Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART5)

Posted on June 4, 2025 By admin

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART5)

Isi Postingan:

TERDIAM DALAM TAKDIR PART5

…Ceritadewasa ..

.

.

.

Satu bulan setelah pertengkaran

antara aku dan mba Sari, kami tak lagi

mengunjungi kediaman bapak dan ibu

mertuaku. Menurut cerita mas Arman

usai menenangkan hati bapak kala itu,

mba Sari mengatakan bahwa ia tak

mau lagi menganggap kami sebagai

keluarganya. Benar-benar tak waras!

Padahal jika seseorang memutuskan

tali silaturahmi dengan keluarga akan

di laknat oleh Allah karena haram

hukumnya.

.

.

.

Umi, panggil Sila lirih, yang

menyadarkanku dari lamunan.

Kuhampiri ia yang berdiri di ambang

pintu kamarnya.

Ada apa, nak? tanyaku. Kuusap

keningnya yang terlihat sedikit

berkeringat. Namun, alangkah

terkejutnya saat kurasakan panas di

dahinya, lanjut tanganku turun ke lher

dan sama.

Kamu sakit, Nak, ucapku

khawatir.

Karena panik, terpaksa aku

menghubungi mas Arman dengan

handphone yang disembunyikan tanpa

ia tahu.

Berkali-kali kucoba

menghubunginya tak juga diangkat.

Aku mulai frustasi, bagaimana ini?

Terpaksa kupesan taksi online

kembali, memberikan alamat lokasi

yang jauh dari rumah agar tetangga

tak ada yang melihat. Gegas

menggendong Sila keluar rumah.

Sampai di lokasi yang telah di

share, aku berdiri dengan cemas

menunggu taksi online yang belum

datang.

.

.

.

Di mana taksi itu! rutukku kesal.

Sila, bertahan ya, nak.

Aku mulai terisak melihat

keadaan Sila, yang lemah. Dalam hati

aku terus melafalkan doa untuk

putriku tercinta, semoga ia baik-baik

saja.

Lima menit kemudian, sebuah

mobil berwarna silver menghampiriku

dengan kaca terbuka, seorang pria

berkumis menyembulkan kepalanya di

balik jendela.

Dengan Bu Vira? tanyanya.

Iya, saya sendiri! balasku, lantas

membuka pintu belakang khusus

penumpang.

Bu Lilis! panggil seseorang

tiba-tiba. Aku tersentak lantas

menoleh ke sumber suara. Wanita

paruh baya berdiri sambil celingukkan

mengamati mobil yang hendak ku

tumpangi.

Bu Lilis, mau ke mana? terus ini

mobil siapa? tanya bu Odah,

tetanggaku yang penasaran.

Selesai meletakkan Sila di

bangku, kemudian aku menjawab

pertanyaan wanita gempal itu, agar ia

tak mencurigaiu. Oh, ini … Sila lagi

sakit, Bu. Mau saya bawa ke rumah

sakit.

Wanita itu hanya

manggut-manggut, dengan mata yang

terus memindai mobil.

.

.

.

Kemudian aku berpamitan dan

masuk mobil, tak peduli dengan bu

Odah yang masih terlihat penasaran.

Jika terus meladeni wanita yang

terkenal biang gosip itu tak akan ada

habisnya.

 

Tiba di rumah sakit putriku

lanagsung mendapatkan pertolongan

pertama, aku terus menemaninya

sampai Sila dipindahkan ke ruang

perawatan.

Bagaimana Dok, keadaan putri

saya? tanyaku khawatir.

Menurut hasil tes darah yang

kami lakukan, anak ibu terkena virus

dangue atau demam berdarah.

Di musim penghujan seperti saat

ini dan di tambah banjir, memang

sangat rentan terkena berbagai virus,

apalagi jika imunitasnya lemah, tutur

pria berjas putih di depanku.

Aku terkesiap mendengar

penjelasan pria dokter. Dua hari yang

lalu aku sering menemukan Sila dan

teman-temannya bermain di semak

belukar mencari kodok, apakah itu

yang menyebabkan ia terkena demam

berdarah? Agh, aku merasa lalai jadi

orang tua tak bisa menjaganya

dengan baik. D

Berikan perawatan yang terbaik

untuk putri saya, Dok. Berapa pun

biayanya saya akan bayar.

bijak.

la tersenyum dan berucap dengan

Kami akan selalu memberikan

pelayanan yang terbaik untuk semua

pasien, karena itu tugas kami sebagai

Dokter. Pria paru baya itu kemudian

pamit untuk menanganu pasien

lainnya.

.

.

.

Satu jam kemudian mas Aman

tiba di rumah sakit, ia terlihat begitu

panik saat melihat keadaan putri kami.

Pria berprofesi guru itu pun sempat

menanyakan nomor yang aku gunakan

untuk menghubunginya, dengan

sangat terpaksa aku kembali

berbohong jika nomor itu milik suster

yang merawat Sila.

Kutatap lekat tubuh ringkih Sila

rasanya tak tega melihatnya terbaring

lemah seperti ini. Jika saja bisa

digantikan, maka biarlah aku saja

yang sakit.

Mas, bagaimana biaya untuk

rumah sakit? tanyaku ragu.

Mas akan meminjam uang pada

bapak, jawabnya tanpa mengalihkan

tatapannya pada Sila.

Kuhela napas pelan, aku sangsi

apakah mas Arman akan

mendapatkan pinjaman itu, jika mbak

Sari mengetahuinya.

.

.

.

Sore hari aku menunggu mas

Arman yang belum datang, tadi pagi

sebelum ia pamit mengajar pria

berkulit putih itu janji akan

membawakan makanan untukku.

Namun, sampai saat ini masih tak

terlihat. Padahal perutku sudah sangat

lapar.

Tiba-tiba pintu terbuka kasar,

nyaris seperti didobrak. Tentu saja itu

membuatku terlonjak kaget. Di sana

terlihat mbak Sari dengan wajah

merah padam. Lantas bergerak

menghampiriku.

Hei, Lilis! Enak saja kamu mau

pinjam uang, setelah kau bersikap

kurang ajar padaku, heh! ocehnya

menggelegar, membuat pasien satu

ruangan dengan Sila mulai terganggu.

Mbak, tolong pelankan suara mu,

Mbak sudah mengganggu pasien lain,

gumamku pelan.

.

.

Saya nggak peduli, pokoknya

kembalikan uang yang kamu pinjam!

sarkasnya

Aku nggak pegang uang yang

Mbak maksud. Tayakan saja pada Mas

Arman, kataku. Dan sekarang lebih

baik Mbak pergi, kehadiran Mbak di

sini benar-benar sangat mengganggu!

tandasku.

Beraninya kamu ngusir saya,

Heh!

Suster! teriakku, pada perawat

yang lewat depan kamar tempat Sila

di rawat.

Kemudian perempuan dengan

seragam khas rumah sakit itu pun

masuk.

Ada apa, Bu? tanyanya.

Suster tolong bawa Ibu ini keluar,

dia sangat menganggu di sini,

jawabku meminta tolong, membuat

mbak Sari melotot tajam ke arahku.

Ibu, di mohon untuk tidak

membuat keributan di sini, pinta

suster tersebut pada mbak Sari

Saya tidak mau, saya mau buat

perhitungan dengan perempuan

miskin ini! tolak mbak Sari garang.

Jika Ibu tidak mau, dengan

terpaksa saya akan panggilkan

Security untuk mengusir Ibu! ancam

suster yang tak kuketahui namannya

itu.

Mbak Sari terlihat begitu kesal

menatap suster yang mulai

memberinya peringatan. Lantas

wanita dengan gelang emas yang

berjejer dipergelangan tangannya itu

berbalik menatapku tajam seolah ingin

menelanku. Namun, tak sedikit pun

aku terintimidasi, netraku balik

menatapnya tajam.

.

.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin

ceritadewasa

ceritanovel

mertuamenantu

menantuidaman

istriidaman

selingkuh

foto

fotoai

gambar

foryou


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART6)
Next Post: TERDIAM DAPAM TAKDIR (PART4)

Related Posts

ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART26) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART16) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART32) Kisah Menarik
ENNY ARROW Kisah Menarik
JANGAN OM (PART38) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART08) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme