Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

JANGAN OM (PART65)

Posted on June 4, 2025 By admin

JANGAN OM (PART65)

Isi Postingan:

JANGAN OM PART65

…

..

.

Malam itu, Aryo

memandangi layar ponselnya

dengan tatapan kosong. Sebuah

pesan baru saja masuk dari

Siska

Mas Aryo, aku ingin

bertemu untuk terakhir kalinya.

Aku setuju kita bercerai secara

baik-baik, tapi aku ingin

membahas soal tunjangan dan

apa saja yang aku peroleh

setelah kita bercerai. Aku ingin

kamu tanda tangan surat resmi

agar semuanya jelas.

Aryo menghela napas

panjang. Ini bukan sesuatu yang

mengejutkan ia sudah

memprediksi momen ini akan

tiba. Setelah beberapa detik

terdiam, ia mengetik balasan

singkat

Baiklah. Di mana dan jam

berapa?

Tak lamna, balasan dari Siska

muncul. Besokpagi, jam 9. Aku

tunggu di rumah.

Aryo meletakkan ponselnya

di meja kamar. Ia berjalan

mendekati Kinan, yang sedang

asyik menonton film di

laptopnya. Tanpa berkata-kata,

Aryo merebahkan kepalanya di

pangkuan Kinan, lalu mencium

lembut perutnya.

Kinan, suara Aryo

terdengar pelan, hampir seperti

bisikan. Besok aku akan

bertemu Siska untuk membahas

tentang perceraian kami.

…

Kinan menatapnya,

matanya menunjukkan sedikit

kekhawatiran. Mas Aryo mau

ketemu Mbak Siska sama siapa?

tanyanya lembut.

Sendiri, jawab Aryo

singkat. Aku tidak mungkin

mengajalkmu. Aku tidak ingin

terjadi perdebatan di sana

nantinya.

Kinan mengangguk pelan,

meskipun raut wajahnya masih

menyimpan keraguan. Kalau

begitu hati-hati ya, Mas. Aku

takut Mas Aryo tergoda lagi

sama Mbak Siska.

Aryo terdiam sejenak,

matanya menatap kosongke

arah lain. Ada sesuatu yang

lebih berat mengganjal

pikirannya. Namun, ia hanya

menghela napas dan berkata,

Bukan hal itu yang perlu kamu

takutkan, Kinan,

Kinan mengernyit, merasa

ada yang aneh dengan ucapan

Aryo. Namun, sebelum ia

sempat bertanya, Aryo

melanjutkan, Kalau aku tidak

kembali, dan terjadi apa-apa

padamu, tolong hubungi Juan.

Jangan pernah percaya pada

siapapun, kecuali Mbok Sumi,

Juan, dan Tyas. Kamu harus

jaga diri baik-baik kalau aku

tidak ada,

Kalimat itu menggantung di

udara, berat dan penuh

teka-teki. Kinan merasakan

sesuatu yang tidak biasa. Aryo

sering memintanya untuk

berhati-hati, tetapi kali ini

ucapannya terasa berbeda, lebih

suram, seolah menyimpan

firasat buruk.

…

Namun, Kinan mencoba

mengabaikan pikirannya. Ia

mengelus kepala Aryo dan

berkata lirih, Semua bakal

baik-baik saja, kan, Mas?

Aryo tidak menjawab. Ia

hanya memejamkan mata,

membiarkan keheningan

menggantikan kata-kata yang

tak mampu ia ucapkan.

Pagi itu, Aryo mengantar

Kinan ke kampus seperti biasa.

Setelah memastikan istrinya

memasuki kampus bersama

Runa dan Tyas, ia bergegas

menuju rumah yang dulu ia

tinggali bersama Siska. Saat tiba,

Aryo merogoh sesuatu dari

dasbor mobil-sebuah benda

kecil yang ia simpan dengan

hati-hati sebelum melangkah

ke dalam rumah.

Seorang pembantu

menyambutnya di depan pintu.

Nyonya Siska sudah menunggu

di ruang kerja, tuan, katanya

ramah. Aryo mengangguk tanpa

banyak bicara dan langsung

menuju ruang kerja yang dulu

menjadi tempat favoritnya

menyusun strategi pekerjaan.

Saat ia membuka pintu,

aroma menyengat langsung

menusuk hidungnya. Siska

sedang duduk di sofa,

mengenakan masker.

Penampilannya terlihat jauh

lebih mencolok dari biasanya,

dengan pakaian yang tampak

terlalu seksi untuk sebuah

pertemuan formal.

….

Akhirnya kamu datang

juga, Mas, kata Siska dengan

suara lembut, meski tertutup

masker. Maaf, aku memakai

masker karena sedang flu. Aku

tidak mau kamu tertular.,

Aryo memandangnya

dengan tatapan datar. Apa

kamu mengganti pengharum di

ruangan ini? Baunya terlalu

menyengat, tanyanya.

Siska tersenyum tipis di

balik maskernya. Iya, harum,

bukan?

Namun Aryo tidak

membalas dan memilih

langsung duduk disofa depan

Siska. Langsung ke inti

masalah saja, Siska. Aku sibuk

dan tidak punya banyak waktu,

katanya dingin.

Siska tertawa kecil, lalu

menyerahkan sebuah map ke

Aryo. Di sini sudah tertulis

semua yang aku inginkan

sebagai kompensasi. Tolong

tandatangani, Mas.

Aryo mengambil map itu,

membukanya, dan mulai

membaca. Namun, semakin

lama ia merasa kepalanya berat

dan pandangannya

berkunang-kunang. Bau

menyengat dari pengharum

ruangan semakin membuatnya

tidak fokus.

Dengan enggan, ia akhirnya

menandatangani dokumen itu

tanpa membaca isinya dengan

teliti. la hanya ingin segera

keluar dari ruangan tersebut.

Aku sudah

menandatanganinya. Kalau

begitu, aku harus pergi,

katanya, suaranya lemah.

Namun, ketika Aryo

mencoba berdiri, tubuhnya

terasa limbung. Sebelum ia bisa

melangkah lebih jauh, ia jatuh

pingsan di lantai.

….

Siska berdiri dan

mematikan

pengharum ruangan

yang telah ia campur dengan

obat bius. Dengan santai, ia

keluar dari ruang kerja dan

memanggil ayahnya, Pak Heri,

serta ibunya, Bu Kartika.

Mereka bertiga dengan susalh

payah mengangkat tubuh Aryo

ke kamar tidur.

Ayah, apakah obatnya

sudah siap? tanya Siska sambil

mengatur napas.

Sudah, sebentar, aku ambil

dulu, jawab Pak Heri sebelum

berlalu ke dapur.

Siska menoleh ke ibunya.

Bu, apa Ibu yakin obat ini hanya

membuat mas Aryo lumpuh?

Tidak sampai membunuhnya,

kan?

Bu Kartika tersenyum tipis.

Tenang saja. Dokter yang

memberiku obat ini sudah

memastikan dosisnya tepat.

Kalau diberikan secararutin,

efek lumpuhnya akan mulai

terasa dalam seminggu. Tapi dia

tidak akan mati. Dia akan tetap

hidup, hanya saja seluruh

sarafnya akan perlahan rusak.

Mendengar itu, Siska

mengangguk puas. Bagus.

Kalau Aryo mati, sia-sia semua

rencana kita. Warisan itu akan

jatuh ke Kinan dan anaknya.

Kita tidak boleh membiarkan itu

terjadi.

Bu Kartika tertawa kecil.

Tenang saja, Siska. Kita akan

mendapatkan apa yang

seharusnya menjadi milik kita.

Siska tersenyum penuh

kemenangan, memandangi

tubuh Aryo yang tak berdaya di

atas ranjang. Segalanya sedang

berjalan sesuai rencana.

Tak lama kemudian, Pak

Heri masuk ke kamar sambil

membawa sebuah suntikan

berisi cairan bening. Ia

mendekati Aryo yang masih tak

sadarkan diri di atas ranjang.

Obat apa sebenarnya ini,

Ayah? tanya Siska, suaranya

ragu.

Pak Heri tersenyum tipis.

Ini obat anti-nyeri yang biasa

digunakan untuk hewan. Dokter

bilang, jika manusia

mengonsumsinya secara rutin,

maka saraf di kakinya perlahan

akan mati rasa dan akhirnya

lumpuh.aku mengambil

refrensi dari film run, jadi kalau

ada kesalahan jenis obat mogon

dimaafkan.

Siska terdiam sejenak,

ekspresinya terlihat ragu.

Lakukan Ayah, takutnya dia

keburu bangun.

Pak Heri menepukpundak

Siska dengan lembut. Tenang

saja, sayang. Bius yang aku

letakkan dipengharum ruangan

tadi bisa membuatnya pingsan

selama satu jam.,

Dengan hati-hati, Pak Heri

menyuntikkan cairan itu ke

lengan Aryo. Setelah selesai, ia

meletakkan suntikan di atas

meja.

…

Setelah ini, apa yang harus

aku lakukan, Bu? tanya Siska

kepada Bu Kartika, yang berdiri

tak jauh dari sana.

Bu Kartika mendekati Aryo

dan mulai mencari ponselnya.

Setelah menemnukannya, ia

mencoba membuka kunci layar,

tetapi gagal. Sialan, ponselnya

dikunci, gerutunya. la

menoleh ke Siska. Kamu tahu

kode sandinya?

Siska menggeleng. Aku

tidak tahu, Bu. Tapi aku bisa

membukanya dengan sensor

wajahnya.

Lalu Siska mengambil

ponsel itu, mendekatkannya ke

wajah Aryo yang masih pingsan.

Dalam hitungan detik, layar

ponsel terbuka.

Kerja bagus, Siska, puji Bu

Kartika dengan senyumn puas.

Sekarang, kirimkan pesan

kepada pengacara Aryo. Bilang

kalau dia membatalkan gugatan

cerainya.

Siska mengangguk dan

mulai mengetik pesan sesuai

instruksi ibunya. Ia menuliskan

pesan singkat dan langsung

mengirimkannya ke nomor

pengacara Aryo. Setelah selesai,

ia menyerahkan kembali ponsel

itu ke Bu Kartika.

Sudah selesai, Bu.

Bu Kartika tersenyum,

matanya penuh rasa puas.

Bagus. Sekarang kita tinggal

menunggu rencana ini berjalan

dengan sempurna. Aryo akan

berada dibawah kuasamnu

sekarang. Dan warisan itu..

akan menjadi milik kita.

Pak Heri mengangguk

setuju, sementara Siska

66

memandang tubuh Aryo dengan

campuran rasa lega dan

kemenangan. Semua mulai

berjalan sesuai rencana.

 

Sore itu, Kinan berjalan

mondar-mandir di ruang tengah

villa. Wajahnya menunjukkan

kecemasan yang semakin

mendalam. Sejakpagi, Aryo

belum mengirim kabar lagi

setelah pesan terakhir yang

mengatakan dia telah tiba di

rumah Siska.

Kinan berkali-kali

memegang ponselnya, berharap

ada pesan masuk dari Aryo.

Duh, ke mana sih Mas Aryo?

Kenapa belum juga memberi

kabar? gumamnya pelan.

Melihat kegelisahan Kinan,

Mbok Sumi yang sedang

membersihkan meja makan

segera mendekatinya. Ada apa,

Nduk? Kenapa kamu

mondar-mandir terus seperti

itu? kamu terlihat sedang

cemas? tanya Mbok Sumi

dengan suara lembut.

….

Kinan menoleh, mencoba

menenangkan diri, tapi

suaranya tetap terdengar panik.

Iya, Mbok. Mas Aryo tadi pagi

bilang mau ke rumah Mbak

Siska. Katanya ada hal penting

yang ingin dibicarakan. Tapi

sampai sekarang Mas Aryo

belum memberi kabar lagi. Aku

takut, Mbok, takut terjadi

sesuatu padanya.

Mbok Sumi menatap Kinan

penuh perhatian. Kamu sudah

mencoba menelepon Tuan

Aryo? tanyanya hati-hati.

Kinan mengangguk sambil

menunjukkan layar ponselnya.

Sudah, Mbok. Berkali-kali aku

menelepon, tapi ponselnya mati.

Itu yang bikin aku tambah

khawatir.

Mbok Sumi tersenyum

lembut, berusaha menenangkan.

Sudahlah, Nduk. Mungkin

Tuan Aryo sedang sibuk atau

ponselnya kehabisan baterai.

Jangan terlalu cemas dulu.

Doakan saja semoga Tuan Aryo

baik-baik saja, ya.

Kinan menghela napas

panjang, lalu duduk di sofa. Iya,

Mbok. Tapi rasanya sulit untuk

tidak cemas. Biasanya Mas Aryo

selalu memberi kabar meskipun

sibuk.

Mbok Sumi lalu mengusap

pelan lengan Kinan,Kamu

harus tetap tenang, Nduk. Kalau

kamu panik, itu tidak akan

membantu. Percaya saja, Tuan

Aryo pasti akan segera

mengabarimu. Kamu sekarang

makan dulu ya, kamu belum

makan siang kan?

Kinan menganggukpelan,

mencoba menenangkan dirinya

meskipun hatinya masih

diliputi rasa khawatir. la

memejamkan matanya sejenak,

berdoa dalam hati agar Aryo

baik-baik saja dan segera pulang.

Tapi jauh di dalam hatinya,

firasat buruk terus mengganggu

pikirannya.

…

Beberapa jam setelah

pingsan, Aryo perlahan

membuka matanya.

Pandangannya buram,

kepalanya terasa berat, dan

tubuhnya seperti lumpuh total.

la mencoba menggerakkan

tangan dan kakinya, tetapi

sia-sia.

Di depannya, Bu Kartika

duduk di kursi, menatapnya

dengan senyum mengejek.

Ibu… apa yang Ibu lakukan

di sini? Aryo mencoba

berbicara meski suaranya lemah.

Kenapa tubuhku tidak bisa

digerakkan? Apa yang terjadi

padaku?

Bukannya menjawab, Bu

Kartika malah tertawa

terbahalk-bahak. Tenang saja,

Aryo. Kamu hanya lumpuh

sementara untuk saat ini. Jadi

lebih baik kamu diam dan

nikmati keadaanmu, katanya

dengan nada dingin. Aku tidak

akan membunuhmu. Aku hanya

ingin kamu menurut padaku.

Mendengar itu, Aryo

merasa kaget, tetapi tubuhnya

terlalu lemah untuk digeralkkan.

Apa maksud Ibu? Kenapa Ibu

melakukan ini padaku?

tanyanya, kebingungan

sekaligus marah.

Bu Kartika tersenyum sinis.

Kenapa? Karena kamu pewaris

semua kekayaan Hermawan. la

mencondongkan tubuhnya ke

depan, matanya menatap Aryo

dengan penuh kemenangan.

…

Dengar baik-baik, Aryo.

Sebelum kamu mati, aku ingin

kamu tahu semuanya. Aku tidak

ingin kamu mati dengan

penasaran,

Aryo menatapnya dengan

mata penuh tanya, meskipun

amarah mulai membakar

dadanya.

Siska sebenarnya adalah

anak kandungku dengan Pak

Heri, sebelum aku menikah

dengan Bapakmu, kata Bu

Kartika sambil tersenyum puas.

Aku sengaja mendekatkan

keluarga Hermawan dengan

keluarga Heri agar aku bisa

menjodohkanmu dengan Siska.

Dan bapakmu yang bodoh itu

masuk ke dalam jebakanku.

Selama ini, aku menikah dengan

bapakmu hanya untuk

mendapatkan harta keluarga

Hermawan. Tapi apa yang

terjadi? Nenekmu yang sialan

itu malah mewariskan seluruh

hartanya padamu. Bapakmu

bahkan tidak mendapatkan

sepeser pun.

Aryo menelan ludah,

mencoba mencerna setiap kata.

Jadi… selama ini Ibu hanya

berpura-pura? tanyanya lirih,

matanya penuh rasa sakit.

Bu Kartika tertawa kecil.

Tepat sekali. Dan sekarang, aku

tidak perlu lagi berpura-pura,

karena aku sudah tidak perlu

mempertahankan

pernikahanku dengan bapakmu.

Tujuan utamaku sekarang

adalah kamu.

99

Aryo menggertakkan gigi,

menahan amarah. Aku tidak

menyangka… Aku sudah

menganggapmu seperti ibu

kandungku sendiri. Aku

menyayangimu seperti aku

menyayangi ibuku. Tapi

ternyata, kamu berbuat sekejam

ini demi harta?

Oh, Aryo, aku tidak peduli

dengan perasaanmu, jawab Bu

Kartika dingin. Awalnya,

rencanaku adalah

menikahkanmu dengan Siska,

saat aku tahu, pada akhirnya

kamu yang akan mewarisi

seluruh harta keluarga

Hermavwan. Tapi apa yang kamu

lakukan? Kamu malah menikahi

wanita kampung itu!

Aryo mengepalkan tangan,

meskipun tubuhnya hampir tak

berdaya. Wanita kampung itu

adalah istriku! Dan dia lebih

mulia daripada kalian semua!

Oh…benarkah? jawab Bu

Kartika dengan nada penuh

sarkasmne. Dan kamu juga

berniat mewariskan seluruh

hartamu pada anak dari wanita

itu, kan? Kamu tau, kamu itu

telah menghancurkan semua

rencanaku Aryo. Andai saja

kamu menjadi anak yang baik

dan tidak banyak tingkah

dengan menikahi Kinan,

mungkin sekarang nenekmu

masih hidup dan kamu akan

Masuk

tetap menjalani kehidupanmu

seperti dulu. Jadi jangan

salahkan aku kalau aku

mengambil langkah ini, semua

ini adalah kesalahanmu Aryo.

Aku tidak mau pengorbananku

selama bertahun-tahun menjadi

sia-sia.

…

Aryo menatap Bu Kartika

dengan dingin, kemarahannya

membara meskipun tubuhnya

lemah. Jadi benar…

kecelakaan yang menimpa

nenek juga ulah kalian?

tanyanya dengan nada serius,

matanya menatap tajam.

Bu Kartika terdiam sejenak,

lalu tersenyum sinis. Jadi,

kamu Sudah

jawabnya, suaranya dipenuhi

ejekan.

menyadarinya?

Aryo tertawa kecil,

meskipun tubuhnya terasa

semakin berat. Aku tidak

sebodoh itu, Bu, untuk tidak

menyadari rencana busuk

kalian. Aku sudah mencurigai

kalau kecelakaan nenek itu tidak

wajar.

Bu Kartika kembali tertawa,

kali ini lebih keras. Kamu

memang pintar, Aryo, bisa

menyadari tentang kecelakaan

nenekmnu. Tapi kamu tidak

cukup pintar untuk mengetahui

semua rencanaku. Sekarang,

tidak ada lagi yang perlu aku

tutupi darimu. Kamu berada di

bawah kendaliku sepenuhnya.

Tidak ada yang bisa

menolongmu sekarang Aryo,

bahkan keluargamu

bersekongkol denganku untuk

menjatuhkanmu dan Bapakmu,

termasuk David. Dialah yang

sudah mengatur kecelakaan

yang terjadi pada nenekmu.

la mendekatkan wajahnya

ke Aryo, matanya berkilat

penuh kemenangan. Setelah

semua warisan keluarga

Hermawan jatuh ke tangan

kami, kamu adalah yang

berikutnya untuk disingkirkan.

…

Setelah itu, istri kampunganmu

dan anaknya, lalu bapakmu.

Tidak ada yang akan tersisa dari

keluarga Hermawan.

Aryo menatapnya dengan

tajam, menahan amarah yang

terus mendidih. Jangan harap

kamu bisa menang, Ibu. Aku

tidak akan membiarkan kamu

menghancurkan keluargaku.

Bu Kartika mencemooh.

Oh, benarkah? Dengan

kondisimu seperti ini, apa yang

bisa kamu lakukan? Lihat

dirimu. Bahkan untuk bangun

saja kamu tidak mampu.

la menertawakan Aryo

dengan nada mengejek, lalu

melanjutkan, Kamu tadi sudah

menandatangani surat yang

diberikan oleh Siska.

Didalamnya tertulis kalau kamu

memberikan kuasa penuh

kepada Siska jika kamu sakit.

Dengan dokumen itu, Siska

memiliki kendali penuh atas

semua asetmu, termasukrumah

yang ditempati oleh bapakmu

dan istri kampunganmu. Jika

dia mau, mereka bisa diusir

kapan saja. Selain itu, aku juga

sudah menyuruh pengacaramu

membatalkan rencana

perceraian kalian.

Aryo mengepalkan

tangannya sekuat tenaga,

meskipun tubuhnya tetap

lemah. Jadi kalian telah

menjebakku, gumamnya

dingin. Tapi ingat ini baik-baik,

Ibu. Jangan pernah menyentuh

Kinan, anakku, atau bapakku.

Jika mereka terluka sedikit saja,

aku bersumpah akan

menghancurkan kalian semua.’

Bu Kartika tertawa

terbahak-bahak mendengar

ancaman itu. Silakan lakukan

apa yang kamu mau, Aryo…

kalau kamu bisa. Tapi

sayangnya, dengan keadaanmu

sekarang, aku ragu kamu bisa

melakukannya.

la berdiri dengan angkuh,

lalu meninggalkan kamar

sambil tersenyum puas.

Setelah memastikan Bu

Kartika sudah pergi, Aryo

perlahan berbisik dengan suara

pelan.Juan, apa kau

mendapatkan semuanya?

Suara dari earpiece kecil

yang tertanam di belakang

telinganya terdengar jelas.

Sudah, Aryo. Semuanya

terekam dengan baik, jawab

Juan dengan nada tenang.

Aryo menghela napas lega.

Tadi pagi sebelum bertemnu

dengan Siska, ia telah

memasang chip kecil di

belakang telinganya, terhubung

langsung dengan Juan. Tidak

ada yang menyadari keberadaan

perangkat itu.

…

Baik. Mulai sekarang,

pastikan kita bergerak sesuai

rencana. Jangan sampai ada

yang lolos, bisik Aryo lagi.

Siap, Aryo. Aku akan

pastikan semuanya berjalan

dengan lancar, jawab Juan

dengan tegas.

Aryo tersenyum tipis meski

tubuhnya masih lemah. Dalam

hatinya, ia berjanji akan

membalas semua perbuatan Bu

Kartika dan komplotannya.

Waktunya mungkin belum tiba,

tetapi Aryo tahu ia hanya perlu

menunggu momen yang tepat

untuk membalikkan keadaan.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: JANGAN OM (PART66)
Next Post: JANGAN OM (PART64)

Related Posts

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART1) Kisah Menarik
Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting Kisah Menarik
Inspired by ENNY ARROW Kisah Menarik
JANGAN OM (PART73) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART12) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART21) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme