JANGAN OM (PART32)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART32
.
.
.
Aryo duduk dengan tatapan
tajam di ruangan kerjanya.
Sudah seminggu ini anak
buahnya dikerahkan untuk
mencari informasi tentang
keberadaan Kinan, namun
hasilnya nihil. Jalan buntu
selalu menghadang di setiap
usaha mereka.
Bagaimana? Apa kalian
sudah menemukan sesuatu?
tanya Aryo dengan nada tegas
kepada salah satu anak buahnya
yang berdiri di depannya.
Pria itu menundukkan
kepala, sedikit ragu sebelum
menjawab. Maafkan kami, Bos.
Kami mengalami kesulitan kali
ini. Sepertinya ada seseorang
yang sengaja membantu Nona
Kinan pergi. Kami sudah
memeriksa CCTV di selkitar
kampus, terminal, bandara, dan
pelabuhan, tapi rekaman di
tempat-tempat itu pada hari
kepergian Nona Kinan
tampaknya dihapus. Bahkan,
beberapa rekaman hilang begitu
saja.
…
Aryo mengerutkan
keningnya. Jelas ada sesuatu
yang tidak beres. Ia tahu Kinan
tidak mungkin melakukan
semua itu sendirian. Kinan
terlalu polos dan tidak memiliki
koneksi atau kemampuan untuk
menyusun rencana seperti ini.
Kalau begitu, siapa yang
membantu dia? gumamnya
pelan, tapi cukup keras untuk
didengar anak buahnya. Ia
menggigit bibirnya, mencoba
menganalisis kemungkinan.
Wajahnya semalkin tegang.
Pria di depannya
memberanikan diri untuk
melanjutkan. Kami menduga
ada seseorang yang sengaja
menghapus rekaman CCTV dan
memalsukan identitas keluarga
Nona Kinan saat proses
keberangkatan. Tapi kami
belum tahu siapa.
Aryo berdiri dari kursinya,
berjalan perlahan ke arah
jendela. Tangannya mengepal,
tatapannya tajam menerawang
ke kejauhan. Terus cari. Aku
tidak peduli berapa lama waktu
yang dibutuhkan atau apa yang
harus kalian lakukan. Aku harus
menemukan keberadaan Kinan.
Temukan dia. Secepatnya.
Baik, Bos, jawab anak
buahnya sambil menunduk, lalu
bergegas meninggalkan
ruangan.
…
Di balik wajah tenangnya,
Aryo tahu ini bukan sekadar
pelarian biasa. Ada sesuatu-
atau seseorang yang sengaja
menutupi jejak Kinan. Dan dia
tidak akan berhenti sampai
menemukan jawabannya.
Hari ini, Aryo memutuskan
untuk pergi ke vila. Setelah
memastikan kondisi Nenek
Lasmi sudah membaik dan bisa
beristirahat di rumah, ia merasa
butuh waktu untuk merenung.
Sudah lebih dari seminggu sejak
Kinan pergi, dan vila ituyang
dulu terasa hangat dengan
keberadaan Kinan-kini hanya
menyisakan kehampaan.
Setibanya di vila, Aryo
melangkah masuk dengan hati
yang berat. Kakinya otomatis
menuju kamar Kinan, kamar
yang dulu penuh dengan tawa
dan senyum lembutnya. Saat
membuka pintu, suasana dingin
langsung menyergap, membuat
hatinya semakin terasa kosong.
Aryo melangkah perlahan ke
arah ranjang dan merebahkan
dirinya di atas kasur. Harum
khas Kinan masih tertinggal di
sana, membangkitkan
kenangan-kenangan indah yang
ia coba abaikan.
Aryo memejamkan
matanya, mencoba meresapi
aroma itu. Rasa rindunya begitu
menyakitkan, lebih dari yang
pernah ia bayangkan. Ia tahu
sekarang hatinya telah berlabuh
pada Kinan, meskipun ia
terlambat menyadarinya.
Dalam keheningan itu, ia
berbisik lirih, Di mana kamu
sekarang, Kinan? Aku
merindukanmu.
Setelah beberapa saat, Aryo
membuka matanya dan
mengalihkan perhatian ke laci
meja samping ranjang. Ia tahu
di sana ada foto Kinan yang dulu
ia simpan. Namun, saat
membuka laci, matanya malah
tertumbuk pada dua buah
tespek yang terselip di
dalamnya. Aryo tertegun.
Tespek? Punya siapa ini?
tanyanya dalam hati, bingung.
Dengan tangan gemetar, ia
mengambil benda itu dan
memperhatikannya lebih dekat.
Dua garis merah terlihat jelas di
sana, membuat jantung Aryo
berdetak kencang. Ia membeku
sejenak, otaknya mencoba
mencerna apa yang baru saja ia
lihat.
Tidak mungkin… Apakah
Kinan hamil? bisiknya lirih,
hampir tidak percaya. Rasa
terkejut bercampur dengan
berbagai emosi lain memenuhi
hatinya. Jika benar Kinan hamil,
kenapa ia tidak pernah
mengatakan apa pun? Dan yang
lebih penting, di mana Kinan
sekarang? Bagaimana
kondisinya saat ini?
Aryo duduk terpaku di
ranjang, menggenggam tespek
itu erat. Pertanyaan-pertanyaan
tak berjawab membanjiri
pikirannya, menambah rasa
penyesalan yang kian
mendalam. Satu hal yang ia tahu
pasti ia harus mnenemukan
Kinan. Apa pun yang terjadi, ia
tidak akan menyerah sampai
tahu keberadaannya.
Aryo turun ke lantai bawah
dengan langkah tergesa,
pikirannya kalut oleh berbagai
pertanyaan yang tidak kunjung
mendapatkan jawaban. Di
dapur, ia menemukan Mbok
Sumi sedang membersihkan
meja. Tanpa banyak basa-basi,
Aryo langsung mengeluarkan
dua tespek yang ia temukan di
kamar Kinan dan
menunjukkannya kepada Mbok
Sumi.
…
Mbok, apakah Kinan
hamil? tanya Aryo, suaranya
tegas namun menyimpan nada
gelisah.
Mbok Sumi terkejut melihat
tespek yang dibawa oleh Aryo.
la menatap benda itu sejenak
sebelum kembali menatap
tuannya. Mbok nggak tahu,
Tuan. Tuan Aryo dapat tespek
ini darimana? tanyanya,
bingung.
Dari laci kamarnya Kinan,
Mbok. Apa Kinan tidak pernah
menceritakan sesuatu kepada
Mbok? Aryo menatap Mbok
Sumi dengan penuh harap,
berharap ada penjelasan yang
bisa meredakan keresahannya.
Mbok Sumi menggeleng
pelan, wajahnya ikut
mencerminkan kekhawatiran.
Enggak, Tuan. Kinan nggak
pernah cerita apa-apa ke Mbok
kalau dia hamil. Mbok juga baru
tahu sekarang.
Aryo mengusap wajahnya
dengan kasar, frustrasi.
Bagaimana kalau Kinan
benar-benar hamil, Mbok?
Sekarang bahkan aku belum
tahu di mana dia. Bagaimana
kondisinya sekarang? Apa dia
baik-baik saja? ucap Aryo
dengan nada yang semakin
sedih.
Mbok Sumi menghela napas
berat, ikut merasakan
kegelisahan Aryo. Mbok juga
sangat khawatir dengan
keadaan Nona Kinan, Tuan.
Mudah-mudahan Nona Kinan
segera ditemukan, ya.
Aryo mengangguk pelan.
Aku nggak bisa hanya diam,
Mbok. Aku akan menemui
temanku yang seorang polisi.
Mungkin dia bisa membantu
mempercepat pencarian Kinan.
Semakin banyak yang
membantu, semakin besar
kemungkinan kita
menemukannya.
….
Setelah berpamitan dengan
Mbok Sumi, Aryo segera keluar
dari vila. Di dalam hatinya, ia
bertekad untuk menemukan
Kinan bagaimanapun caranya.
Jika benar Kinan sedang
mengandung, ia tahu ia
memiliki tanggung jawab besar
yang harus ia pikul. Kini, yang
ia inginkan hanyalah
memastikan Kinan dan calon
anak mereka berada dalam
keadaan amar
Ditempat lain, Kinan
memulai harinya dengan
semangat. Ia berangkat kerja ke
kafe tempatnya bekerja sebagai
kasir. Sesampainya di sana,
Kinan langsung bersiap di
belakang meja kasir, menyapa
pelanggan dengan senyum
ramah. Tidak lama kemudian,
suasana kafe mulai ramai.
Banyak pelanggan, terutama
mahasiswa dari kampus dekat
kafe, datang untuk sarapan.
Dengan harga yang terjangkau
dan suasana tempat yang
nyaman, kafe ini memang
menjadi favorit banyak orang.
Hari berlalu cepat, dan sore
pun tiba. Setelah menyelesaikan
pekerjaannya, Kinan bersiap
pulang. la berjalan keluar dari
kafe, menuju tempat biasa ia
mencari ojek. Namun, tiba-tiba
ada seorang penjambret yang
mendekat dan merebut tasnya.
Jambret! Tolong! teriak
Kinan panik, mencoba mengejar
tapi langkahnya terhenti.
…
Seorang pria yang kebetulan
melintas dengan sepeda motor
mendengar teriakannya. Tanpa
berpikir panjang, pria itu segera
mengejar penjambret tersebut.
Kejar-kejaran terjadi, dan
berkat keberaniannya, pria itu
berhasil merebut kembali tas
Kinan. la segera kembali dan
menyerahkan tas itu kepada
Kinan.
Ini tasnya, Mbak, katanya
sambil menyerahkan tas itu.
Kinan menerima tas itu
dengan wajah lega. Iya, Mas.
Makasih banget ya. Kalau Mas
nggak ada, entah bagaimana
jadinya, ujar Kinan tulus.
Sama-sama, Mbak.
Mbaknya kerja di Kafe
Harmony, ya? tanya pria itu,
sambil memperhatikan wajah
Kinan.
Kinan mengangguk. Iya,
Mas. Saya Kinan, kebetulan
kerja sebagai kasir di sana,
jawabnya, memperkenalkan
diri.
Perkenalkan, aku Gusti,
kata pria itu sambil tersenyum.
Aku juga pelanggan di Kafe
Harmony. Lain kali hati-hati ya,
Mbak. Daerah sini memang
rawan jambret.
Iya, Mas Gusti. Sekali lagi
terima kasih banyak, ucap
Kinan dengan penuh rasa
syukur.
Gusti hanya mengangguk
sambil tersenyum. Sama-sama,
Mbak Kinan. Jaga diri ya,
katanya sebelum melanjutkan
perjalanannya.
Kinan menatap
kepergiannya dengan senyum
kecil. Hari yang awalnya biasa
saja berubah menjadi penuh
kejadian tak terduga. Namun, ia
merasa bersyukur bertemu
seseorang seperti Gusti yang
mau membantunya tanpa
pamrih.
..
Sesampainya di rumah,
Kinan langsung menceritakan
kejadian penjambretan yang
dialaminya kepada Bu Yati.
Sang ibu mendengarkannya
dengan wajah cemas.
Ya Allah, Nduk, kamu
nggak apa-apa, kan? tanya Bu
Yati, suaranya penuh
kekhawatiran.
Kinan tersenyum tipis,
mencoba menenangkan ibunya.
Nggak apa-apa, Bu. Kinan
baik-baik saja. Alhamdulillah
tadi ada orang baik yang
nolongin Kinan, jadi tas Kinan
nggak jadi dijambret.
Bu Yati menghela napas
lega. Syukurlah, Nduk. Tapi
lain kali hati-hati, ya. Makanya
Ibu itu nggak terlalu suka kamu
kerja jauh-jauh. Ibu khawatir.
Kalau cuma tasmu yang diambil
sih masih mending, tapi kalau
sampai ada yang mencelakai
kamu bagaimana? Apalagi kamu
sedang hamil, katanya sambil
mengusap tangan Kinan dengan
lembut.
Kinan tersenyum dan
memeluk ibunya. Insya Allah,
Bu, Kinan hati-hati kok. Doain
aja ya, Bu, supaya kerjaan Kinan
lancar terus.
Bu Yati mengangguk, tapi
raut khawatirnya belum
sepenuhnya hilang. Nduk,
kamu kan masih punya
tabungan dari uang yang Mbak
Siska kasih waktu itu. Gimana
kalau kamu pakai uang itu buat
beli motor aja? Jadi kamu nggak
perlu repot-repot naik ojek. Ojek
sekarang kan susah dicari,
belum lagi kalau
dihitung-hitung malah jadi
boros.
Kinan terdiam, memikirkan
usulan ibunya. Memang selama
ini ia cukup kesulitan mencari
ojek, terutama di jam-jam sibuk,
dan biayanya juga lumayan
menguras kantong.
Iya juga ya, Bu. Sepertinya
memang lebih baik kalau Kinan
punya motor sendiri. Besok pas
Kinan libur, Kinan coba cari
motoryang murah-murah buat
kerja, jawab Kinan akhirnya.
Bu Yati tersenyum lega. Iya
Nduk. Yang penting kamu tetap
hati-hati ya, apalagi sekarang
kamu nggak sendirian, ada
calon cucu Ibu juga.
Kinan tersenyum
mendengar kata-kata ibunya. Ia
merasa bersyukur memiliki ibu
yang begitu peduli dan selalu
memberikan solusi terbaik
untuknya. Di dalam hati, dia
berjanji akan lebih berhati-hati
demi dirinya dan calon buah
hatinya.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts