JANGAN OM (PART60)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART60
…
..
.
Pagi yang semua Osang
sibuk dengan aktifitas mereka
masing-masing. Aryo sibuk
menghadapi tekanan rapat
dewan pengawas di kampus,
sementara Pak Bambang
menemani istrinya, Kartika,
menghadiri acara kolega
sosialitanya. Acara itu diadakan
di sebuah gedung mewah yang
dipenuhi dengan tamu-tamu
berkelas. Saat Pak Bambang dan
Kartika baru saja tiba, mereka
langsung disambut oleh Pak
Heri dan istrinya, Ratna, yang
segera mendekat dengan
ekspresi penuh tanya.
Pak Bambang, apakah Anda
tidak bisa membujuk Aryo,
untuk tidak menceraikan Siska?
tanya Pak Heri tanpa basa-basi,
kepada besannya itu.
…
Pak Bambang terkejut
dengan pertanyaan itu,
sementara Kartika hanya
tersenyum tipis. Pak Heri, saya
rasa itu adalah urusan
Keluarganya Aryo. Saya tidak
berhak ikut campur masalah ini
. jawab Pak Bambang dengan
nada datar, mencoba menutupi
kegelisahan yang mulai muncul.
Namun, Pak Heri merasa
tidak puas dengan jawaban pak
Bambang. Saya sudah
menganggap Aryo anak saya
sendiri dari dulu pak. Saya
sangat kecewa dengan
keputusan Aryo. Apalagi
berhembus kabar adanya orang
ketiga, ini bisa berdampak
buruk pada reputasi kita semua.
Kartika hanya tersenyum
dingin dan terdiam tidak
membela sang suami. Pak
Bambang, yang merasa tidak
nyaman, hanya diam dan
mencoba menikmati acara
meskipun pikirannya terganggu
oleh gosip yang terus beredar.
Sementara itu, di kediaman
Bu Lasmi, suasana tenang
seperti biasa. Pagi itu, Bu Lasmi
bersiap untuk melakukan
kontrol rutin ke rumah sakit.
Namun, saat ia hendak bersiap,
tiba-tiba kepalanya terasa
berdenyut hebat. la memegang
pelipisnya, mencoba menahan
rasa pusing yang tiba-tiba
menyerang.
Melihat kondisi itu, Mbak
Asih, perawat pribadi yang setia
menjaga Bu Lasmi, segera
mendekat. Nyonya, sebaiknya
kita menunda jadwal ke rumah
sakit. Saya akan menelepon
Dokter Agus untuk datang ke
sini dan memeriksa Anda, ucap
Mbak Asih dengan nada
khawatir.
…
Namun, Bu Lasmi, dengan
sikap keras kepala yang sudah
menjadi ciri khasnya,
menggeleng pelan. Tidak perlu,
Asih. Kita tetap ke rumah sakit
saja. Sekalian aku bisa minta
obat pusing di sana. Ini tidak
seberapa, jawabnya tegas.
Mbak Asih hanya bisa
mengangguk, menghormati
keputusan majikannya. la
segera membantu Bu Lasmi
bersiap dan memastikan
semuanya berjalan lancar. Tak
lama kemudian, mereka berdua
naik ke mobil yang sudah
disiapkan oleh sopir keluarga.
Di dalam mobil, Bu Lasmi
bersandar dengan mata
tertutup, mencoba meredakan
rasa pusing yang masih
menyelimuti. Namun, di balik
rasa pusing itu, pikirannya terus
berputar, memikirkan berbagai
hal-mulai dari konflik
keluarga, kedatangan David,
hingga situasi di kampus yang
semakin rumit. la tidak tahu,
pagi itu akan muncul kejadian
yang lebih besar yang akan
menimpa dirinya.
Mobil awalnya melaju
dengan baik, semnua berjalan
lancar. Namun, tiba-tiba mobil
terasa sedikit oleng.
Ada apa, Pak? tanya Mbak
Asih yang duduk di kursi
belakang, menyadari ada
sesuatu yang tidak beres dengan
cara Pak Yanto menyetir.
Pak Yanto menggelengkan
kepala, wajahnya terlihat
bingung. Nggak tahu, Mbak.
Tiba-tiba kok saya ngantuk
banget, ya? Padahal biasanya
saya nggak pernah seperti ini,
ucapnya sambil berusaha tetap
fokus memegang kemudi.
Mendengar itu, Bu Lasmi
yang duduk di kursi belakang
langsung merespons. Ya sudah,
kita putar balik saja. Mumpung
masih dekat dengan rumah, biar
nanti Pak Hamdan yang
gantikan kamu menyetir, kata
Bu Lasmi dengan nada tenang
namun tegas.
…..
Pak Yanto mengangguk,
setuju dengan usulan Bu Lasmi.
la kemudian menyalakan lampu
sein untuk memutar balik
kendaraan. Namun, saat mobil
mulai berputar, tiba-tiba dari
arah berlawanan muncul
sebuah truk besar yang melaju
sangat kencang.
Pak Yanto, awas! teriak
Mbak Asih panik.
Namun, semuanya terjadi
begitu cepat. Truk itu
menghantam sisi kiri mobil
dengan keras, tepat di bagian
tempat Bu Lasmi duduk.
Tabrakan tersebut membuat
mobil terseret beberapa meter
ke depan. Suara benturan logam
dan kaca pecah terdengar
memekakkan telinga, membuat
warga sekitar terkejut dan
berteriak histeris.
Suasana pagi yang tenang di
jalanan mendadak berubah
menjadi kacau. Mobil yang
ditumpangi Bu Lasmi, Mbak
Asih, dan Pak Yanto kini
terhenti dalam kondisi cukup
mengenaskan di tengah jalan.
Bagian kiri mobil penyok parah,
kaca jendela pecah
berhamburan, dan asap tipis
mulai keluar dari kap mobil.
Sejumlah warga yang
melihat kecelakaan itu langsung
berlari mendekat. Tolong! Ada
kecelakaan! Cepat panggil
ambulans! teriak seorang pria
paruh baya dengan suara panik.
Beberapa orang lainnya segera
mengeluarkan ponsel mereka
untuk menghubungi layanan
darurat, sementara yang lain
mencoba membantu para
korban yang masih terjebak di
dalam mobil.
….
Di dalam mobil, suasana
penuh kepanikan. Pak Yanto,
yang duduk di kursi pengemudi,
berusaha membuka pintu mobil
yang sudah penyok, namun
tubuhnya terasa lemah akibat
benturan keras. Sementara itu,
Mbak Asih, yang duduk di
sebelah Bu Lasmni, mencoba
tetap tenang meski pelipisnya
terluka dan darah mengalir
pelan ke wajahnya. la
memandang ke arah Bu Lasmi
yang tampak tidak sadarkan diri.
Nyonya! nyonya Lasmi!
panggil Mbak Asih dengan suara
serak, mengguncang tubuh
majikannya yang terkulai di
kursi belakang. Namun, tidak
ada respons. Kekhawatiran
menyelimuti wajah Mbak Asih.
Salah satu warga, seorang
pria muda dengan tubuh kekar,
berhasil membuka pintu depan
mobil. Pak, tahan sebentar.
Kami akan membantu! katanya
sambil menarik tubuh Pak
Yanto keluar dari kursi
pengemudi. Pak Yanto hanya
mengangguk lemah, terlihat
masih syok dengan apa yang
baru saja terjadi.
….
Di sisi lain, beberapa warga
mencoba membuka pintu
belakang untuk mengeluarkan
Bu Lasmi dan Mbak Asih. Pintu
itu macet, tetapimereka terus
berusaha dengan alat seadanya.
Hati-hati! Jangan sampai
melukai korban lebih parah,
kata seorang pria yang tampak
lebih berpengalaman,
kemungkinan seorang mekanik
dari sekitar.
Tak lama kemudian, suara
sirine ambulans dan polisi
terdengar mendekat. Minggir!
Minggir! Berikan ruang! teriak
petugas medis saat tiba di lokasi.
Dengan cepat, mereka
memeriksa kondisi para korban
dan mulai memberikan
pertolongan pertama.
Pasien dalam kondisi kritis.
Kita harus segera membawanya
ke rumah sakit! ucap salah satu
paramedis sambil memasang
alat bantu pernapasan pada Bu
Lasmi.
Mbak Asih, meski terluka,
tetap memohon kepada petugas.
Tolong, selamatkan Nyonya
saya… Dia harus selamat.,
ucapnya dengan suara bergetar.
Petugas membawa semua
korban ke dalam ambulans dan
segera menuju rumah sakit
terdekat. Di lokasi kecelakaan,
polisi mulai mengamankan
tempat kejadian, mencatat
identitas truk yang terlibat dan
mengamankan sopir truk, serta
mengatur lalu lintas yang
sempat macet.
Di kampus, saat baru saja
memasuki ruang kelas untuk
memberikan mata kuliah, Aryo
tiba-tiba mendapatkan telepon
dari perawat neneknya. la
langsung merasa ada sesuatu
yang tidak beres. Perawat Nenek
Lasmi jarang sekali
menghubunginya, apalagi di
jam seperti ini.
….
Aryo memutuskan untuk
pamit sebentar kepada
mahasiswanya dan segera
menuju luar kelas untuk
mengangkat panggilan tersebut.
la menjawab tanpa basa-basi,
Halo, Mbak, ada apa?
Dari seberang telepon
terdengar suara gemetar
perawat itu. Tuan Aryo…
Nyonya Lasmi mengalami
kecelakaan. Sekarang beliau
sedang dibawa ke rumah sakit
Mitra Sehat, kata Mbak Asih
terbata-bata.
Aryo tertegun sejenak,
mencoba mencerna apa yang
baru saja didengarnya. Apa?
Bagaimana bisa? Baiklah, Mbak,
aku akan segera ke sana. Tolong
terus kabari aku tentang kondisi
Nenek.
Setelah menutup telepon,
Aryo kembali masuk ke dalam
kelas. Ia berdiri di depan para
mahasiswa dan berkata, Maaf,
saya harus pergi karena ada
urusan mendesak. Kuliah hari
ini diliburkan. Mohon
pengertiannya.
Tanpa membuang waktu,
Aryo mengajak Kinan, untuk
ikut bersamanya. Di dalam
mobil, suasana terasa tegang.
Baru setelah mobil melaju,
Kinan memberanikan diri
bertanya, Ada apa, Mas? Apa
yang terjadi? Mas Aryo
kelihatan cemas.
….
Aryo menjawab cepat tanpa
menoleh, pandangannya lurus
ke jalan. Nenek kecelakaan,
Kinan. Sekarang dia di rumah
sakit. Kondisinya kritis.
Kinan terkejut mendengar
kabar itu. Astagfirullah..,
ucapnya lirih. la ingin bertanya
lebih banyak, tetapi melihat
wajah Aryo yang penuh
kekhawatiran, Kinan memilih
diam. Ia hanya bisa berdoa
dalam hati agar semuanya
baik-baik saja.
Sepanjang perjalanan, Aryo
terus memacu mobilnya dengan
pikiran yang penuh
kekhawatiran, berharap ia bisa
segera tiba di rumah sakit.
Aryo melajukan mobilnya
dengan kecepatan tinggi menuju
Rumah Sakit Mitra Sehat.
Wajahnya tegang, tatapannya
lurus ke depan, seakan enggan
kehilangan waktu barang
sedetik pun. Di sampingnya,
Kinan duduk diam, sesekali
melirik Aryo dengan khawatir,
tetapi memilih untuk tidak
mengganggu fokus suaminya.
Semoga tidak terjadi
apa-apa pada Nenek,gumam
Aryo pelan, hampir seperti
berbicara pada dirinya sendiri.
Kinan hanya mengangguk
kecil sambil memanjatkan doa
dalam hati. Ia tahu, Bu Lasmi
adalah sosok yang sangat berarti
bagi Aryo, dan kecelakaan ini
pasti mengguncang hati
suaminya.
….
Setibanya di rumah sakit,
Aryo langsung memarkir mobil
di dekat area pintu masuk
darurat. Ia segera turun dan
berlari menuju ruang gawat
darurat, diikuti oleh Kinan.
Di depan ruang IGD, Aryo
melihat Mbak Asih berdiri
dengan wajah pucat dan mata
sembab, serta terdapat perban di
dahi dan lengannya. Ketika
melihat Aryo datang, Mbak Asih
segera mendekat. Tuan Aryo…
nyonya Lasmi masih belum
sadarkan diri. Kondisinya cukup
serius, tapi dokter bilang
mereka akan melakukan yang
terbaik, ucap Mbak Asih sambil
menahan isak tangis.
Aryo mencoba tetap tenang
meski hatinya kacau. Terima
kasih, Mbak Asih. Tolong
ceritakan, bagaimana
kecelakaan ini bisa terjadi?
tanyanya dengan suara bergetar.
Mbak Asih menghela napas
panjang sebelum menjawab.
Pak Yanto tiba-tiba merasa
mengantuk saat mengemudi,
padahal sebelumnya dia tidak
menunjukkan tanda-tanda
kelelahan. Saat memutar balik
mobil, tiba-tiba ada truk yang
melaju kencang dari arah
berlawanan dan menabrak sisi
kiri mobil. Nyonya Lasmi
terkena benturan yang cukup
keras… suara Mbak Asih
semakin lirih.
Kinan yang berdiri di
samping Aryo ikut terkejut
mendengar penjelasan itu. Apa
mbak Asih dan pak Yanto
baik-baik saja? tanya Kinan
dengan nada cemas.
Pak Yanto mengalami
patah dilengannya dan saya
hanya mengalami luka ringan,
tetapi Nyonya Lasmi… dia yang
paling parah. Dokter bilang ada
cedera di kepala dan tulang
rusuknya, jawab Mbak Asih, air
matanya mulai mengalir lagi.
….
Aryo mengepalkan
tangannya, mencoba menahan
rasa marah dan cemas yang
bercampur aduk dalam dirinya.
Aku harus menemui dokter.
Tunggu di sini, ucap Aryo tegas
sebelum melangkah cepat
menuju ruang dokter.
Kinan mengangguk kepada
Aryo dengan lembut sebelum
dia pergi. Iya mas, ucap Kinan
dengan suara lembut. Aryo
menoleh sekilas, tanpa berkata
apa-apa, lalu melanjutkan
langkahnya.
Di dalam hatinya, Aryo
merasa ada yang tidak beres
dengan kejadian ini. Pak Yanto
tiba-tiba mengantuk? Ini tidak
masuk akal…Aku mengenal pak
Yanto bertahun-tahun. Dia
bukan orang yang teledor dalam
bekerja, pikirnya. Namun,
untuk saat ini, fokus utamanya
adalah memastikan
keselamatan neneknya yang
sedang berjuang antara hidup
dan mati.
Setelah menendengar
penjelasan Dokter mengenai
kondisi neneknya, Aryo masih
merasa ada sesuatu yang
mengganjal dalam pikirannya.
Apalagi setelah peristiwa yang
terjadi beberapa waktu
belakangan ini. la segera
mencari Pak Yanto, yangjuga
sedang dirawat di IGD. Ketika
Aryo tiba, ia melihat Pak Yanto
sedang berbaring dengan wajah
pucat dan tampak lengan
kanannya di gips.
…
Pak Yanto, bisa kita bicara
sebentar? tanya Aryo seraya
duduk di hadapannya.
Pak Yanto menatap Aryo
dengan sorot mata penuh rasa
bersalah. Silakan, Tuan Aryo.
Sebelumnya, saya mohon maaf
sebesar-besarnya. Karena
keteledoran saya, kecelakaan ini
sampai terjadi, ucapnya dengan
nada penuh penyesalan.
Aryo menarik napas dalam,
berusaha tetap tenang. Bisa
Bapak ceritakan apa yang
sebenarnya terjadi sampai
kecelakaan itu bisa terjadi?
tanyanya serius.
Pak Yanto menghela napas
panjang sebelum memulai
ceritanya. Seperti biasa, pagi
tadi saya mengantar Bu Lasmi
ke rumah sakit untuk check-up
kesehatan. Namun, baru sekitar
15 menit perjalanan, tiba-tiba
saya merasa sangat mengantuk.
Rasanya berat sekali, seperti
tidak bisa saya tahan, padahal
sebelumnya saya tidak pernah
seperti ini.
Aryo mendengarkan
dengan cermat.Apa tadi malam
Bapak begadang? tanyanya
mencoba menggali lebih dalam.
Tidak, Tuan, jawab Pak
Yanto tegas.
Kalau begitu, apa Bapak
makan atau minum sesuatu
beberapa menit sebelum
berangkat? Minum obat
mungkin yang bisa
mengakibatkan mengantuk,
tanya Aryo mendesak.
….
Pak Yanto terlihat berpikir
sejenak. Saya tidak
mengkonsumsi obat apapun
tuan. Seperti biasa, saya pagi ini
hanya minum teh panas. Tapi,
memang hari ini agak berbeda
dari hari biasanya. Doni, satpam
di rumah, tiba-tiba
membuatkan teh untuk saya.
Biasanya dia tidak pernah
melakukannya, karena kami
memang tidak terlalu dekat.
Doni bilang kalau dia sekalian
membuat untuk dirinya sendiri.
Aryo mencatat informasi itu
dalam pikirannya, tapi ia tetap
menyembunyikan
kekhawatirannya. Lalu,
bagaimana dengan truk yang
menabrak mobil nenek? Apakah
ada hal yang janggal menurut
Bapak?
Pak Yanto terdiam beberapa
saat, seperti mengingat-ingat.
Sebenarnya, ada satu hal aneh.
Truk itu awalnya berjalan pelan
dan masih cukup jauh dari
posisi mobil kami. Makanya,
saya merasa aman untuk
memotong jalan. Tapi, entah
kenapa, tiba-tiba truk itu
mempercepat lajunya dengan
kecepatan tinggi. Saya tidak
punya waktu untuk
menghindar, dan tabrakan itu
pun tidak terelakkan,
Wajah Aryo semakin serius
mendengar penjelasan itu. Ada
terlalu banyak kejanggalan-
dari teh buatan Doni hingga
perilaku truk yang tiba-tiba
berubah. Dalam hati, Aryo
bertekad untuk menyelidiki
kejadian ini lebih dalam. Ada
sesuatu yang tidak beres, dan ia
harus memastikan apa yang
sebenarnya sedang terjadi.
Setelah mendengar
penjelasan dari Pak Yanto, Aryo
merasa ada terlalu banyak
kejanggalan. Ia segera
menghubungi Joni, yang bisa
diandalkan dalam situasi seperti
ini. Jon, aku butuh bantuanmu.
Nenekku mengalami
kecelakaan dijalan Thamrin.
Cari saksi disekitar kejadian,
dan temui sopir truk yang
menabrak nenekku dan cari
tahu, apa yang sebenarnya
terjadi. Aku merasa ada yang
aneh, ucap Aryo dengan nada
tegas di telepon. Joni segera
melakukan perintah
majikannya itu.
….
Selesai berbicara dengan
Joni, Aryo kembali ke ruang
IGD, tempat Kinan dan Mbak
Asih menunggui neneknya. Saat
sampai di sana, Aryo melihat
kedua orang tuanya, Bu Kartika
dan Pak Bambang, baru saja tiba.
Mereka masih mengenakan
pakaian pesta, terlihat
tergesa-gesa karena langsung
menuju rumah sakit setelah
mendengar kabar kecelakaan
tersebut.
Pak Bambang segera
mendekati Aryo dengan wajah
penuh kekhawatiran.
Bagaimana kondisi nenek, Yo?
Kata Kinan, kamu baru saja
bicara dengan dokter.
Aryo menelan ludah, lalu
menjawab dengan nada sedih.
Kondisi Nenek Lasmi masih
kritis, Pak. Benturannya cukup
keras. Dokter bilang kondisinya
masih lemah, jadi kita harus
menunggu perkembangan lebih
lanjut.
Aryo menundukkan
kepalanya, mencoba
menenangkan diri dari rasa
sedih dan kalut. Namun, saat ia
menatapibunya tanpa sengaja,
ekor matanya menangkap
sesuatu yang membuatnya
terkejutseulas senyum tipis di
wajah ibunya, saat mendengar
kabar kondisi Nenek Lasmi yang
kritis.
Aryo tercekat. Apa aku salah
lihat? pikirnya dalam hati.
….
Senyum itu begitu cepat, seperti
bayangan, tetapi cukup nyata
untuk membuat Aryo
terguncang. Meskipun sangat
tipis, nyaris seperti garis di tisu,
Aryo tahu matanya terlalu jeli
dalam mengamati sesuatu.
la berusaha menenangkan
pikirannya, mencoba mencari
alasan lain untuk apa yang baru
saja ia lihat. Mungkin hanya
refleks… atau mungkin aku
terlalu lelah… Namun, perasaan
janggal itu tidak bisa hilang. Ada
sesuatu dalam senyum ibunya
yang membuat Aryo merasa
tidak nyaman.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts