JANGAN OM (PART69)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART69
…
..
.
Aryo duduk di kursi
kerjanya dengan wajah serius,
tatapan matanya tertuju pada
telepon di tangannya. la
menghubungi Juan, sepupu
sekaligus rekan kerjanya dalam
misi pengungkapan kasus yang
sedang mereka tangani. Suara
Juan terdengar dari seberang,
tegas dan penuh kehati-hatian.
Bagaimana, Juan? Apa
semua bukti dan saksi sudah
kamu serahkan kepada polisi?
tanya Aryo membuka
pembicaraan.
Juan menarik napas
panjang sebelum menjawab,
Sudah, Aryo. Semua kecuali satu
hal keterlibatan dari Om David.
Aku belum melaporkannya
seperti keinginanmu.
Aryo terdiam sejenak. Ia
tahu situasi ini lebih rumit dari
yang terlihat. Bagus Juan, soal
om David biar jadi urusanku.
Yang penting Siska, Heri, dan
Bu Kartika sudah diamankan,
kan? tanyanya dengan nada
penuh keyakinan.
….
Namun, respons Juan
membuat hatinya mencelos.
Ehmm… Aryo, ada sedikit
masalah, ujar Juan dengan
nada ragu. Pak Heri berhasil
melarikan diri. Saat Siska
ditangkap kemarin, dia
langsung menghubungi
ayahnya dan meminta bantuan.
Jadi, sebelum polisi sempat
meringkus Heri, dia sudah
kabur.
Aryo terperanjat. Apa? Jadi
sekarang keberadaannya belum
diketahui? tanyanya, suaranya
meninggi.
Juan menghela napas berat.
Belum. Polisi masih berusaha
mencarinya. Aku curiga dia
sudah kabur ke luar negeri
dengan memalsukan identitas.
Tapi ini masih dugaan. Kami
masih mengumpulkan
informasi.
Aryo menggigit bibirnya,
mencoba menenangkan diri.
Baiklah, katanya akhirnya.
Kirim juga anak buahmu untuk
melacak keberadaannya. Aku
tidak mau ada celah untuk dia
lolos. Aku tunggu kabar baik
darimu,
Siap, Aryo. Akan segera
aku atur, jawab Juan tegas
sebelum panggilan terputus.
Aryo meletakkan
teleponnya dengan perlahan,
menatap kosong ke arah meja.
Pikirannya berputar. Jika benar
Heri kabur ke luar negeri
dengan identitas palsu, maka ini
akan menjadi masalah besar. la
tidak bisa melepaskan begitu
saja tersangka dibalik kasus
percobaan pembunuhan kepada
neneknya. Arya juga takut,
kalau suatu saat Heri akan
datang dan membalas dendam
padanya dan juga Kinan.
….
Beberapa menit berlalu,
Aryo meraih telepon lagi, kali
ini menghubungi salah satu
orang kepercayaannya. Joni,
segera koordinasikan anak
buahmu. Fokus kita sekarang
adalah melacak keberadaan
mertuaku pak Heri. Kerahkan
semua sumber daya. Aku ingin
laporan setiap perkembangan,
secepatnya, perintahnya
dengan nada tegas.
Siap, tuan. Akan segera
kami laksanakan, jawab Joni
tanpa ragu.
Setelah panggilan berakhir,
Aryo bersandar di kursinya,
kedua tangannya menopang
kepala. Ia merenung sejenak,
mengingat kembali
pengorbanannya dalam
mengungkap kasus ini. Siska
sudah ditangkap, begitu juga Bu
Kartika, namun perjuangan
belum selesai. Ia tidak akan
berhenti sampai semua pihak
yang terlibat diadili.
Di sisi lain, Juan juga tidak
tinggal diam. la mengumpulkan
timnya untuk menyusun
strategi pelacakan. Kita fokus
pada bandara, pelabuhan, dan
jalur ilegal. Jika dia
memalsukan identitas, pasti ada
jejak yang tertinggal,
perintahnya.
Hari ini, kedua orang
tersebut bekerja keras dari
tempat mereka masing-masing,
memastikan semua rencana
berjalan sesuai rencana.Tak
lama setelah Aryo selesai
berbicara dengan Joni, pintu
ruangannya terbuka perlahan.
Kinan, istrinya, muncul dengan
senyum lembut di wajahnya.
Aryo, yang semula larut dalam
pikirannya, tersenyum hangat
begitu melihatnya.
…
Mas Aryo masih sibuk?
tanya Kinan dengan nada
lembut, melangkah masuk.
Aryo menggeleng sambil
mengistirahatkan tangannya di
meja. Tidak, Kinan. Aku baru
saja selesai menghubungi Juan.
Ada apa?
Kinan mendekat dengan
semangat yang khas. Aku ingin
mengajak Mas Aryo ke taman.
Aku ingin memperlihatkan
tanaman baruku, katanya
dengan senyum yang tak bisa
disembunyikan.
Aryo tertawa kecil melihat
antusiasme istrinya. Oh,
tanaman baru? Baiklah. Tapi
sebelumn itu, kemarilah,
katanya sambil mengisyaratkan
agar Kinan mendekat.
Kinan menuruti, meski ragu
melihat Aryo yang masih duduk
di kursi rodanya. Kenapa, Mas?
Ada apa? tanyanya.
Duduklah di pangkuanku,
ujar Aryo tiba-tiba, membuat
Kinan tertegun.
Apa? Duduk di pangkuan
Mas? Apa tidak apa-apa?
Kakimu kan belum sepenuhnya
sembuh. Nanti malah sakit lagi,
jawab Kinan, tampak cemas.
Aryo tersenyum
menenangkan. Tenang saja,
Kinan. Kakiku sudah jauh lebih
baik. Dokter bilang aku hanya
perlu waktu sedikit lagi.
Lagipula, aku ingin kita
menikmati waktu ini bersama.
Ayo, naiklah.
Kinan masih ragu, namun
akhirnya menuruti permintaan
Aryo. Dengan hati-hati, ia
duduk di pangkuan suaminya
dan memeluk leher suaminya.
Aryo langsung menggerakkan
kursi rodanya menuju lift,
senyum hangat tak pernah
hilang dari wajahnya.
Sesampainya di taman,
angin sore yang sejuk
menyambut mereka. Kinan
melompat turun dari pangkuan
Aryo dan bergegas menuju
sudut taman, tempat ia
menyimpan bunga barunya.
…
Dengan penuh semangat, ia
menunjukkan bunga berwarna
cerah yang baru dibelinya secara
online.
Ini dia, Mas! Cantik, kan?
Aku pikir bunga ini akan
membuat taman kita semakin
indah, ucap Kinan sambil
menata pot-pot bunga dengan
telaten.
Aryo memperhatikan
istrinya dengan senyum lembut.
Ia tak terlalu peduli pada
bunga-bunga itu yang ia lihat
hanyalah Kinan yang begitu
bahagia, dan itu sudah cukup
baginya.
Kinan, panggil Aryo pelan.
Kinan menoleh, masih
memegang sebuah pot. Iya,
Mas?
Kamu tau, semnua bunga
disini kalah cantik darimu, kata
Aryo dengan suara tulus.
Kinan tersenyum malu.
Mas Aryo ini bisa saja. Katakan
darimana mas Aryo belajar
rayuan gombal seperti itu?
Aryo justru tertawa pelan.
Saat itu, meski hidup mereka
tengah penuh tantangan,
keduanya tahu bahwa
kebahagiaan bisa ditemukan
dalam momen-momen
sederhana seperti ini.
….
Aryo masih setia menemani
Kinan ditaman, sambil
mengamati taman bunga yang
perlahan menjadi surga kecil
Kinan. Di sekelilingnya,
berbagai jenis bunga dengan
warna-warna cerah tertata rapi,
menciptakan suasana damai. la
menghela napas panjang,
menikmati aroma bunga yang
menyegarkan.
Kamu membeli ini semua
sendiri? tanya Aryo sambil
menggerakkan kursi rodanya
mendekati salah satu deretan
bunga.
Kinan, yang tengah sibuk
menata pot, menoleh dan
tersenyum. Tidak semuanya,
Mas. Beberapa aku beli sendiri
lewat online shop, tapi kadang
pegawai di sini membelikan dari
toko bunga di dekat villa.’
Aryo mengangguk, kembali
memperhatikan bunga-bunga
indah di hadapannya. Matanya
tertumbuk pada sebuah bunga
berwarna putih yang berbentuk
seperti lonceng kecil dan juga
bunga berwarna biru
disebalahnya. Keunikannya
mencuri perhatian Aryo, namun
ia merasa bunga itu tidak asing.
Kinan, apa nama bunga ini?
Sepertinya aku jarang melihat
bunga seperti ini, tanyanya
sambil menunjuk bunga
tersebut.
Kinan mendekati Aryo, ikut
memandangi bunga yang
ditunjuk. la merenung sejenak
sebelum menjawab. Oh, yang
ini namanya lily, Mas. Kalau
yang di sebelahnya aku lupa,
tapi bagus, kan? Aku baru
membelinya beberapa hari yang
lalu.
Lily, ya… gumam Aryo,
seolah mencoba mengingat
sesuatu.
….
Kinan melanjutkan, Bunga
ini aku pesan karena Rosa yang
merekomendasikannya. Saat dia
tahu aku suka berkebun, dia
langsung menunjuk bunga ini
dan memesankannya untukku.
Katanya ini bunga langka jarang
ada yang punya.
Aryo menoleh, sedikit
heran. Rosa?
Iya, Rosa. Teman
kampusku. Dia tahu aku suka
tanaman, jadi dia membantu
mencarikan bunga yang cantik,
jelas Kinan dengan santai.
Aryo mengangguk pelan,
namun pikirannya kini mulai
terpecah. Nama Rosa
mengingatkan Aryo pada
peristiwa yang terjadi beberapa
minggu yang lalu, namun ia tak
ingin merusak suasana. Ia
kembali tersenyum, menatap
bunga-bunga indah yang kini
memenuhi taman kecil mereka.
Bunganya memang cantik,
seperti yang punya taman, ucap
Aryo sambil tersenyum
menggoda Kinan lagi.
Kinan tertawa kecil,
menutupi pipinya yang mulai
merona. Ternyata mas Aryo
sekarang sudah pintar
nenggombal ya? Sudah, lihat
saja bunganya, jangan
menggodaku terus.
Mereka tertawa bersama,
menikmati sore itu di tengah
keindahan bunga-bunga yang
menjadi saksi kebahagiaan
mereka. Meski ada hal-hal kecil
yang mengusik pikiran Aryo, ia
memilih untuk fokus pada
momen sederhana yang penuh
kedamaian bersama istrinya.
….
Setelah beberapa hari
menjalani perawatan di rumah,
Aryo akhirnya mendapatkan
izin dari dokter untuk kembali
beraktivitas seperti biasa.
Namun, dokter
mengingatkannya untuk tidak
terlalu memaksakan diri,
terutama menghindari berjalan
jauh untuk sementara waktu.
Meski begitu, semangat Aryo
untuk kembali ke rutinitasnya
tak terbendung.
Pagi itu, Aryo bersiap pergi
ke kampus bersama Kinan. Saat
mobil berhenti di depan gedung
fakultas, Kinan turun lebih dulu.
Mas Aryo, aku ke kelas dulu ya.
Jangan lupa pesan Dokter
kemarin, ucap Kinan sambil
tersenyum.
Aryo mengangguk. Iya,
hati-haya Kinan. Kalau ada
apa-apa langsung hubungi aku.
Setelah Kinan pamit, Aryo
menuju ruangannya.
Sesampainya di sana, ia segera
menghubungi asistennya
melalui telepon internal. Pagi,
Fiko. Tolong umumkan kalau
akan ada rapat dadakan siang ini
jam satu. Pastikan semua dewan
pembina dan para dekan hadir,
ya.
Baik, Pak Aryo. Akan
segera saya kabarkan, jawab
Fiko dengan sigap.
Setelah urusan itu selesai,
Aryo memeriksa jadwalnya dan
menyadari ia harus mengajar di
kelas Kinan pagi ini. Ia
mengambil buku materi dan
berjalan menuju ruang kelas,
langkahnya mantap meski
masih sedikit berhati-hati.
Di dalam kelas, suasana riuh
berubah menjadi hening ketika
Aryo masuk. Sosoknya yang
tinggi dengan wajah tampan
blasteran langsung menarik
perhatian. Para mahasiswa dan
mahasiswi serentak
menatapnya, terutama
mahasiswi yang sebagian besar
tampak terpukau. Namun, Aryo
tetap fokus. Dengan suara tegas,
ia mulai memberikan materi
pelajaran.
….
Di salah satu sudut kelas,
Kinan duduk sambil tersenyum
kecil melihat suaminya yang
tengah mengajar. Bagi Kinan,
melihat Aryo berdiri di depan
kelas adalah momen yang
membanggakan. Meski
suaminya terkenal cuek dan
terkesan galak, ia tahu Aryo
adalah pria yang penyayang dan
penuh kehangatan saat
bersamanya.
Namun, perhatian Aryo
sempat terganggu. Di antara
banyaknya tatapan memuja dari
mahasiswi, ada satu tatapan
yang membuatnya tidak
nyaman. Rosa. Perempuan itu
duduk di barisan tengah, dan
matanya seolah terus mengikuti
setiap gerakan Aryo.
Aryo berusaha
mengabaikannya, namun
semakin lama tatapan Rosa
terasa semakin menusuk.
Seolah-olah ada tatapan memuja
dan juga amarah yang
disampaikan lewat sorot
matanya, tapi Aryo tak ingin
menanggapinya. la menegaskan
dirinya untuk tetap fokus pada
materi dan menghindari kontak
mata dengan Rosa.
Selesai mengajar, Aryo
segera merapikan bukunya dan
meninggalkan kelas tanpa
banyak bicara. Kinan sempat
menahan Aryo, Mas, nanti
siang aku ada rencana pergi ke
Gramedia dengan
teman-temanku, apakah boleh?
ucapnya sambil tersenyum.
Aryo hanya mengangguk
singkat, menyembunyikan
kegelisahannya. Baiklah, tapi
ajak Tyas dan hati-hati. Mas
harus kembali ke ruangan. Ada
rapat penting nanti siang. Tetap
kabari Mas kalau kamu disana
nanti, katanya lembut,
kemudian berjalan pergi.
…
—Siang itu, Aryo memasuki
ruang rapat dengan langkah
penuh keyakinan. Semua
anggota rapat telah hadir,
termasuk pamannya, David,
yang duduk dengan ekspresi
tenang di ujung meja. Aryo
menatap para peserta rapat
sejenak sebelum membuka rapat
dengan suara tegas.
Hari ini, saya ingin
membahas terkait transparansi
dan integritas kampus ini. Saya
menemukan bukti kecurangan
yang telah dilakukan oleh Bapak
David Hermawan. Untuk itu
saya, meminta pendapat kalian
tentang rencana pemecatan
jabatan Pak David sebagai
Manager Keuangan kampus
terkait tindak korupsi yang
telah dilakukannya, ucap Aryo
langsung ke inti pembicaraan.
David mengangkat alis, lalu
tersenyum kecil seolah
meremehkan tuduhan itu. Apa
maksudmu, Aryo? Saya tidak
pernah melakukan korupsi.
Selama ini, saya bekerja dengan
jujur, katanya dengan nada
penuh keyakinan. Kalau
memang kamu punya bukti,
tunjukkan sekarangjuga.’
Aryo tetap tenang. Ia
memberi isyarat kepada
asistennya untuk memutar file
yang telah disiapkannya.
Namun, ketika file tersebut
dibuka, layar proyektor hanya
menampilkan dokumen kosong.
Aryo mengerutkan kening,
tidak percaya apa yang
dilihatnya. la segera membuka
laptop pribadinya untuk
memeriksa file cadangannya,
tetapi seluruh bukti yang telah
disimpannya hilang tanpa jejak.
Ruangan mulai dipenuhi
bisik-bisik dari para anggota
rapat. Kepala Dewan Pembina
akhirnya angkat bicara, Pak
Aryo, dimana bukti yang Anda
sebutkan. Jika tidak, tuduhan
Anda tidak berdasar.
….
Aryo terdiam sejenak, lalu
menatap David dengan tajam.
Kamu pasti telah mencoba
menghilangkan semua bukti ini
, katanya pelan namun penuh
tekanan. Saya mohon maaf
kepada semua hadirin. Berikan
saya waktu sebentar untuk
memulihkan data yang telah
dihapus.
David tersenyum sinis,
menyandarkan tubuhnya di
kursi dengan santai. Silakan
saja, pak Aryo. Tapi saya ragu
kamu akan menemukan bukti
apa pun. Karena memang saya
tidak pernah korupsi, ujarnya
sambil mengejek.
Aryo tidak terprovokasi.
Dengan tenang, ia mengambil
ponselnya dan menghubungi
Juan. Juan, file bukti korupsi
David yang pernalh kamu
backup sebelum saya sakit-
tolong segera kirimkan ke email
saya, katanya cepat.
Baik, Aryo. Beri aku waktu
lima menit, jawab Juan dengan
sigap.
Beberapa saat kemudian,
Aryo menerima notifikasi
masuknya sebuah file dari Juan.
la segera membuka file itu di
laptopnya dan meminta
asistennya untuk memutarnya.
Kali ini, layar proyektor
menampilkan bukti lengkap-
rekaman transaksi
mencurigakan, laporan
keuangan manipulatif, hingga
bukti transfer yang melibatkan
David. Seluruh ruangan
mendadak hening.
…
Bukti ini telah diverifikasi
sebelumnya oleh tim investigasi
independen. Jika Pak David
merasa ini rekayasa, silakan kita
bawa ke jalur hukum.
Kepala Dewan Pembina
menatap David dengan tatapan
tajam. Pak David, ini tuduhan
serius. Kami akan segera
mengadakan sidang etik untuk
membahas tindakan
selanjutnya, ucapnya tegas.
David terdiam, tidak
mampu berkata apa-apa lagi.
Sementara itu, Aryo tersenyum
tipis, merasa lega bahwa
kebenaran akhirnya terungkap
meskipun sempat dihadang
rintangan. Rapat pun berakhir
dengan keputusan bahwa kasus
ini akan diproses lebih lanjut
oleh dewan pembina dan pihak
berwenang.
Setelah semua bukti
ditampilkan oleh Aryo, suasana
di ruang rapat menjadi semakin
tegang. Kepala Dewan Pembina
berdiri dan mengumumkan
keputusan rapat.
Berdasarkan bukti-bukti
yang telah disampaikan, kami,
dewan pembina, sepakat untuk
memberhentikan Bapak David
dari jabatannya sebagai Kepala
Keuangan. Selain itu, kami
mewajibkan Bapak David untuk
mengganti rugi semua kerugian
yang disebabkan olehnya dan
mengembalikan dana yang telah
dikorupsi, ucapnya dengan
tegas.
Wajah David langsung
berubah pucat. Keringat dingin
mulai membasahi dahinya. la
berdiri, mencoba membela diri.
Aryo, kita ini keluarga. Aku
bersedia mengembalikan semua
uang yang aku ambil dari
kampus ini. Tapi, tolong, jangan
bawa masalah ini ke jalur
hukum. Aku mohon, aku tidak
mau dipenjara, katanya
memohon dengan nada putus
asa.
…
Aryo menatapnya dengan
dingin. Matanya penuh dengan
ketegasan dan kekecewaan.
Uang yang kamu korupsi bukan
urusanku, Om. Itu adalah uang
kampus. Tapi soal jalur hukum,
aku tidak akan mundur. Kamu
akan tetap aku laporkan atas
kasus ini. Bukan hanya itu,
Aryo berhenti sejenak,
mempererat tatapannya, aku
juga akan melaporkanmu atas
kasus percobaan pembunuhan
terhadap nenek Lasmi.
Ucapan Aryo membuat
seluruh ruangan terdiam. Mata
David membelalak, tubuhnya
gemetar. Apa maksudmu, Aryo?
Aku tidak mungkin mencelakai
Bibiku sendiri! Itu tuduhan yang
tidak masuk akal! teriak David
dengan panik.
Aryo tersenyum sinis,
penuh kemenangan. Om, aku
sudah mengetahui semuanya.
Ibu tiriku sudah mengakui
perbuatannya. Dia
menyebutkan bahwa kamu juga
terlibat dalam rencana itu.
Semua sudah jelas, dan
bukti-bukti juga sudah aku
serahkan kepada polisi.
Tubuh David melemas. Ia
terduduk di kursinya, tak
mampu berkata-kata. Dalam
kepanikannya, ia mencoba
mengingat-ingat celah untuk
membela diri, tetapi semuanya
tampak sia-sia. Kejahatan yang
selama ini ia sembunyikan
akhirnya terbongkar di depan
semua orang.
Tak lama kemudian, suara
langkah kaki berat terdengar
mendekati ruang rapat.
Beberapa petugas polisi masuk
ke dalam ruangan dengan wajah
tegas. Salah satu dari mereka
mendekati David.
…
Bapak David, Anda kami
tangkap atas dugaan tindak
korupsi dan percobaan
pembunuhan. Anda memiliki
hak untuk diam. Segala sesuatu
yang Anda katakan dapat
digunakan di pengadilan, ucap
petugas sambil menunjukkan
surat penangkapan.
David mencoba memprotes,
tetapi suaranya lemah. la hanya
bisa pasrah saat polisi
memborgol tangannya dan
menyeretnya keluar dari
ruangan.
Para anggota rapat yang
menyaksikan kejadian itu hanya
bisa diam. Beberapa dari mereka
saling berbisik, mencoba
mencerna apa yang baru saja
terjadi. Aryo berdiri, melihat
Omnya dibawa pergi dengan
tatapan dingin namun tegas.
Dalam hatinya, ia merasa lega
karena satu langkah besar telah
diambil untuk menegakkan
keadilan untuk neneknya dan
juga kampus miliknya.
Namun, ia tahu perjalanan
ini belum selesai. Aryo berjanji
pada dirinya sendiri untuk terus
menjaga integritas kampus dan
membongkar semua kejahatan
yang ada didalamnya.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts