Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART31)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART31)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART31

.

.

.

Sesampainya di rumah sakit

tempat neneknya dirawat, Aryo

bergegas menuju ruang UGD

untuk memastikan kondisi

neneknya. Di depan ruang

pemeriksaan, ia melihat ibunya

yang tampak cemas berdiri

sambil menunggu. Aryo segera

mendekati ibunya.

Ibu, ucap Yoga seraya

memeluk ibunya.Bagaimana

kondisi nenek, Bu? tanya Aryo

penuh kekhawatiran.

Belum tahu, Nak. Nenek

masih diperiksa dokter, jawab

Bu Kartika dengan suara lirih

sambil menahan tangis.

Memangnya nenek kenapa

tiba-tiba pingsan? tanya Aryo

lagi, penasaran.

Tadi pagi, nenek masih

sehat. Bahkan kami sempat

ngobrol setelah sarapan. Tapi

siangnya, tiba-tiba Ibu

menemukan nenekmu pingsan

di kamarnya. Ibu panik,

langsung membawanya ke

rumah sakit ini, dan segera

menghubungimu, jelas ibunya,

suaranya mulai bergetar karena

menahan tangis.

…

Kalau begitu, tenang dulu,

Bu. Mudah-mudahan nenek

tidak apa-apa, Aryo mencoba

menenangkan ibunya.

Tak lama kemudian, pintu

ruang pemeriksaan terbuka, dan

seorang dokter keluar. Aryo dan

ibunya segera menghampirinya.

Bagaimana, Dok, kondisi

nenek saya? tanya Aryo dengan

cemas.

Untungnya tidak apa-apa,

Pak. Kondisinya sekarang sudah

mulai stabil. Beliau sepertinya

hanya terlalu banyak pikiran,

sehingga tensinya sempat naik,

jawab dokter dengan tenang.

Aryo dan ibunya

mendengarkan dengan saksama.

Dokter melanjutkan, Saya

sarankan agar keluarga tidak

membiarkan beliau terlalu stres.

Usahakan menghiburnya dan

membuatnya merasa bahagia

agar tekanan darahnya tetap

stabil. Jika tekanan darahnya

naik lagi, saya khawatir bisa

berujung pada stroke.

Aryo mengangguk penuh

pengertian. Terima kasih, Dok

, ucapnya.

Dokter menambahkan,

Saat ini beliau sudah bisa

dipindahkan ke ruang rawat

inap karena kondisinya mulai

membaik. Tekanan darahnya

juga sudah turun setelah

diberikan obat tadi.

Aryo dan ibunya merasa

lega mendengar kabar tersebut.

Mereka segera mengurus

pemindahan nenek ke ruang

rawat inap, sambil berdoa agar

neneknya segera pulih

sepenuhnya.

 

Ketika Nenek Lasmi sadar di

ruang rawat inap, Aryo dan

ibunya segera menghampirinya.

Aryo duduk di sisi ranjang,

menggenggam tangan neneknya

dengan lembut.

Nenek, bagaimana rasanya

sekarang? Sudah merasa lebih

baik? tanya Aryo dengan nada

penuh perhatian.

Nenek Lasmi tersenyum

lemah, menatap Aryo dan

ibunya. Iya, Nak, nenek sudah

merasa lebih baik. Terima kasih

sudah menemani nenek,

jawabnya pelan. Namun, raut

wajahnya tampak masih

menyimpan sesuatu.

Aryo menatap neneknya

dengan lembut. Nenek tidak

perlu khawatir tentang apa pun.

Yang penting sekarang nenek

istirahat dan pulih dulu, ya.

Namun, Nenek Lasmi

menggeleng pelan dan menatap

Aryo dengan mata berkaca-kaca.

Nak, sebenarnya ada yang

nenek pikirkan. Itu yang

membuat nenek tidak tenang

selama ini.

Aryo terkejut. Apa itu, Nek?

Ceritakan saja. Aryo dan Ibu

pasti mau mendengarkan.

Nenek menarik napas

dalam-dalam sebelum berbicara.

Nenek selalu kepikiran…

kapan kamu akan punya anak.

Nenek ingin sekali melihatmu

menjadi seorang ayah sebelum

nenek pergi. Itu selalu jadi doa

nenek setiap hari.

…

Aryo dan ibunya saling

pandang, sedikit terkejut

mendengar pengakuan itu. Aryo

menggenggam tangan neneknya

lebih erat. Nenek, jangan

terlalu memikirkan itu. Aryo

dan Siska sudah berusaha.

Mungkin belum waktunya saja.

Tapi Aryo janji, kami akan terus

mencoba, dan nenek pasti akan

segera mendapatkan cucu nanti

Mendengar itu, Nenek

Lasmi tersenyum kecil, meski

air mata menetes di pipinya.

Semoga, Nak. Nenek hanya

ingin melihat keluargamu

lengkap dan bahagia. Itu impian

nenek.

Aryo mengusap tangan

neneknya dengan lembut. Aryo

janji akan mengabulkan

keinginan nenek. Tapi sekarang,

tolong jangan terlalu

memikirkan ini lagi, ya. Fokus

untuk sembuh dulu. Kami

semua sayang sama nenek.

Bu Kartika menambahkan

dengan suara lembut, Iya, Bu.

Kami semua ingin melihat Ibu

sehat selalu, jangan berfikiran

yang aneh-aneh dulu.

Lalu Nenek Lasmi

mengangguk pelan, mencoba

menghapus air matanya.

Baiklah. Nenek akan mencoba

tidak memikirkannya lagi. Tapi

nenek tetap akan berdoa untuk

kalian.

Aryo tersenyum hangat,

merasa lega melihat neneknya

sedikit lebih tenang. Kini ia tahu

apa yang mengganggu pikiran

neneknya, ia semakin bertekad

untuk menemukan Kinan dan

membuat neneknya bahagia.

 

 

Setelah berbicara sejenak

dengan neneknya dan

memastikan kondisinya

baik-baik saja. Aryo

memutuskan untuk

menghubungi istrinya, Siska. Ia

berharap, Siska bisa segera

datang menemani mereka di

rumah sakit.

Telepon tersambung, dan

suara Siska terdengar di

seberang. Hai, Mas. Ada apa?

tanyanya dengan nada santai.

Siska, Nenek masuk rumah

sakit tadi siang. Tadi sempat

pingsan di rumah, ujar Aryo,

suaranya terdengar serius dan

cemas.

Oh, ya? Gimana sekarang

keadaannya? balas Siska,

terdengar agak datar.

Sudah mulai stabil, tapi

tetap butuh pemantauan. Aku di

sini sama Ibu. Aku harap kamu

bisa datang ke rumah sakit, dan

menemani Ibu disini, kata

Aryo, mencoba menahan rasa

kecewa atas nada Siska yang

terkesan tidak peduli.

Siska terdiam sejenak

sebelum menjawab. Wah, aku

lagi sibuk banget, Mas. Ada

pemotretan yang nggak bisa aku

tinggalin sekarang. Nanti kalau

sempat, aku mampir, ya.

Aryo tertegun. Tidak

bisakah kamu meninggalkan

pekerjaanmu kali ini? Aku harus

pergi untuk mengurus sesuatu,

tapi aku tidak bisa

meninggalkan ibu dan nenek

sendiri disini, katanya dengan

nada memohon.

…

Namun, Siska hanya

menjawab dengan santai, Aku

ngerti, Mas, tapi pekerjaan ini

penting juga. Nanti kalau ada

waktu, aku pasti ke sana. Kan

sudah ada Ibu disana, lagi pula

kan banyak perawat yang bisa

dimintain tolong. Suruh aja ibu

kasih kabar, kalau ada apa-apa.

Aryo terdiam sejenak,

merasa kecewa dengan respons

istrinya. kamu benar-benar

keterlaluan Siska, tidak pernah

memperdulikanku dan

keluargaku, ucap Aryo marah.

Kenapa selalu hal itu sih,

yang kamu ungkit Mas? aku

capek tahu!! Ya sudah aku mau

pemotretan lagi, jawab Siska

singkat sebelum menutup

telepon.

Aryo menatap layar

ponselnya dengan perasaan

campur aduk. Ia selama ini

 

 

mencoba memahami kesibukan

Siska, tapi Siska tidak pernah

bisa memahami kondisinya.

Siska selalu saja egois dan lebih

mementingkan kesibukannya,

daripada keluarganya sendiri.

 

Setelah menutup telepon

dengan Siska, Aryo menghela

napas panjang. Perasaan

gelisahnya tentang Kinan, istri

mudanya, kembali menghantui.

Ia segera menghubungi Joni,

bodyguard yang selama ini

dipercaya untuk mengawasi

Kinan.

Joni, bagaimana

perkembangan pencarian

Kinan? tanya Aryo langsung

setelah panggilan tersambung.

Pak Aryo, saya sudah ke

kampus dan memeriksa CCTV

sesuai permintaan Bapak,

jawab Joni dengan nada tegas.

Tapi ada masalah, Pak. CCTV di

bagian luar kampus pada hari

nona Kinan pergi, ternyata

sedang rusak.

Aryo terdiam,

mendengarkan penjelasan Joni

dengan saksama. Rusak?

Bagaimana bisa? Bukankah baru

beberapa bulan lalu saya

memerintahkan petugas

keamanan untuk mengecek

semua CCTV dan mengganti

yang rusak?

Iya, Pak, saya juga merasa

aneh. Menurut laporan, CCTV

itu seharusnya dalam kondisi

baik setelah pengecekan

terakhir. Tapi faktanya, pada

hari kejadian, rekaman tidak

ada, jelas Joni.

….

Kecurigaan mulai mengusik

Aryo. Rasanya tidak masuk akal

kalau CCTV itu tiba-tiba rusak.

Joni, saya ingin kamu

menyelidiki lebih lanjut.

Hubungi teman-temanmu yang

lain, periksa semua

kemungkinan. Cari tahu

keberadaan Kinan secepat

mungkin.

Siap, Pak Aryo. Apa ada

instruksi lain? tanya Joni.

Iya, periksa juga setiap

keberangkatan lewat darat, laut,

maupun udara pada hari itu.

Cari data apa pun yang bisa

menjadi petunjuk. Jangan

sampai ada detail yang terlewat,

perintah Aryo dengan tegas.

Baik, Pak. Saya akan segera

bergerak dan memberi kabar

kalau ada perkembangan, kata

Joni, memastikan bahwa ia

memahami perintah Aryo.

Setelah menutup telepon,

Aryo duduk sambil memijat

pelipisnya. Ia merasa ada

sesuatu yang janggal,seolah-olah ada pihak lain yang

terlibat dalam hilangnya Kinan.

Namun, ia tidak bisa

terburu-buru mengambil

kesimpulan. Dalam benaknya,

hanya ada satu tujuan

menemukan Kinan, apa pun

yang terjadi.

 

Di rumah barunya yang

sederhana, Kinan duduk di

ruang tamu bersama ibunya, Bu

Yati. Mereka tengah berdiskusi

tentang rencana ke depan

setelah memulai hidup baru di

tempat itu. Di sudut ruangan,

Dimas, adik Kinan, sedang asyik

membaca buku, tampak puas

karena berhasil mendapatkan

sekolah baru berkat prestasinya

di sekolah sebelumnya.

Bu, kita ke depannya mau

gimana? tanya Kinan sambil

memandang ibunya dengan

penuh harap. Uang yang Mbak

Siska kasih lumayan banyak.

Kinan pikir, uang itu bisa jadi

modal buat kita. Ibu mau jualan

lagi, atau kita coba usaha lain?

Bu Yati tersenyum lembut.

Ibu sih menurut aja, Nduk. Tapi

kalau boleh saran, lebih baik ibu

jualan lagi, seperti dulu. Jualan

nasi uduk, nasi pecel, sama

gorengan. Itu kan lumayan,

Nduk, bisa buat makan

sehari-hari. Apalagi, daerah

rumah ini lumayan ramai dan

masih jarang penjual makanan.

Kinan mengangguk setuju.

Iya, Bu. Kinan juga berpikir

seperti itu. Kalau ibu mau jualan

lagi, akan aku dukung. Nanti

aku bantu-bantu juga, Bu.

..

Sekalian, aku coba cari kerjaan

di toko atau rumah makan.

Paling enggak, aku bisa bantu

bayar uang sekolah Dimas.

Bu Yati menggeleng pelan,

wajahnya tampak khawatir.

Enggak usah, Nduk. Kamu kan

sedang hamil muda. Kamu itu

harus banyak istirahat. Jangan

terlalu capek, Ibu takut kamu

kenapa-napa.

Kinan tersenyum

menenangkan. Enggak apa-apa

kok, Bu. Insya Allah aku sehat,

kandungan Kinan juga enggak

rewel. Lagipula, aku enggak

bakal ngoyo. Cuma kerja

ringan-ringan aja, yang penting

bisa bantu ibu.

Bu Yati masih ragu, tapi ia

tahu Kinan keras kepala. Ya

sudah, Nduk. Tapi kamu harus

hati-hati, ya. Kalau merasa

capek, langsung istirahat aja.

Jangan terlalu memaksakan diri

 

Iya, Bu. Kinan janji bakal

jaga kesehatan, balas Kinan

sambil menggenggam tangan

ibunya.

Diskusi itu selesai dengan

kesepakatan bahwa mereka

akan memulai usaha

kecil-kecilan lagi. Sambil

menunggu waktu yang tepat,

Kinan akan tetap membantu

sebisanya tanpa mengabaikan

kondisi kesehatannya. Bu Yati

pun merasa lega meski sedikit

khawatir, karena ia tahu bahwa

mereka saling mendukung satu

sama lain dalam membangun

hidup baru.

 

..

Pagi itu, sesuai rencana,

Kinan memulai usahanya

mencari pekerjaan di sekitar

tempat tinggal barunya. Dengan

harapan besar, ia naik ojek

menuju sebuah kafe kecil yang

letaknya tak terlalu jauh. Kinan

mengetahui kafe tersebut

membuka lowongan kerja

setelah melihat postingan di

media sosial beberapa hari

sebelumnya.

Sesampainya di kafe, Kinandisambut oleh seorang waitress

yang tengah sibuk melayani

pelanggan. Dengan ramah,

Kinan bertanya, Permisi, Mbak.

Saya melihat ada lowongan

pekerjaan di sini. Apa masih

tersedia?

Kasir tersebut tersenyum

dan menjawab, Oh, iya,kak.

Masih tersedia. Sebentar ya,

saya bilang sama bos saya dulu,

pegawai itu pun segera

menemui pemilik Cafe tersebut.

Setelah mendapatkan izin

dari pemilik Cafe, Kinan pun

lalu diantar oleh pegawai

tersebut, menuju sebuah

ruangan kecil di sudut kafe. Ini

ruangannya, kak. Silakan

masuk, kata kasir sebelum

kembali ke tempatnya.

Kinan mengetuk pintu

dengan sopan. Silakan masuk,

terdengar suara seorang wanita

dari dalam. Kinan membuka

pintu dan melangkah masuk,

menyapa dengan senyum

hangat.

Selamat pagi, Bu. Saya

Kinan, kemarin saya melihat

lowongan pekerjaan sebagai

kasir di sini, dan ingin melamar

, ucap Kinan dengan suara

ramah.

Bu Susi, seorang wanita

paruh baya dengan raut wajah

ramah, mempersilakan Kinan

duduk. Setelah beberapa

pertanyaan sederhana selama

proses wawancara, Bu Susi

tersenyum puas. Kamu

sepertinya anak yang baik dan

jujur, Kinan. Saya rasa kamu

cocok bekerja di sini. Mulai

besok pagi, kamu bisa langsung

mulai.

Mendengar itu, Kinan

merasa sangat lega. Terima

kasih banyak, Bu Susi. Saya

akan bekerja sebaik mungkin,

kata kinan penuh semangat.

Bu Susi mengangguk.

Bagus. Kami di sini seperti

keluarga. Kalau ada apa-apa,

jangan ragu untuk bicara.

…

Setelah selesai, Kinan

keluar dari ruangan dengan hati

penuh rasa syukur. Ia merasa

satu langkah lebih dekat untuk

membantu ibunya dan

memastikan masa depan

keluarganya. Kini, ia bersiap

menyambut hari pertamanya

bekerja di kafe tersebut

keesokan paginya.

 

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: JANGAN OM (PART32)
Next Post: JANGAN OM (PART30)

Related Posts

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART46) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART16) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART50) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART6) Kisah Menarik
Tetangga menggoda ( part3 ) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART40) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme