Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART32)

Posted on June 4, 2025 By admin

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART32)

Isi Postingan:

TERDIAM DALAM TAKDIR PART32

…Ceritadewasa…

.

.

.

Aku masih terus menatap wajah

yang mulai sendu itu dengan perasaan

haru. Tanpa ia berkata pun aku tahu

apa yang ia rasakan saat ini.

Mas Arman beralih mengambil

roti dari tanganku, lantas ia

memakannya sendiri. Usai

menghabiskan sepotong roti bakar itu,

lanjut pria yang terlihat lelah itu pun

meraih cangkir kopi dan

meminumnya.

Setelah menyeruput kopi yang

masih mengepul itu, kembali ia

meletakkannya di atas meja. Lantas

matanya kembali menatapku. Apa

yang inginkau sampaikan, katakanlah.

.

.

.

Mama akan mencabut gugatan

terhadap mbak Sari, tapi dengan

syarat … Aku menjeda. Rasanya tak

sanggup untuk melanjutkannya.

Namun, masalah ini tidak akan pernah

selesai jika tak secepatnya dicari jalan

keluarnya. Maka dari itu aku mengajak

pria yang sudah empat tahun menjadi

suamiku itu bicara empat mata.

Mama, ingin kita bercerai.

Dengan ragu-ragu aku mengucapkan

kata laknat itu.

Kalau begitu,lakukanlah apa yang

di inginkan ibumu! sahut mas Arman,

begitu ringan tanpa beban.

Aku menatapnya penuh tanya.

Apa yang ada dipikirannya saat ini.

Aku pikir mas Arman akan menentang

dan menolak syarat dari mama.

Kemudian mengajakku berdiskusi

untuk mencari solusi terbaik, tanpa

harus bercerai. Namun, ternyata di

Juar dugaan ia menyetujuinya. Ada apa

dengannya?

…

Mas, apa yang kamu katakan,

kamu menyetujui syarat dari mama?

Mungkin ini yang terbaik untuk

kita,

Terbaik bagaimana? Justru aku

menderita, Mas.

Jika harus jauh dari kamu dan

Sila! aku mulai tersulut emosi.

Lantas kamu mau kita seperti

apa? terus bersama? katanya dengan

nada tinggi. Tidak mungkin kita

bersama, kita itu berbeda, aku pria

miskin dengan segudang kekurangan

yang tak pernah bisa membahagiakan

istri dan anakku sendiri.

Mas, aku tidak peduli dengan

keadaanmu. Buktinya selama ini aku

bisa hidup bersamamu dan aku

bahagia.

Itu dulu!

Apa bedanya, Mas?

Kau mampu bertahan karena

dendammu terhadap Mbak Sari, tapi

setelah dendammu terbalas aku justru

tidak yakin, kau akan bertahan

denganku.

Mas, kamu salah paham. Kuakui

dulu memang aku sempat berpikir

ingin membalas dendam, membuat

Mbak Sari menyesal karena telah

memperlakukan mendiang kedua

orang tuaku dulu dengan tidak adil.

.

.

.

Namun, dari waktu ke waktu aku

belajar ikhlas darimu. Dan akhirnya

aku sadar tak ada gunanya jika terus

memelihara rasa dendam yang tidak

akan menghasilkan apa-apa. Suaraku

mulai bergetar, menahan lsak.

Mas Arman terdiam, lantas

kembali ia menyeruput kopinya yang

tinggal setengah itu. Lantas kusentuh

jemarinya yang bebas di atas meja.

Pulanglah, kita akan tetap

berpisah. Mas Arman menarik

jemarinya dariku. Kemudian berdiri

dan meninggalkanku yang masih

duduk terpaku dengan perasaan

pedih. Kutelungkupkan kepala ini di

atas meja dan menangis tersedu.

 

..

Aku melangkah gontai masuk ke

dalam rumah yang hanya tersisa

puing-puing yang telah hangus

terbakar sejak sebulan lalu.

Ingatanku jauh menerawang

kembali pada kenangan saat keluarga

kecilku hidup bahagia di sini walau

serba kekurangan. Tawa riang Sila,

suara merdu mas Arman saat

melantunkan ayat suci Al Quran tiap

pagi dan petang masih terdengar

nyata di telingaku. Inilah

kebahagiaanku.

Aku tak akan menyerah, aku

bertekad untuk terus

memperjuangkan pernikahanku, apa

pun yang terjadi, karena bagiku mas

Arman dan Sila adalah kebahagiaanku

yang Allah titipkan.

…

Bu Lilis?panggil seseorang dari

belakang tempatku berdiri.

Aku menoleh pada sumber suara,

ternyata tetanggaku Bu Odah yang

berdiri menjulang menatap ke arahku

sembari membawa bungkusan besar

di tangannya.

Bu Lilis, lama enggak bertemu,

gimana kabarnya? tanyanya.

Aku tersenyum melangkah keluar

dari rumah lamaku ini yang tinggal

abu itu dan menghampirinya.

Baik Bu Odah.

Eleh-eleh, sekarang makin cantik

aja, pasti senang ya tinggal sama

mertua kaya, semua serba tercukupi,

enggak kaya dulu masih di sini

ngutang terus di warung sa …ups.

Maaf keceplosan, rentetnya sambil

menutup mulut ceplas-ceplosnya itu.

Aku hanya tersenyum

menanggapinya, orang hanya

menganggap kebahagiaan itu tak jauh

dari harta. Dulu mbak Sari mengukur

kebahagiaan keluarganya dari harta

dan Tahta, tapi sekarang apa yang ia

dapatkan kesengsaraan pada

akhirnya. Bahkan hidupnya kini lebih

mengenaskan berada di dalam jeruji

besi.

….

Oh, iya, malam sebelum

kebakaran itu, kata pak RT ada salah

satu warga kita yang sempat melihat

dua orang pria mencurigakan

memakai pakaian serba hitam,

katanya.

Apa, seseorang mencurigakan?

lya, coba deh, Bu Lilis ke rumah

Pak RT saja, untuk tahu lebih

jelasnya.

Baiklah, kalau begitu saya pergi.

Terima kasih Bu Odah.

Assalamualaikum,

Waalikummussalam.

Gegas aku beranjak menuju

rumah RT sekitar tempatku tinggal.

Aku ingin lebih tahu dengan jelas apa

yang di ceritakan Bu Odah tadi.

Apa memang ini bukan

kecelakaan, melainkan sebuah

kesengajaan, tapi siapa? Apa mbak

Sari pelakunya? Tapi tak mungkin,

saat kebakaran itu terjadi mbak Sari

sibuk dengan persiapan resepsi

pernikahan mbak Salma. Atau

mungkin dia sudah menyuruh orang

lain? Entah, mana yang benar, intinya

aku harus ke rumah pak RT semoga ia

bisa memberikan petunjuk mengenai

kebakaran rumahku.

.

.

Sampai di rumah Pak Muhsin

selaku ketua RT di kampung ini, aku di

sambut olehnya dengan baik. Pria

yang terkenal tegas dan ramah itu

mempersilakan diriku duduk dan

menikmati secangkir teh hangat serta

pisang goreng buatan istrinya.

Melihat teh hangat dan pisang

goreng, mengingatkanku pada mas

Arman. Dulu aku sering

menbuatkannya kalau dapat oleh-oleh

pisang dari mertuaku.

Mas Arman selalu memuji

masakan atau pun kudapan yang

kubuat. la memang sosok pria tak

pernah menyakiti istrinya dengan

ucapannya. Saat ingin menegur pun,

mas Arnman akan memilih kata-kata

yang sopan dan bijak.

….

Bu Lilis, ke mana saja dengan

Pak Arman? Saya tunggu enggak

nongo-nongol. Padahal ada informasi

penting yang ingin saya sampaikan,

terangnya.

lya, Pak. Saat setelah kejadian itu

ada sedikit masalah keluarga, jadi

kami tak sempat kembali lagi ke sini,

ucapku memberi alasan.

Pria dengan kudisebalnya itu

berdiri dan mengambil sesuatu di

dalam laci yang terletak tak jauh dari

tempat kami duduk.

Aku mengerutkan dahi seraya tak

mengerti dengan maksudnya

memberikanku sebuah dompet pria

berwarna hitam.

Itu identitas pelakunya yang kami

temukan di sekitar rumah Bu Lilis,

jelasnya. Lantas ia duduk kembali di

tempatnya.

Kuraih dompet yang sudah usang

itu dan membukanya, di dalam hanya

ada satu lembar fotokopi identitas

kartu penduduk.

….

Jaka?

lya, setelah diselidiki ternyata ia

adalah anak kampung sebelah.

Jawab pak Muhsin.

Sekarang di mana dia? tanyaku

penasaran tentang keberadaan anak

muda itu.

Sekarang anak itu masih

berkeliaran bebas di kampungnya.

Saya dan warga di sini tak bisa

menuntutnya karena tidak mempunyai

persetujuan dari keluarga Anda.

Katanya. Saya mencoba

menghubungi nomor Pak Arman.

Namun, tak pernah aktif dan akhirnya

kami pun sepakat untuk

memperkarakan kasus ini sampai

kalian kembali lagi ke sini.

Bu Lilis, kalau menurut saya tidak

mungkin anak itu membakar rumah

Ibu tanpa ada sebab, atau mungkin

ada yang menyuruhnya, beruntung

saat kejadian Anda sekeluarga sedang

tidak di rumah, tambahnya.

Kuhela napas kasar, benar-benar

tak menyangka jika ada seseorang

yang ingin mencelakaiku, tapi siapa?

Apa mungkin Mbak sari? tidak

mungkin, kakak iparku itu tidak akan

melakukannya. Saat ia tahu aku akan

tinggal di rumahnya saja ia begitu

marah. Jadi, tidak mungkin dia. Lantas

siapa?

…

Pak Muhsin bisa antarkan saya

ke rumah anak itu? pintaku.

Bisa Bu, kebetulan saya dan RT

kampung Mengkudu sepakat untuk

mengamankan anak itu, jika

sewaktu-waktu Pak Arman dan Bu

Lilis ingin memperkarakannya,

terangnya, lantas ia merogoh kantong

celana mengambil ponselnya dan

melakukan sebuah panggilan.

Halo, Udin kamu dan Komar

sekarang juga datang ke rumah saya,

cepat! titahnya pada seseorang di

sberang sana.

Lima menit kemudian dua orang

yang tadi di panggil oleh Pak Muhsin

itu pun akhirnya datang dengan

mengendarai sebuah motor. Lalu tak

mau membuang-buang waktu kami

pun gegas pergi menuju kampung

Mengkudu.

.

.

.

Pak Muhsin menaiki motor di

boncengi salah satu bawahannya dan

satu lagi di tugaskan untuk menjaga

rumahnya. Sementara aku

mengendarai mobilku sendiri.

Dua puluh menit kami tiba di

kampung mengkudu. Saat melihat

keadaan rumah anak bernama

Jahatiku terenyuh. Rumah yang hanya

berdinding bilik yang sudah berlubang

dimana-mana, atap bagian sisi kiri dan

kanan depan yang di ganjal dengan

beberapa kayu agar tidak roboh.

Keluarlah seorang wanita tua

menyambut kami dengan ramah. la

pun mempersilakan kami duduk di

kursi panjang dari bambu yang berada

di depan rumahnya.

Kalian siapa? tanya seseorang

tiba-tiba.

.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART33)
Next Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART31)

Related Posts

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART8) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART4) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART45) Kisah Menarik
Tetangga menggoda (part8) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART76) Kisah Menarik
Cerita dewasa dukun yg per*wani p*Sien nya Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme