Tetangga menggoda (part 17)
Isi Postingan:
Tetangga menggoda part 17
…. TRUE STORY…
.
.
.
Tadi sore, Mas Nata baru pulang dari luar kota.
Seperti sebelumnya, perempuan yang kucintai itu
akan lebih banyak menghabiskan waktunya di
rumah. Ke mana-mana, akan diantarkan oleh
pasangan halalnya. Gak membutuhkan jasa sopir
lagi sepertiku. Hah, aku tersenyum sumbang.
Brow, gua juga mau dibuatin sekalian. Kopi
tubruk yang ampasnya juga manis, ya. Haha …,
ujar Angga setelah berada di dekatku. Yaelah
Angga, masih diingat2 saja, kejadian konyol
waktu itu.
Saya juga. Sama seperti Angga. Mas Nata ikut-
ikutan memesan kopi. Tumben sekali lelaki itu
ngopi di sini.
Tiba-tiba aku merasa gerah. Keringat dingin
sedikit menyapa kulitku. Ada rasa khawatir
sekaligus gak nyaman.
Apa dia sedang memata-mataiku? Apa dia mulai
mencium gelagatku yang mempunyai perasaan
cinta pada istrinya? Ah gak mungkin. Kami ‘kan
jarang bertemu. Lagian, aku gak sesembrono itu,
..
memperlihatkan isi hatiku pada orang lain.
Termasuk pada Mbak Rifani sendiri. Aku gak mau
perempuan itu menjadi marah dan menjauhiku
setelah tahu perasaanku yang sesungguhnya.
Sepertinya hanya pikiranku saja yang over
thinking. Mungkin seperti inilah perasaan maling,
selalu was-was tanpa sebab, gak tenang.
Nyatanya, setelah beberapa menit ngobrol dan
main kartu remi bareng, kami gak lagi merasa
canggung. Mas Nata adalah lelaki yang supel dan
pintar menjaga penampilan, pantas saja jika
Mbak Rifani begitu mencintainya. Untuk sesaat,
aku melupakan cerita Mbak Rifani tentang Mas
Nata waktu itu.
Permainan kartu telah selesai. Berakhir dengan
gelak tawa, menikmati pemandangan wajah
Angga yang penuh dengan bedak bayi, karena dia
sering kalah.
Rif, besok kuundang kamu makan malam di
rumah, ya, ujar Mas Nata ketika hendak pulang.
Wah, ada acara apa, Mas?
..
Itu, cuma syukuran kecil-kecilan saja, kok.
Oh, okay… siap, Mas. Kuterima saja
undangannya, meski gak tahu, acara syukuran
apa yang dimaksud.
Aku sudah berada di kamarku. Menatap jendela
yang pintunya lupa belum kututup.
Waduh… untung, Emak gak liat. Kalo tau aku
belum menutup jendela hingga tengah malam
seperti ini, pasti beliau akan ngomel. Aku
berbicara sendiri sambil berjalan mendekati
jendela, hendak menutupnya.
Tanpa sengaja, kulihat lampu kamar di rumah
sebelah baru saja menyala. Kata Angga waktu itu,
kamar tersebut adalah kamar kepemilikan Mbak
Rifani.
Entah kebetulan atau apa, kamarku
berdampingan dengan kamar wanita yang
kucintai. Jendela kamarnya lebih lebar ketimbang
jendela kamarku. Jendela yang terbuat dari
lembaran kaca bening itu tertutup tirai berwarna
putih. Hingga samar-samar aku bisa melihat
Related: Explore more posts