Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART54)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART54)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART54

…

..

.

Setelah mendapatkan aduan

dari Siska terkait masalahnya

dengan Aryo, Pak Heri Pradipta

pun memutuskan untuk

bertemu dengan Bu Kartika, Ibu

dari Aryo. Heri Pradipta

melangkahkan kakinya dengan

mantap menuju ruang VIP di

sebuah kafe. Ia telah memesan

ruangan tersebut, tempat yang

sering digunakan untuk urusan

bisnis dan rapat penting.

Namun, kali ini, bukan urusan

bisnis yang membawanya ke

sana, melainkan persoalan

keluarga.

Tak lama berselang, Kartika,

atau yang akrab disapa dengan

nama Tika itu pun muncul di

ambang pintu. la tersenyum

ramah ke arah Heri, seolah

menyembunyikan beban yang

sama-sama mereka tahu sedang

menggantung di udara.

Bagaimana kabarmu? sapa

Heri sambil tersenyum tipis,

menatap wanita itu dengan

pandangan penuh arti.

Aku baik, Mas. Bagaimana

denganmu? balas Kartika,

duduk di kursi di hadapan Heri.

Ya, seperti yang kamu lihat.

Aku bailk, jawab Heri santai,

meski suaranya terdengar lebih

berat dari biasanya.

…

la mnenarik

napas dalam-dalam sebelum

melanjutkan. Kamu sudah

tahu, kan, kenapa aku

mengajakmu bertemu di sini?

Kartika mengangguk pelan.

Aku tahu. Pasti soal Siska dan

Aryo, bukan?

Ya, tepat sekali, ujar Heri,

nadanya lebih tegas. Aku ingin

membahas rencana Aryo untuk

menceraikan Siska. Menurutku,

itu sama sekali tidak adiluntuk

Siska. Tidak bisakah kamu

membujuk Aryo untuk

membatalkannya?

Kartika menghela napas

panjang. Raut wajalhnya

menunjukkan kebimbangan

yang mendalam. Mas, kamu

juga tahu kan Aryo itu keras

kepala. Sulit sekali

membujuknya. Aku sudah

mencoba segalanya untuk

menghentikan keputusannya,

tapi dia tetap bersikukuh.

Ini tidak bisa dibiarkan,

Tik. Kita harus melakukan

sesuatu. Kalau mereka

benar-benar sampai terpisah,

semua rencana kita akan

berantakan. Kamu paham, kan?

suara Heri senmakin

menekankan urgensi situasi

tersebut.

Kartika mengangguk

perlahan, namun kali ini

dengan sorot mata yang lebih

tegas. Tenang saja, Mas. Aku

akan cari cara. Aku juga tidak

akan membiarkan wanita

kampung itu menjadi menantu

keluarga Hermawan. Kita sudah

merancang semua ini dengan

baik. Aku tidak mau kita gagal

kali ini.

Heri memandang Kartika

dalam diam. Mereka tahu

bahwa permasalahan ini lebih

dari sekadar konflik rumah

tangga antara Siska dan Aryo.

Ada sesuatu yang jauh lebih

besar di balik itu-sesuatu yang

tidak boleh runtuh begitu saja.

Heri menggenggam tangan

Kartika erat, matanya

memancarkan emosi yang

sudah lama ia pendam. Aku

percaya padamu, Tika. Kamu

pasti bisa melakukannya,

ucapnya dengan suara serak. la

menatap Kartika dalam-dalam

sebelum melanjutkan, Aku

merindukanmu, Tika. Sampai

kapan kita akan terus begini?

….

Aku ingin kita bersatu,

menjalani rumah tangga

bersama. Aku tersiksa selama ini

hidup dengan Ratna.

Kartika terdiam sejenak.

Dengan lembut, ia mengelus

punggung tangan Heri, seolah

mencoba meredakan keresahan

yang terlukis jelas di wajah pria

itu. Mas, aku tidak bisa

meninggalkan Mas Bambang.

Aku sudah nyaman dengan

kehidupanku yang sekarang,

dengan semua kemewahan yang

dia berikan, jawabnya dengan

nada pelan namun tegas.

Bukankah kita masih bisa

bertemu di belakang mereka?

Itu sudah cukup, bukan? Kelak,

kalau wanita tua bangka itu

meninggal dan mewariskan

seluruh kekayaannya kepada

Aryo, Siska akan dengan mudah

mengambil bagian harta itu.

Mungkin setelah itu, aku bisa

meninggalkan Mas Bambang

dan hidup denganmu. Tapi

untuk saat ini, aku belum bisa

melakukannya. Kalau aku pergi

sekarang, semua usahaku

selama ini akan sia-sia, lanjut

Kartika dengan senyum tipis.

Heri menggeleng pelan,

napasnya berat. Tapi sampai

kapan, Kartika? Sampai kapan

kita harus seperti ini? Aku ingin

hidup layaknya keluarga. Aku,

kamu, dan Siska.

Kartika tersenyum kecil,

kali ini dengan pandangan yang

penuh perhitungan. Sabar,

Mas. Semua ada waktunya. Kita

hanya perlu merancang

segalanya dengan hati-hati.

Selama ini, aku selalu gagal saat

mencoba menyingkirkan si tua

bangka itu. Entahlah, dia selalu

saja berhasil diselamatkan.

…

Heri menarik napas

panjang, mencoba

menenangkan gejolak dalam

dirinya. Baiklah, katanya

akhirnya. Aku akan bersabar

dan menunggu saat itu tiba.

Tapi aku mohon, Kartika, kapan

pun aku ingin bertemu

denganmu, jangan pernah

menolakku. Aku tidak bisa

hidup tanpamu, Tika.

Kartika mengangguk pelan,

senyumnya tetap terjaga. Aku

mengerti, Mas. Aku akan selalu

ada untukmu.

Mereka saling mnenatap

dalam keheningan, seolah

mengunci kesepakatan yang

kelam dan penuh rahasia di

antara merek

Setelah pertemuan di

restoran, Heri dan Kartika

memutuskan melanjutkan

perjalanan ke sebuah vila yang

terletak jauh dari hiruk-pikuk

kota. Tempat itu sengaja mereka

beli sebagai tempat pertemuan,

rumah rahasia di mana mereka

bisa bertemu tanpa gangguan.

Sesampainya di vila,

suasana sunyi menyelimuti.

ngin pegunungan bertiup

lembut, membawa aroma pinus

yang menenangkan. Namun,

tak ada ketenangan dalam hati

Heri. la menggenggam tangan

Kartika erat, matanya penuh

kerinduan yang tak mampu ia

sembunyikan.

Aku tidak tahan lagi, Tika,

bisiknya, suaranya rendah

Masuk

namun sarat emosi. Aku sangat

merindukanmu.

Kartika tersenyum kecil,

lalu mengusap pipi Heri dengan

lembut. Aku juga, Mas,

jawabnya lirih, pandangannya

penuh rasa yang sama.

Mereka melangkah masuk

ke dalam kamar, ruangan yang

sudah menjadi saksi

pertemuan-pertemuan mereka

sebelumnya. Heri mendekap

Kartika erat, seolah ingin

memastikan keberadaannya

nyata. Ciuman mereka mnenyatu,

meluapkan semua kerinduan

yang selama ini terpendam.

Waktu seolah berhenti,

hanya menyisakan mereka

berdua dalam dunia kecil yang

mereka ciptakan. Di vila itu,

jauh dari mata yang mengawasi,

mereka menghabiskan waktu

bersama, terjebalk dalam

perasaan yang begitu rumit,

penuh cinta sekaligus dosa.

Setelah keheningan yang

menyelimuti usai aktivitas

panas mereka, Heri memandang

Kartika, raut wajahnya serius.

Lalu, apa rencanamu setelah ini?

Bagaimana kalau Aryo

benar-benar menceraikan Siska

? tanyanya, suaranya terdengar

seperti tuntutan lebih dari

sekadar kekhawatiran.

…

Kartika terdiam,

memikirkan pertanyaan itu. la

menarik napas panjang sebelum

menjawab, Entahlah, Mas. Ini

semua di luar prediksiku. Dulu

aku menikahkan Aryo dengan

Siska karena aku ingin Siska bisa

menguasai seluruh harta

warisan keluarga Hermawan.

Kartika berhenti sejenak,

memandang jauh ke luar

jendela, seolah mencari jawaban

di balik kabut gunung. Aku

menyesal dulu menikah dengan

Mas Bambang. Aku pikir

kekayaan keluarga Hermawan

akan diwariskan kepadanya.

Ternyata, tidak. Semua itu milik

Aryo. Mas Bambang hanya

menikmati fasilitas, tapi tidak

bisa memilikinya. Karena itu

aku memasukkan Siska ke

dalam keluarga Hermawan,

berharap dia bisa menaklukkan

Aryo dan membuatnya tunduk.

Dengan begitu, kita bisa

menguasai semuanya.

Heri mengangguk pelan,

mendengarkan setiap kata

Kartika dengan seksama.

Tapi siapa sangka, Aryo

malah jatuh cinta pada wanita

lain dan ingin menceraikan

Siskbencanadiluar rencana.

Kalau Aryo benar-benar

menceraikan Siska, semua

rencana kita akan hancur. Aku

harus memikirkan rencana baru

Heri menyipitkan mata, lalu

memberikan usul. Bagainmana

kalau kita menyingkirkan si tua

bangka itu? Kamnu memang

selalu gagal sebelumnya, tapi

mungkin kali ini keberuntungan

berpihak pada kita.

….

Kartika menatap Heri

dengan serius. Apa kamu punya

rencana, Mas?

Heri terdiam sejenak, lalu

berkata perlahan, Kita bisa

menyewa pembunuh bayaran

untuk mencelakakan Bu Lasmi.

Kapan biasanya mertuamu itu

keluar rumah?

Kartika menggeleng. Dia

jarang keluar rumah.

Paling-paling hanya untuk pergi

ke rumah sakit atau menghadiri

acara penting.

Baiklah, ujar Heri sambil

tersenyum licik. Kita

manfaatkan itu. Kamu hafal

jadwal dia pergi ke rumah sakit,

kan?

Kartika mengangguk. Iya,

Mas. Biasanya aku yang

menemaninya untuk check-up.

Bagus. Tapi kali ini kamu

harus punya alasan untuk tidak

menemaninya. Kita buat

seolah-olah dia mengalami

kecelakaan, mungkin tabrakan.

Orang tidak akan curiga, kata

Heri sambil merencanakan lebih

jauh.

Kartika terdiam, mencerna

usulan itu. Setelah beberapa

saat, ia mengangguk,

menandakan persetujuannya.

Baik, Mas. Aku akan siapkan

semuanya. Tapi rencana ini

harus sempurna. Aku tidak mau

kegagalan lagi.

Mereka saling

berpandangan, menyadari

bahwa langkah ini akan

membawa mereka ke jurang

yang lebih dalam. Tapi bagi

mereka, segalanya sepadan demi

kekuasaan dan harta yang

mereka idamkan.

….

Setelah percakapan yang

penuh rencana licik itu, suasana

di kamar vila menjadi sunyi,

hanya terdengar bunyi

samar-samar angin yang

berhembus dari celah jendela.

Heri duduk di tepi ranjang,

memandang Kartika dengan

sorot mata yang penuh hasrat

sekaligus obsesi. Tangannya

perlahan menyentuh bahu

wanita itu, mengelusnya dengan

lembut, sebelum ia meraih

pinggang Kartika dan

mendekatkannya.

Aku menginginkanmu lagi,

Tika, bisik Heri dengan suara

rendah, serak, namun jelas

terdengar penuh keinginan.

Aku tidak pernah bisa

menghentikan diriku untuk

menginginkanmu. Setiap kali

aku melihatmu, rasanya aku

ingin memilikimu lagi dan lagi.

Kartika, yang sejak tadi

masih tenggelam dalam

99

pikirannya soal rencana mnereka,

hanya tersenyum kecil

mendengar kata-kata Heri.

Senyuman itu tipis, tapi

menggoda. la mengangkat

pandangannya, bertemu mata

dengan Heri yang penuh gairah,

lalu berkata, Mas Heri, kamu

ini tidakpernah berubah, ya.

Selalu saja seperti ini kalau kita

bertemu.

…

Kamu tahu aku tidak bisa

menahannya, Tika, jawab Heri

tanpa ragu. Ia menarik Kartika

lebih dekat, hingga tbuh

mereka hampir bersentuhan

sepenuhnya. Aku selalu ingin

memilikimu. Dan aku tahu

kamu juga merasakan hal yang

sama.

…

Kartika tidak menjawab,

tapi senyumannya semakin

dalam. Ia mengangkat

tangannya, membelai pipi Heri,

sebelum menarik wajah pria itu

mendekat. Tanpa kata-kata lagi,

bibir mereka bertemu, dan

ciuman itu menggantikan

semua percakapan yang tak

perlu.

Heri memeluk Kartika erat,

tbuhnya seolah tak ingin

memberi jarak sedikit pun.

Tangannya bergerak dengan

pelan namun penuh intensi,

menjeljahi punggung Kartika

hingga membuat wanita itu

memejamkan matanya. Mereka

larut dalam kebersamaan yang

hanya mereka pahami, di balik

semua rahasia dan dosa yang

mereka simpan.

Kartika, sambil mencum

Heri dengan penuh gairah,

mendorng tbuh pria itu

hingga berbaring di atas ranjang.

la menatap Heri dengan mata

yang kini dipenuhi kehangatan,

campuran cinta dan keinginan.

Kamu memang selalu tahu

caranya membuatku luluh, Mas

, katanya pelan, tapi terdengar

seperti janji yang dalam.

Aku tidak hanya ingin

membuatmu luluh, Tika. Aku

ingin memilikimu sepenuhnya,

jawab Heri, kali ini dengan

Suara yang lebih rendah. la

menarik Kartika mendekat lagi,

hingga tbuh wanita itu kini

benar-benar berda diatasnya.

Dengan gerakan tergesa

namun tetap penuh girah.

Dalam keheningan vila yang

sunyi itu, hanya terdengar

napas mereka yang saling

berpadu, mengisi ruangan

dengan suasana yang intens.

Heri membelai rambut

Kartika, lalu berkata dengan

suara rendah, Aku ingin

momen seperti ini tidak pernah

berakhir, Tika. Aku ingin kita

selalu bersama, tanpa harus

sembunyi-sembunyi seperti ini.

Kartika tersenyum, lalu

menjawab, Sabar, Mas. Kita

sedang menuju ke sana. Semua

ini hanya masalah waktu.

Percayalah, rencana kita akan

berhasil, dan saat itu tiba, kita

tidak perlu lagi hidup dalam

bayangan orang lain.

….

Heri mengangguk, tapi ia

tahu bahwa di balik keyakinan

itu, mereka masih jauh dari

kebebasan yang mereka

dambakan. Namun untuk saat

ini, ia memilih untuk

melupakan semuanya. la

menarik Kartika ke pusran gair

4h lagi, membiarkan dirinya

larut dalam momen itu,

seolah-olah dunia di luar vila

tidak pernah ada.

Sore itu menjadi saksi bisu

dari hubungan terlarang yang

penuh ambisi, hasrat, dan

rencana gelap. Di balik tirai

kamar itu, Heri dan Kartika

menyimpan rahasia yang kelak

akan membawa mereka pada

jalan yang penuh konsekuensi.

…

Di sebuah kamar rumah

sakit yang tenang, Kinan

berbaring di ranjangnya dengan

wajah yang mulai menunjukkan

pemulihan. Sudah tiga hari ia

dirawat setelah mengalami

pendarahan yang cukup

mengkhawatirkan. Aryo,

suaminya, akhirnya memberi

kabar kepada ibunya Kinan, Bu

Yati, yang sebelumnya sengaja

tidak diberi tahu agar tidak

terlalu khawatir.

Ketika Bu Yati dan Dimas

tiba di kamar rumah sakit, mata

Bu Yati langsung memerah

melihat putrinya terbaring di

sana. Ia mendekat dengan

langkah tergesa, lalu memeluk

Kinan erat, tangisnya pecah

seketika. Kinan, kamu nggak

apa-apa, kan, Nduk? Bagaimana

kondisimu sekarang? tanyanya

dengan suara bergetar.

Kinan tersenyum tipis,

meskipun tbuhnya masih

terasa lemah. la membalas

pelukan ibunya, mengelus

punggung Bu Yati dengan

lembut. Aku sudah nggak

apa-apa, Bu. Kondisiku sudah

membaik. Dokter bilang aku

hanya perlu istirahat lebih

banyak, jawab Kinan, mencoba

menenangkan ibunya.

Bu Yati melepaskan

pelkannya, memandang Kinan

dengan penuh rasa cemas. Tapi

kenapa kamu bisa sampai

pendrahan lagi, Nduk? Apa

yang sebenarnya terjadi?

Tanyanya dengan nada

khawatir.

…

Kinan menghela napas, lalu

menjawab dengan lembut,

Nggak ada apa-apa, Bu. Aku

cuma kecapekan. Tapi sekarang

semuanya sudah baik-baik saja.

Jangan cemas, ya.

Bu Yati mengelus kepala

wajah yang mulai menunjukkan

pemulihan. Sudah tiga hari ia

dirawat setelah mengalami

pendarahan yang cukup

mengkhawatirkan. Aryo,

suaminya, akhirnya memberi

kabar kepada ibunya Kinan, Bu

Yati, yang sebelumnya sengaja

tidak diberi tahu agar tidak

terlalu khawatir.

Ketika Bu Yati dan Dimas

tiba di kamar rumah sakit, mata

Bu Yati langsung memerah

melihat putrinya terbaring di

sana. Ia mendekat dengan

langkah tergesa, lalu memeluk

sehat-sehat ya. Dimas kaget

waktu dapat kabar dari Mas

Aryo kalau Mbak masuk rumah

sakit, katanya dengan suara

terbata-bata.

Kinan tersenyum tipis,

mencoba menenangkan

adiknya. Namun, Dimas

melanjutkan dengan suara yang

semakin bergetar, Dimas takut,

Mbak. Kalau sampai Mbak

kenapa-napa, gimana Dimas dan

Ibu? Dimas takut Mbak. Apalagi

kalau tiba-tiba Bapak datang lagi

dan menemukan kami. Gimana

nasib kami, Mbak? Dimas nggak

bisa melindungi Ibu sendirian.

….

Air mata Dimas mulai

mengalir deras, membuat Kinan

merasa tersentuh. la menyentil

dahi Dimas pelan, lalu berkata

dengan nada tegas namun

penuh kasih, Sudah, jangan

cengeng. Kamu itu laki-laki,

Dimas. Kamu harus bisa

mandiri dan menjaga Ibu. Mbak

nggak selamanya bisa nolong

kalian. Kamu harus kuat, harus

bisa melindungi Ibu dari

siapapun yang berniat jahat.

Dimas mengusap air

matanya, lalu mengangguk

pelan. Iya, Mbak. Dimas ngerti.

Tapi tetap saja, Dimas butuh

Mbak. Dimas nggak tahu harus

bagaimana kalau Mbak Kinan

kenapa-napa, Dimas takut,

katanya dengan nada sedih.

Kinan tertawa kecil,

meskipun tubuhnya masih

terasa lelah. Ia mencium pipi

adiknya dengan penuh kasih

sayang. Tenang saja, Dimas.

Mbak Kinan itu kuat. Mbak

nggak akan kenapa-kenapa.

Kamu juga harus kuat, ya.

Dimas mengangguk lagi,

…

kali ini dengan keyakinan yang

lebih besar. la tahu, walaupun

Kinan sedang sakit, kakaknya

itu selalu menjadi tempat ia dan

ibunya bersandar. Namun, kali

ini, ia bertekad untuk menjadi

lebih kuat demi melindungi

keluarganya.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: JANGAN OM (PART55)
Next Post: JANGAN OM (PART53)

Related Posts

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART77) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART8) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART28) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART22) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART44) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART2) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme