BALADA BESAN DAN MENANTU (PART08)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART08
…Ceritadewasa….
.
.
.
gerakan-gerakan samar di dalam gubuk itu
yang membuatnya mengernyitkan dahi.
Siapa yang mengisi gubuk kosong itu?
pikirnya, penasaran.
Dengan hati-hati, Pak Wira mendekati gubuk
tersebut. Langkahnya perlahan, menunda
barang bawaan dekat pematang. Suara angin
yang menderu di antara ilalang-ilalang tinggi
tidak bisa menutupi bisikan-bisikan halus
yang mulai terdengar. Jntung Pak Wira mulai
berdebar kencang. Suara yang samar itu
semakin jelas-ada tawa kecil, suara genit
seorang wanita.
Napas Pak Wira tersendat, langkah kakinya
terhenti beberapa meter dari gubuk. Suara itu
tidak asing baginya. Ia kenal betul bisikan
genit itu, meski belum berani memastikan
siapa pemiliknya.
.
.
.
Tanpa ragu lagi, Pak Wira mendekati dinding
gubuk dan mengintip dari celah-celah bambu
yang lapuk. Ia merunduk hati-hati, berjongkok,
memastikan dirinya tidak terlihat dari dalam.
Detik-detik itu terasa seperti waktu berjalan
lambat. Apa yang ia saksikan dari celah
dinding benar-benar membuat tbuhnya kaku,
seolah tertancap di tempat.
Di dalam gubuk, di antara jerami kering dan
cahaya redup yang masuk dari sela-sela atap,
Pak Wira melihat dua sosok yang sangat
dikenalnya dengan baik, Umi Latifah dan Pak
Sarnu.
Pak Wira membeku. Matanya membellak,
mlutnya menganga tanpa suara, kaget
bercampur tak percaya melihat pemandangan
di depannya. Bisikan dan tawa genit yang tadi
ia dengar kini bergema di telinganya, semakin
perasaan berkecamuk dalam ddanya..
.
.
Ya Allah, apa yang sedang terjadi di sini?
Di dalam gubuk, Pak Wira melihat Pak Sarnu,
sedang terlntang lemas di atas bale-bale
beralaskan tikar kusam, dalam keadaan
telnjang bulat. Rudlnya yang hitam,
berukuran sedang, tergeletak lemah di
prutnya, tampak mengkilat licin dengan sisa
-sisa cairannya.
Sementara di sudut ruangan, Umi Latifa
sedang membngkuk mengenakan kembali
celna dalamnya. Lalu menurunkan gamis
panjangnya dan merapikan kerudungnya yang
tampak acak-acakan.
Setelah itu ia kembali duduk di bale-bale,
samping Pak Sarnu yang masih tergletak
lemah, memejmkan matanya. Tbuhnya,
kelelhan namun wajahnya
yang susah
tampak
memancarkan
kepusan yang susah untuk
dijelaskan.
.
.
.
Gimana Umi, sekarang makin percaya kan?
tanya Pak Sarnu dengan suara parau agak
lemah, namun terkesan sombong.
Pak Wira yang sedang ngintip makin
menajamkan pendengarannya sambil
menahan napasnya, tak ingin ketinggalan
obrolan dua tetangganya dalam gubug itu.
Kalau dibanding sama punya suami aku sih,
aku percaya kalau punya Pak Sarnu jauh lebih
besar dan panjang, tapi… kalau kekuatannya
sih sama aja, Jawab wanita setengah baya itu
genit, terkesan malu-malu kucing.
Tapi kamu pus kan, Umi? Lelaki berusia 50
tahun itu pun menarik tbuhnya bangkit dari
telntang, lalu duduk setengah bersila.
Puas banget. Gak nyangka sih, ternyata yang
lebih besar dan panjang itu emang beda
rasanya, walau kekuatannya sama aja, hihihi.
.
.
.
Umi Latifah membkap mlutnya dengan
kedua tangannya
Hehehehe, betul. Tapi menurut kamu emang
ada orang di kampung kita yang barangnya
melebihi punya saya? Gak mungkin ada lah,
Umi. Pak Sarnu makin bangga.
Belum tentu gak ada. Kan belum pernah ada
kontesnya, hihihi. Umi Latifah kembali
cekikikan sambil mengencangkan dan
merapikan kerudungnya yang sedikit
.
.
NoteL.i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts