beberapa kolega bersiap untuk

keluar, sepertinya Meeting telah

selesai. Aku menyingkir ke samping

untuk memberi akses keluar para

kolega tersebut.

Setelah kepergian beberapa orang

penting itu, lantas aku menghampiri

pria yang mengenakan setelan jas

hitam itu sambil melempar kertas ke

wajahnya.

Lantas ia mengambil kertas yang

tadi kulempar jatuh dekat kakinya.

Danu mengerutkan keningnya heran

saat menatap benda tipis itu.

Itu milikmu bukan? sinisku. la

kembali menatapku, entah ia kaget

atau memang pura-pura tidak tahu.

Danu adalah pria berwajah datar yang

tidak bisa ditebak.

…

lya ini cek dan tanda tanganku,

akunya.

Sekarang coba jelaskan, apa

maksudmu membakar rumahku!

teriakku penuh emosi. Namun, Danu

masih terlihat begitu tenang.

Karena aku tidak suka melihatmu

bahagia dengan pria miskin itu!

jawabnya dengan menekan kata

miskin.

Apa pedulimu dan apa urusanmu,

jika aku bahagia dengan suamiku

sen_ cecarku. Namun, dengan cepat

pria yang mengenakan dasi biru

garis-garis hitam itu menyela.

Aku masih mencintaimu dan

akan terus mencintaimu Elvira

Chandra Wijaya!

Ucapan mas Danu barusan

berbarengan dengan suara benda

terjatuh dari arah samping. Aku

menoleh, alangkah terkejutnya netraku

menemukan sosok perempuan yang

sangat aku sayang.

NoteL..i..k..e .mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART34)
Next Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART32)

Related Posts

JANGAN OM (PART51) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART72) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART44) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART70) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART69) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART04) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme