JANGAN OM (PART61)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART61
…
..
.
Aryo berusaha
menenangkan dirinya setelah
sekilas menangkap senyum tipis
di bbir ibunya. Ia mencoba
berpikir jernih, tetapi bayangan
senyum itu terus
menghantuinya. Tidak
mungkin Ibu tersenyum di saat
seperti ini… atau mungkin aku
hanya salah lihat? pikir Aryo
sambil mnelirik ibunya yang kini
terlihat sedang berbicara
dengan Pak Bambang dengan
raut wajah cemas.
Namun, kecurigaan itu
tidak bisa begitu saja diabaikan.
Aryo tahu ibunya sering
menyembunyikan sesuatu di
balik sikap manisnya. la
mencoba untuk tetap fokus pada
kondisi neneknya.
…
Tak lama kemudian, Joni
mengirim pesan kepada Aryo
Pak, saya sudah bertemu
dengan sopir truk. Ada sesuatu
yang aneh. Dia bilang remn
truknya tiba-tiba blong, tapi
setelah diperiksa kondisi rem
pada truk itu normal. Para saksi
yang berada di selkitar TKP juga
menyatakan, Kalau awalnya
truk berjalan lambat seperti
biasa. Namun saat mobil Bu
Lasmi alkan putar balik, tiba-tiba
truk itu melajukan
kendaraannya dengan cepat,
sepertinya hal itu memang
disengaja.’
Aryo membaca pesan itu
dengan rahang mengeras. Jadi
ini bukan kecelakaan murni?
Ada yang sengaja
melakukannya? pikir Aryo,
mencoba mengendalikan
amarahnya.
la menatap ibu dan
Bapaknya, yang kini terlihat
berbicara dengan Mbak Asih. Ia
memutuskan untuk menahan
diri dan tidak langsung
mengkonfrontasi. Aku harus
mengumpulkan bukti dulu,’
batin Aryo.
…
Aryo kemudian
mengalihkan pandangannya ke
Kinan. Aku perlu keluar
sebentar. Ada sesuatu yang
harus aku urus. Kamu pulang
saja dengan Pak Danang ke Villa
katanya singkat.
Kinan mengangguk tanpa
bertanya banyak. lya, Mas,
ucapnya pelan.
Tak Berapa lama Pak
Danang sopir pribadi Ariel
datang bersama dengan Tyas.
Setelah memastikan Kinan
pulang dengan aman, Aryo
melangkah keluar dari ruang
IGD, pikirannya penuh dengan
spekulasi. Siapa yang tega
melakukan ini pada Nenek? Dan
jika memang disengaja, apa
motifnya? Dia tahu ini bukan
waktu yang tepat untuk
membuat tuduhan tanpa bukti,
tetapi semua tanda mengarah
pada sesuatu yang lebih besar
dari sekadar kecelakaan biasa.
Setelah Aryo meninggalkan
ruang IGD, Bu Kartika mengajak
Pak Bambang untuk pulang.
Mas, kita pulang saja, ya. Aku
sudah lelah sekali dari acara tadi
pagi. Lagipula, ada Mbak Asih di
sini yang menjaga ibu. Dia bisa
langsung memberi kabar kalau
ada apa-apa, ujar Bu Kartika
dengan suara lembut sambil
merayu.
Awalnya, Pak Bambang
menolak. Tapi, bagaimana
dengan kondisi Ibu? Aku
khawatir kalau kita tidak ada di
sini.
…
Namun, rayuan dan
argumen Bu Kartika akhirnya
meluluhkan hati Pak Bambang.
Dengan sedikit ragu, ia
mengangguk, dan mereka pun
memutuskan untuk pulang.
Selang satu jam setelah
kepergian mereka, telepon Pak
Bambang berdering. Suara
Mbak Asih terdengar di
seberang sana, terisak dan
penuh kesedihan. Pak
Bambang…saya sangat
menyesal harus memberitahu
ini. Nyonya Lasmi meninggal
dunia…
Pak Bambang terhenyak.
Apa? Ibu meninggal? tanyanya,
nyaris tak percaya
Mereka langsung
memutuskan kembali ke rumah
sakit. Begitu tiba di sana,
suasana terasa sunyi dan penuh
duka. Aryo terlihat duduk
sendirian di ruang tunggu,
terpaku dan terdiam. Wajahnya
tampak kosong, seperti
kehilangan arah. Tidak ada
Kinan di sisinya- -hanya dirinya
yang menahan kesedihan
seorang diri.
….
Pak Bambang menghampiri
Aryo dan mencoba
menenangkannya, tetapi Bu
Kartika malah berdiam diri di
sudut ruangan, memandang
anak dan suaminya yang tengah
larut dalam kesedihan.
Diam-diam, ia
mengeluarkan ponselnya dan
mengirim pesan pada Siska.
Pesannya singkat namun penuh
maksud
Siska, ini kesempatanmu.
Nenek Lasmi baru saja
meninggal, dan Aryo sedang
sendirian, sangat terpukul.
Kinan tidak ada di sisinya. Kalau
kau ingin merebut hatinya
kembali, sekarang waktu yang
tepat. Datanglah ke rumah sakit
segera.
Setelah mengirim pesan,
Kartika menatap Pak Bambang
yang tampak diam membisu,
mencoba mencerna kabar
kematian Nenek Lasmi. Aku
tidak percaya… Ibu meninggal
begitu saja setelah kecelakaan
itu, gumam Pak Bambang pelan,
menunduk dalam kesedihan.
Kartika, di sisi lain,
berusaha mempertahankan
ekspresi berduka, meskipun di
dalam hatinya ada kepuasan
terselubung. Rencananya
perlahan mulai berjalan sesuai
yang diinginkannya.
Di tempat duduknya, Aryo
masih duduk di ruang tunggu
dengan wajah pucat. Matanya
merah, penuh dengan
kesedihan mendalam. Ia
memegang erat ponsel yang di
genggamnya. Aryo
menundukkan kepala, mencoba
menahan air mata yang terus
mengalir.
…
Tak lama kemudian, suara
langkah kaki terdengar. Aryo
mengangkat kepalanya dan
melihat Siska berjalan
mendekatinya. Ia terkejut
sekaligus bingung melihat istri
yang sebenatar lagi akan
diceraikannya berada
didepannya.
Siska? Apa yang kau
lakukan di sini? tanya Aryo
dengan suara serak.
Siska memasang ekspresi
penuh simpati. Aku dengar
kabar dari Ibu… Aku ikut
berduka atas kepergian nenek
Lasmi Mas. Walaupun beliau
tidak pernah menyukaiku dari
dulu, namun selama ini aku
sangat menyayangi nenek Lasmi
seperti nenekku sendiri. Aku
tahu beliau sangat berarti
bagimu, mas Aryo. Aku hanya
ingin ada di sini menemanimu,
ucapnya lembut, mencoba
mendekat.
Aryo menatap Siska dengan
ekspresi campur aduk. Ia tidak
bisa menolak kehadirannya,
apalagi sekarang sedang berada
di rumah sakit Arya tidak ingin
menimbulkan keributan.
Namun, di sudut hatinya, Aryo
merasa ada perasaan tidak
nyaman saat Siska berada di
sisinya.
….
Siska duduk di samping
Aryo dan mencoba memegang
tangannya. Namun Aryo segera
menolak, dan menepis tangan
Siska kasar. Jangan pernah
menyentuh Siska, Aku sekarang
jijik dengan sentuhanmu, ucap
Aryo kasar. Ia hanya menatap
lurus ke depan, pikirannya
bercampur aduk antara rasa
kehilangan dan kecurigaan.
Siska hanya menahan
kekesalannya, dia hanya diam
tidak ingin berantem dengan
Aryo. karena inilah
kesempatannya untuk kembali
pada suaminya itu. Di sudut lain
rumah sakit, Bu Kartika
tersenyum puas saat melihat
Siska mendekati Aryo.
Kini tinggal menunggu
waktu sampai Aryo luluh
kembali pada Siska dan
melupakan Kinan, pikirnya.
Suasana di rumah duka
begitu hening dan penuh
kesedihan. Jenazah Bu Lasmi,
yang telah dikenal sebagai sosok
dermawan dan bijaksana, kini
disemayamkan di tengah rumah,
dikelilingi keluarga, sahabat,
dan kerabat yang datang untuk
memberikan penghormatan
terakhir. Tangis lirih terdengar
dari beberapa sudut ruangan.
Pak Bambang berdiri di
dekat peti jenazah dengan wajah
penuh kesedihan. la tampak
ingin memastikan kepergian
ibunya benar-benar nyata.
Dengan suara berat, ia meminta
izin kepada petugas
…
Mas, bolehkah peti ini
dibuka sebentar? Saya hanya
ingin melihat ibu saya untuk
terakhir kalinya, ujarnya
dengan nada memohon.
Petugas itu, meskipun
penuh empati, menolak dengan
sopan. Mohon maaf Pak.
Karena kondisi beliau yang
mengalami kecelakaan jadi ada
bagian wajah beliau yang
hancur. Jadi saya sarankan, agar
peti mati ini tidak dibuka.
Pak Bambang mengangguk
pelan, meskipun hatinya terasa
berat. Ia hanya bisa menatap
peti itu dengan mata
berkaca-kaca, berdoa dalam hati
untuk kepergian ibunya yang
begitu mendadak.
Siska, yang sejak tadi berada
di sisi Aryo, mencoba
menghiburnya. Mas Aryo, aku
tahu ini berat untukmu. Tapi
kau harus kuat. Nenek pasti
ingin kau tetap tegar, ucapnya
lembut, berusaha mencuri
perhatian Aryo.
..
Aryo hanya mengangguk
kecil tanpa berkata apa-apa.
Wajahnya tampak kosong,
menahan segala emosi yang
bergemuruh di dalam hatinya.
la tidak ingin menunjukkan
kelemahannya di depan banyak
orang, tetapi rasa kehilangan itu
begitu menghantamnya.
Sementara itu, Kinan
berada di rumah, ditemani oleh
Tyas. Saat mendengar kabar
kalau nenek Lasmi meninggal
Kinan ingin sekali menghadiri
pemakamanbeliau. Namun,
Aryo tidak mengizinkannya
menghadiri pemakaman, Kinan
merasa kecewa, tetapi ia juga
memahami kekhawatiran
suaminya. Kinan memilih
berdoa dari kejauhan untuk
nenek Lasmi, nenek yang telah
memperlakukannya dengan
begitu baik selama ini.
Di sisi lain, Kartika
mengamati suasana pemakaman
dengan sikap tenang, hampir
tidak menunjukkan emosi yang
nyata. Ia terus memantau
interaksi antara Aryo dan Siska,
memastikan rencananya untuk
mendekatkan Siska kepada Aryo
berjalan lancar. Kartika sesekali
memasang ekspresi sedih, tetapi
di dalam hatinya, ia sudah
memikirkan langkah
berikutnya.
….
Setelah memastikan semua
urusan pemakaman selesai,
Aryo tampak semakin
tenggelam dalam pikirannya.
Sepanjang acara, ia jarang
bicara, lebih banyak
mengangguk dan tersenyum
tipis saat menerima ucapan
belasungkawa dari para tamu.
Namun, kesedihannya terlihat
jelas di raut wajahnya.
Siska, yang terus mencoba
mendekatinya, akhirnya
memberanikan diri
menghentikan langkah Aryo
saat ia hendak menuju mnobil
seusai memberikan doa terahir
untuk neneknya. Mas, aku
ingin bicara sebentar, pintanya
dengan nada lembut namun
memohon. Aryo berhenti,
menatapnya dengan ekspresi
datar tanpa berkata apa-apa.
Siska melanjutkan dengan
suara bergetar, Mas, aku
mohon, batalkan rencanamu
untuk menceraikanku. Aku
minta maaf kalau aku salah. Aku
akan berubah, Mas.
Aryo hanya menghela napas
panjang, lalu tersenyum tipis.
Maafkan aku, Siska. Tapi
pengacaraku sudah mengajukan
gugatan perceraian kita ke
pengadilan agama. Kamu
tinggal bersiap untuk menerima
surat panggilan sidang,
ucapnya tegas.
Apakah benar- benar
sudah tidak ada kesempatan lagi
untukku sekali Ini saja mas?
Aku berjanji Mas, aku akan
menjadi istrimu yang lebih baik
lagi. Aku bersedia untuk hamil
anak kita Mas, ucap Siska
memohon.
….
Aryo hanya menggeleng dan
menjawab, sudah terlambat
Siska tidak ada yang perlu
diperbaiki lagi di antara kita.
Semua sudah selesai, jawab
Aryo tegas.
Selesai berkata, Aryo
langsung berlalu meninggalkan
Siska yang tampak terpukul dan
marah. Di hatinya, Siska tidak
percaya bahwa Aryo bisa begitu
dingin dan tegas terhadapnya.
Padahal selama ini Arya selalu
luluh dan mau memaafkannya
kalau dia berbuat salah.
Saat masuk ke mobil, Aryo
tetap terdiam. Tangannya
menggenggam kemudi, tetapi ia
tidak langsung menyalakan
mesin. Beberapa saat kemudian,
ponselnya berdering. Nama
Joni muncul di layar, dan Aryo
segera mengangkatnya.
Halo, Jon. Bagaimana?
tanya Aryo singkat.
Semua sudah siap untuk
berangkat, Tuan, jawab Joni
dengan suara penuh kepastian.
Aryo mengangguk,
meskipun Joni tidak bisa
melihatnya. Tolong jaga dia di
sana, Jon. Jangan sampai terjadi
apa-apa dengannya, pesannya
serius.
Baik, Tuan. Kalau begitu,
saya berangkat sekarang, jawab
Joni.
…
Setelah memutuskan
panggilan, Aryo menghela
napas berat. Ia mnenatap kosong
ke depan, lalu bergumam pelan
pada dirinya sendiri, Semoga
ini adalah pilihan yang tepat.
Aryo akhirnya menyalakan
mesin mnobil dan melajukan
kendaraannya. Namun, di
dalam hatinya, ada rasa
bimbang yang sulit ia hilangkan.
Segala keputusan yang ia ambil
kini terasa begitu berat.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts