Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART66)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART66)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART66

…

..

.

Sudah tiga hari Aryo tidak

pulang ke rumah, dan itu

membuat Kinan semakin

gelisah. Ponselnya pun tidak

aktif, seolah jejaknya hilang

begitu saja. Dengan rasa

khawatir yang tak kunjung reda,

hari ini Kinan memutuskan

untuk mendatangi rumah orang

tua Aryo. Sebelumnya, ia

mencoba menghubungi Juan,

sepupu Aryo, tetapi teleponnya

tak diangkat. Akhirnya, Kenan

mengirimkan pesan singkat.

Juan, ini aku, Kinan. Apa

kamu tahu keberadaan Mas

Aryo sekarang? Tiga hari lalu

dia bilang akan menemui Mbak

Siska untuk membahas masalah

perceraian, tapi sampai

sekarang dia tidak ada kabar.

…..

Sebelum Mas Aryo pergi dia

sempat mengatakan kalau

sampai dia tidak ada kabar, aku

harus menghubungimu. Tolong

balas pesanku kalau kamu ada

waktu, aku benar-benar

khawatir dengan kondisi mas

Aryo.

Setelah mengirim pesan itu,

Kenan diantar oleh Tyas dan

Pak Danang menuju rumah

orang tua Aryo. Sesampainya di

sana, ia langsung menemui Pak

Bambang, yang sedang duduk di

ruang tengah.

Kinan? Ada apa kamu ke

sini? tanya Pak Bambang

dengan ekspresi sedikit terkejut.

Kenan menatap Pak

Bambang dengan cemas. Pak,

apa Mas Aryo ada di sini? Sudah

tiga hari ini dia tidak ada kabar.

Terakhir dia bilang akan

menemui Mbak Siska, tapi

setelah itu ponselnya mati. Saya

benar-benar khawatir, Pak.

Pak Bambang menghela

napas panjang lalu menggeleng.

Tidak, Aryo tidak ada di sini.

Jujur, saya juga bingung.

Ibunya Aryo, Kartika, juga

sudah tiga hari ini pergi ke luar

kota. Katanya ada acara dengan

teman-temannya, tapi dia pun

belum membalas pesan saya

sampai sekarang.

Kening Kinan berkerut. Ada

yang terasa janggal baginya.

Pak, kira-kira Mas Aryo di mana,

ya? Saya takut terjadi sesuatu.

Tidak biasanya dia seperti ini,

ujar Kinan dengan nada penuh

kekhawatiran.

….

Pak Bambang termenung

sejenak sebelum akhirnya

berkata, Coba kita cari ke

rumah Siska. Mungkin Aryo ada

di sana.’

Kinan mengangguk setuju.

Namun, sebelum mereka

sampai dipintu, pintu depan

sudah terbuka, dan Bu Kartika

masuk bersama Siska.

Mau ke mana, Mas?

Sepertinya terburu-buru, tanya

Bu Kartika kepada Pak Bambang

sambil tersenyum.

Alih-alih menjawab

pertanyaan istrinya, Pak

Bambang langsung menatap

Siska. Siska, kebetulan kamu ke

sini. Kami baru saja berencana

pergi ke rumahmu mencari

Aryo. Apa dia berada di sana?

Siska tersenyum kecil, lalu

mengangguk. Iya, Pak. Mas

Aryo berada di rumah saya.

Sudah tiga hari ini dia sakit.

Sakit? Kinan tersentak.

Mas Aryo sakit apa, Mbak?

Bagaimana kondisinya

sekarang? tanyanya panik.

Lalu Siska menatap Kinan

dan tersenyum tipis. Tidak

usah khawatir, Aryo baik-baik

saja. Dia masih hidup, tapi dia

kesulitan untuk berkomunikasi.

.. Aryo terkena stroke,

jawabnya pelan.

Ucapan itu membuat Pak

Bambang dan Kinan terperanjat.

Aryo, yang selama ini terlihat

bugar dan menjalani gaya hidup

yang sehat, mendadak terkena

stroke? Rasanya sulit dipercaya.

Pak Bambang hanya mampu

terdiam, sementara Kinan

merasakan dadanya semakin

sesak.

Kinan menatap Siska

dengan tatapan penuh tanya.

Sekarang Mas Aryo di mana,

 

Mbak? Aku ingin bertemu

dengannya. Aku ingin

memastikan dia baik-baik saja,

ucapnya dengan nada tegas.

….

Namun, Siska hanya

menggeleng dan berkata dingin,

Tidak perlu, Kinan. Kamu

tidak perlu bertemu dengan

Aryo. Yang perlu kamu tahu, dia

baik-baik saja. Aku sebagai istri

sahnya melarang kamu

menemuinya.

Kinan terkejut mendengar

jawaban itu. Tapi, Mbak, aku

juga istrinya Mas Aryo. Aku

punya hak untuk bertemu

dengannya. Aku khawatir

dengan kondisinya. Biarkan aku

saja yang merawatnya,

pintanya dengan nada

memohon. Entahlah Kinan

merasa ada sesuatu yang terjadi

pada Aryo.

Namun Siska justru

tersenyum sinis. Kenapa?

Kamu meragukanku?

menurutmu aku tidak bisa

merawat Aryo dengan baik? Aku

ini istri sahnya, Kinan. Aku

lebih berhak atas dirinya,

ujarnya tajam.

Tapi kalian kan mau

bercerai, Mbak. Bukannya

kemarin kalian bertemu untuk

membicarakan itu? Kinan

mencoba mempertahankan

argumennya.

Siska tertawa kecil, lalu

menjawab, Kamu salah, Kinan.

Aryo kemarin bertemu

denganku bukan untuk

membahas perceraian, tapi

untuk rujuk. Dia berubah

pikiran. Dia tidak jadi

menceraikanku. Bahkan, dia

sudah memberikan surat kuasa

padaku untuk mengelola semua

kekayaannya selama dia sakit.

Kalau kamu tidak percaya,

kamu bisa bertanya langsung

kepada pengacaranya.

Kinan menggeleng, tidak

percaya dengan apa yang ia

dengar. Tidak mungkin, Mbak.

Mas Aryo tidak mungkin

membohongiku, gumamnya

pelan, hampir seperti bicara

pada dirinya sendiri.

….

Pak Bambang yang sejak

tadi hanya mendengar akhirnya

angkat bicara. Siska, izinkan

kami bertemu dengan Aryo. Aku

juga mengkhawatirkan

kondisinya. Sekarang, dia di

mana? tanyanya dengan suara

pelan namun penuh tekanan.

Namun, sebelum Siska

menjawab, Bu Kartika malah

melangkah maju dan tersenyum

lebar. Tenang saja, Mas. Aryo

aman bersama Siska. Kamu

tidak usah mengkhawatirkan

Aryo, lebih baik kamu

menghawatirkan kondisimu

sendiri setelah ini. Kami ke sini

bukan untuk membicarakan

keadaan Aryo. Kami ke sini

untuk mengambil alih rumah

ini, ucapnya santai, seolah

kalimatnya tidak mengandung

sesuatu yang mengejutkan.

Pak Bambang menatap

istrinya dengan mata

membelalak. Apa maksudmu,

Kartika? Ini adalah rumah

keluarga Hermawan. Rumah ini

milikku juga. Kamu tidak punya

hak untuk mengambilnya!

serunya.

Siska tertawa pelan sebelum

angkat bicara. Kenapa aku

tidak punya hak, Pak? Aryo

adalah suamiku dan pewaris

seluruh kekayaan keluarga

Hermawan. Sekarang dia sedang

sakit, jadi aku yang memegang

kendali. Mulai sekarang, aku

yang berhak menentukan siapa

yang boleh tinggal di sini dan

siapa yang tidak. Rumah ini

akan dijual, dan aku minta

Bapak keluar sekarang juga dari

rumah ini, ucapnya tanpa ragu.

Pak Bambang terdiam

beberapa saat, seolah mencoba

mencerna apa yang baru saja ia

dengar. Namun kemudian ia

menatap Siska dengan marah.

Lancang sekali kamu, Siska!

Kamu tidak punya hak atas

rumah ini! Bahkan Aryo pun

tidak berhak menjual rumah ini.

Ini adalah rumah

turun-temurun dari orang

tuaku. Kamu tidak bisa begitu

saja mengambilnya! serunya

dengan nada bergetar oleh

kemarahan.

…

Ketegangan memenuhi

ruangan. Kinan hanya bisa

menatap penuh kecemasan,

sementara Pak Bambang terlihat

berusaha keras menahan

emosinya. Namun, jelas bahwa

pertarungan belum selesai.

Bu Kartika mendekati Pak

Bambang dengan sikap dingin

dan berkata, Sudahlah, Mas.

Kamu turuti saja Siska. Toh,

kamu juga tidak punya hak

apa-apa di sini. Semua harta

keluarga Hermawan adalah

milik Aryo, dan sekarang

semuanya sudah menjadi milik

Siska. Jadi, lebih baik kamu

pergi dari sini dengan sukarela

daripada harus kami usir.

Pak Bambang tertegun,

tetapi tak lama kemudian

amarahnya meluap. Jadi,

kalian berdua sekongkol untuk

menyingkirkanku dan Aryo?!

serunya, matanya memerah

oleh kemarahan dan rasa sakit

yang mendalam. Aryo sudah

memperingatkanku beberapa

hari lalu. Dia bilang kamu, tidak

sebaik yang aku pikirkan selama

ini. Tapi aku memarahinya, aku

tidak mempercayainya.

Ternyata benar… Kamu itu

memang ular! Selama ini aku

tulus mencintaimu, Kartika,

tapi kamu hanya

memanfaatkanku untuk

mengambil harta keluargaku!

Kartika tertawa keras,

penuh kemenangan. Itu karena

kamu terlalu bodoh, Mas.

Bertahun-tahun kamu jatuh

dalam perangkapku. Aku

menikahimu bukan karena

cinta, tapi karena

menginginkan hartamu! Tapi

setelah menikah, aku baru tau,

kamu tidak punya apa-apa.

Sekarang, kamu tidak ada

gunanya lagi untukku! ucapnya

dengan nada penuh penghinaan.

….

Pak Bambang terdiam,

dadanya terasa sesak, dan ia

mulai memegang dada kirinya

yang terasa nyeri. Wajahnya

pucat, dan keringat dingin

mulai mengalir di pelipisnya.

Kinan yang melihatnya segera

panik dan mendekatinya.

Bapak! Bapak nggak

apa-apa? tanya Kenan dengan

cemas, sambil memegangi Pak

Bambang yang tampak semakin

lemah.

Pak Bambang menggeleng,

tetapi wajahnya menunjukkan

rasa sakit yang mendalam.

Melihat itu, Kinan segera

memanggil Tyas yang

menunggu di luar.

Tyas! Tolong bantu aku

bawa Bapak ke mobil! Kita harus

ke rumah sakit sekarang juga!

teriak Kinan penuh kepanikan.

Tanpa membuang waktu,

Tyas masuk dan membantu

memapah Pak Bambang ke

mobil. Mereka segera meluncur

ke rumah sakit, meninggalkan

Siska dan Kartika di ruang tamu.

Siska menatap Kartika

dengan senyum dingin.

Sepertinya si tua bangka itu juga

tidak akan bertahan lama,

gumam Siska.

Kartika tersenyum puas,

lalu menambahkan dengan nada

sinis, Semoga saja dia menyusul

ibunya. Akan lebih mudah bagi

kita untuk mengendalikan

segalanya kalau dia juga pergi.

Tawa kecil mereka bergema

di ruang tamu yang kini terasa

begitu dingin dan penuh dengan

kebencian.

 

 

 

Sesampainya di rumah sakit,

Kinan langsung membawa Pak

Bambang ke Instalasi Gawat

Darurat IGD. Para tenaga

medis segera memberikan

perawatan darurat, dan setelah

kondisi Pak Bambang mulai

stabil, ia dipindahkan ke ruang

rawat inap.

Dokter yang memeriksanya

mengatakan bahwa Pak

Bambang mengalami shock dan

terkena serangan jantung.

Untung saja beliau cepat dibawa

ke sini, kalau tidak kondisinya

bisa lebih parah, jelas dokter

itu.

Kinan duduk di samping

ranjang Pak Bambang yang kini

tertidur setelah diberikan obat

penenang. Wajah mertuanya

masih tampak pucat, namun

nafasnya lebih teratur

dibandingkan sebelumnya.

Tyas, yang sejak tadi berdiri di

sudut ruangan, mendekat dan

berkata, Kinan, sebaiknya

kamu pulang dan istirahat. Biar

aku dan anak buah Tuan Aryo

yang menjaga Pak Bambang.

….

Namun, Kinan menggeleng

perlahan. Tidak apa-apa, Tyas.

Aku ingin menemani Bapak di

sini. Aku harus memastikan

kondisinya benar-benar

membaik, jawabnya tegas.

Tak lama kemudian, ponsel

Kinan berbunyi. Ia segera

mengambilnya dari tasnya dan

melihat nama Juan tertera di

layar. Halo, Juan, sapanya.

Di seberang sana, Juan

menjawab dengan nada

menyesal. Maaf, tadi aku sibuk

baru sempat membaca pesanmu.

Sekarang kamu di mana, Kinan

?

Aku di rumah sakit, Juan.

Pak Bambang, mertuaku, sedang

dirawat di sini, jawab Kinan

dengan nada serius.

Apa? Om Bambang di

rumah sakit? Apa yang terjadi

padanya? Juan terdengar

terkejut.

Bapak terkena serangan

jantung. Untung saja aku segera

membawanya ke sini, jelas

Kinan.

Baiklah, kirimkan alamat

rumah sakitnya. Aku akan

segera ke sana, kata Juan

sebelum menutup panggilannya.

Kinan segera mengirimkan

lokasi rumah sakit kepada Juan.

Setelah itu, ia kembali duduk di

samping ranjang Pak Bambang,

menatap wajah mertuanya yang

masih lemah dengan perasaan

campur aduk. Di satu sisi, ia lega

Bapak masih bisa diselamatkan,

namun di sisi lain, pikiran

tentang Aryo dan ancaman dari

Kartika serta Siska terus

menghantuinya.

 

 

 

Tak lama setelah Kinan

mengirimkan lokasi rumah

sakit, Juan tiba dengan

tergesa-gesa. Ia segera menuju

ruang rawat Pak Bambang dan

menemukan Kinan yang masih

duduk di samping ranjang

mertuanya. Dengan wajah

penuh kekhawatiran, Juan

bertanya, Apa yang terjadi,

Kinan? Kenapa Om Bambang

bisa sampai terkena serangan

jantung? Aku baru tahu kalau

beliau punya penyakit jantung.

Kinan menghela napas

panjang, lalu mulai

menceritakan apa yang terjadi

di rumah orang tua Aryo. Ia

menjelaskan bagaimana Bu

Kartika dan Siska berusaha

mengambil alih rumah keluarga

Hermawan, dan bagaimana

tekanan itu membuat Pak

Bambang shock hingga hampir

mengalami serangan jantung.

Mendengar itu, Juan

mengepalkan tangannya dengan

marah. Orang-orang tidak tahu

diri!!! Mereka sudah keterlaluan!

Aku tidak bisa diam saja. Aku

harus segera bertindak untuk

menghentikan kejahatan

mereka, ujarnya tegas, dengan

nada penuh determinasi.

Melihat Juan yang begitu

marah, Kinan kemudian

bertanya, Juan, apa kamu tahu

keberadaan Mas Aryo? Mbak

Siska bilang Mas Aryo sedang

stroke. Aku sangat khawatir

dengan kondisinya. Tolong

bantu aku, Juan. Aku ingin

bertemu Mas Aryo. Perasaanku

tidak enak. Aku takut terjadi

sesuatu yang buruk padanya.

Juan tersenyum tipis,

mencoba menenangkan Kinan.

Tenang, Kinan. Aryo baik-baik

saja. Memang benar dia sedang

sakit, tapi tidak seperti yang

dikatakan Siska. Aryo tidak

sedang stroke. Dia sedang

menyusun rencana dan mencari

bukti untuk membongkar

kejahatan Siska dan ibunya.

….

Jadi, jangan khawatir. Kalau

waktunya sudah tiba, Aryo pasti

akan pulang dalam kondisi sehat

dan membawa bukti kejahatan

mereka bersamanya, jelas Juan

dengan nada meyakinkan.

Kinan menatap Juan

dengan mata berkaca-kaca,

tetapi kemudian ia mengangguk,

memilih untuk mempercayai

kata-kata sepupu suaminya itu.

Baiklah, Juan. Aku akan percaya

padamu dan menunggu kabar

dari Mas Aryo, ucapnya pelan,

mencoba menenangkan hatinya

yang gundah.

 

 

 

Pagi ini, Siska ditemani Bu

Kartika menghadiri Rapat di

ruang direksi perusahaan

keluarga Hermawan yang

berlangsung dengan tegang.

Siska, dengan penuh percaya

diri, membuka rapat tersebut.

Dengan suara lantang, ia

menyampaikan, Mulai hari ini,

saya, Siska Hermawan, akan

memimpin perusahaan ini.

Suami saya, Aryo, sedang sakit

dan tidak bisa menjalankan

tugasnya. Mertua saya, Pak

Bambang, juga telah

mengundurkan diri akibat

kondisi kesehatannya yang

memburuk.

Para petinggi perusahaan

saling memandang dengan raut

wajah yang penuh keraguan.

Ucapan Siska terdengar terlalu

mendadak dan mencurigakan.

Melihat reaksi mereka, Siska

mengeluarkan dokumen dari

tasnya dan meletakkannya di

meja rapat. Ini adalah surat

kuasa yang telah ditandatangani

Aryo beberapa hari lalu. Dengan

ini, saya resmi menjadi CEO

baru perusahaan ini.

Siska menatap tajam ke

arah peserta rapat. Jika ada

yang tidak setuju dengan

keputusan ini, silakan

mengajukan pengunduran diri

sekarang, tambahnya dengan

nada penuh tantangan.

Ruangan itu hening. Tak

ada satu pun yang berani

menentang, terutama setelah

melihat surat kuasa tersebut.

Semua orang tahu bahwa Aryo

memiliki saham tertinggi di

perusahaan, dan keputusan ini

secara hukum tampaknya sah.

….

Namun, tiba-tiba, pintu

ruang rapat terbuka lebar.

Langkah sepatu terdengar tegas

di lantai marmer, menarik

perhatian seluruh peserta rapat.

Seorang pria masuk dengan

penuh percaya diri. Suaranya

menggema di ruangan itu. Aku

tidak setuju dengan keputusan

ini!

Semua mata tertuju ke arah

pintu. Wajah-wajah terkejut,

termasuk Siska dan Bu Kartika,

yang membelalakkan mata

mereka. Mereka terdiam, seolah

tidak percaya dengan apa yang

mereka lihat.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART25)
Next Post: JANGAN OM (PART65)

Related Posts

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART71) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART04) Kisah Menarik
TETANGGA MENGGODA (PART22) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART67) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART18) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART30) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme