BALADA BESAN DAN MENANTU (PART09)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART09
…CERITADEWASA TERBARU..
.
.
.
Umi Latifah kembali
cekikikan sambil mengencangkan dan
merapikan kerudungnya yang sedikit
mengendur.
Walau gak ada kontes, tapi saya yakin. Gak
bakal ada yang melebihi punya saya, kecuali
milik Pak Wira, itu pun gak bisa dibandingin
karena kan punya dia udah gak berguna? Pak
Sarnu yang rambutnya sudah dihiasi uban itu,
makin bangga.
Iya sih. Buat apa besar dan panjang kalau gak
ada gunanya. Pak Wira itu gak normal,
makanya dia gak berani kwin lagi setelah
berceri! sambung Umi Latifah mengejek.
Deg!
Jantung Pak Wira yang sedang mengintip dan
fokus nguping, seketika tersentak, namanya
dibawa-bawa. Wajahnya terkesiap, merah
padam, darah berdesir menahan amarah.
Harga dirinya sebagai lelaki telah direndahkan
dengan fitnah yang sama sekali tidak berdasar
dari dua insan msum ini.
.
.
.
Kok Umi tahu, punya Pak Wira ukuran jumbo
tapi loyo? tanya Pak Sarnu penasaran.
Dia kan besanku. Sebelum berceri, Bu Lina
suka cerita sama aku. Dan memang terbukti,
sampai sekarang Pak Wira gak kwin lagi
setelah berceri dengan Bu Lina. Jadi gak salah
kalau Bu Lina selngkuh dengan anak buahnya
Pak Wira, hihihi, jawab Umi Latifah dengan
nada manja.
Tbuh Pak Wira bergetar hebat. Ia hanya bisa
berjongkok di sana, tertegun, selama beberapa
menit sebelum akhirnya memutuskan untuk
mundur perlahan. Kakinya terasa lemah. Ia
tahu, ia tak boleh terlalu lama di sana.
Dengan langkah perlahan, ia terus menjauh,
mencoba meredam suara dedaunan yang ia
injak. Di sepanjang perjalanan pulang,
pikirannya kacau. Hinaan Umi Latifah masih
terus terngiang-ngiang di telinganya. Ini bukan
yang pertama.
.
.
.
Pak Wira kembali teringat pada peristiwa
mengesalkan beberapa hari yang lalu.
Pagi itu, Umi Latifah dan beberapa ibu-ibu
kampung berkumpul di tepi sungai, sambil
mencuci pakaian. Suara gemericik air dan
dentingan peralatan cuci berbaur dengan tawa
dan obrolan mereka yang bersemangat. Di
antara mereka, Umi Latifah menjadi pusat
perhatian dengan gaya bicaranya yang lembut,
menusuk namun penuh percaya diri.
Makanya wajar aja, Bu Lina minta ceri dari
Pak Wira, kata Umi Latifah sambil
mengangkat pakaiannya dari air. Wanita
mana yang tahan hidup sama lelaki loyo
begitu. Gak ada gunanya meski rumahnya
besar, sawahnya luas. Harta doang, gak cukup
buat bikin istri bahagia, tambahnya dengan
senyum sinis.
Beberapa ibu-ibu lain ikut tertawa pelan,
merasa obrolan ini penuh hiburan.
Umi sih pasti tahu banget, secara kan besan
ya. Dulu juga akrab banget dengan Bu Lina,
mantan istrinya Pak Wira, tambah yang lain.
Iya, bener tuh, sambut Bu Siti, salah satu
dari mereka.
Saya juga gak ngerti, buat apa harta banyak
kalau gak ada kepuasan. Bu Lina pasti capek,
makanya dia cari lelaki muda yang bisa
memuaskan dia, kan? Normal aja itu,
perempuan juga punya kebutuhan. Lihat aja
sekarang, Pak Wira malah sibuk sendiri, gak
kawin lagi. Bu Imas tak mau kalah.
Iya, Pak Wira ngakunya gak ada masalah,
malah menyalahkan istrinya. Kalau memang
gak ada masalah, kenapa gak kawin lagi? Udah
jelas kan, berarti dia takut. Gak ada yang mau
nikah sama lelaki yang gak bisa apa-apa di
ranjang, Umi Latifah menyeringai puas
dengan komentarnya.
Tawa semakin keras memenuhi tepian sungai.
Ibu-ibu itu tampak puas dengan pembicaraan
mereka, seolah sedang menggulingkan satu-
satunya pria yang menurut mereka terlalu
banyak menyimpan rahasia.
Yang ibu-ibu itu tidak tahu, di balik
pepohonan tak jauh dari sana, Pak Wira, yang
kebetulan melewati area itu untuk memeriksa
kebunnya, tak sengaja mendengar percakapan
mereka.
Pak Wira berdiri diam, membiarkan setiap
kata dari ibu-ibu itu meresap ke dalam
hatinya.
mentertawakan
Mereka
kehormatannya, mempermalukan dirinya
dengan tuduhan yang tak beralasan.
Telinganya memanas mendengar tuduhan-
tuduhan tentang
sebagai lelaki.
ketidakmampuannya
Namun, alih-alih marah atau segera pergi, Pak
Wira tetap tenang. Wajahnya tak
menunjukkan ekspresi apa-apa,
matanya yang berkilat penuh tekad.
hanya
Sejak saat itu, Pak Wira berjanji pada dirinya
sendiri bahwa dia akan membungkam mulut-
mulut usil ini. Dia akan kembali dengan lebih
perkasa, lebih kuat, dan membuktikan bahwa
semua yang mereka katakan hanyalah omong
kosong.
.
.
.
Pak Wira tersenyum, dia tahu apa yang harus
dilakukan terhadap besannya itu. Umi Latifah
harus segera diberi pelajaran.
Selama ini Pak Wira tetap berbuat baik
kepadanya, karena dia adalah besannya. Ardi,
anak pertama Pak Wira, menikah dengan
Anisa, anak pertama pasangan Ustad Bidin
dan Umi Latifah.
Siapa sebenarnya Umi Latifah
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts