Tetangga idaman (PART41)
Isi Postingan:
Tetangga idaman PART41
… TRUE STORY…
.
.
.
Wajah seorang ibu yang kurindukan memenuhi pupil ketika aku menbuka mata dengan sempurna.
Ibu…. Tanpa sadar, aku memanggil ibuku. Wajah wanita di hadapanku itu terlihat semringah ketika pandangannya tertujuu ke
arahku.
Oh, rupanya beliau adalah Bulek Siti, ibunya Arif.
Arif, sini, Rif, Neng Rifani sudah siuman, ujar Bulek Siti dengan bersemangat. Tidak lama, Arif datang dengan sebuah gelas bertangkai dan
menyodorkan gelas berisi minuman panas tersebut ke arahku.
.
.
Mbak, minum ini dulu, Mbak. Biar perutnya hangat.
Sini, biar, emak bantu. Bulek Siti mengambil alih gelas yang ada di tangan Arif, kemudian membantu meminumkannya padaku. Terharu.
Baik sekali, wanita separuh baya itu kepadaku.
Aku menurut, menyeruput minuman yang disodorkan Bulek Siti perlahan, tapi kemudian wajahku mengkerut-mengkerut. Aku memang
tidak suka rempah-rempah. Meski begitu, tetap menyeruputnya sedikit demi sedikit.
.
.
Mbak udah baikan? tanya Arif, ketika minumanku tinggal setengah gelas. Aku menggelengkan kepala tanda ingin menyudahi kegiatan minum.
Iya, Rif. Saya sudah mendingan.
Neng tadi mau beli apa? Kok tiba-tiba jatuh pingsan di teras warung emak? Beli obat? Neng emang lagi sakit kah? Seperti tidak mau
menunda-nunda keingin tahuannya, Bulek Siti memberondongku dengan pertanyaan.
.
.
Bukan, Bulek. Rifani tadi ke sini mau mencari, Arif. Mau minta tolong mengantarkan ke suatu tempat. Namun, tiba-tiba rasanya pusing
sekali. Setelah itu, Rifani sudah lupa apa yang terjadi, bangun-bangun sudah berada di sini.
Oalah … pasti, Neng belum sarapan ‘kan? Biar bulek ambilin makan bentar ya? Aku tidak menolak, tidak pula mengiyakan. Rasa malu jika
harus mengatakan keadaan rumah tanggaku pada wanita sepuh itu.
.
.
Ndak papa, sementara makan di kamar, Arif dulu, Neng ‘kan masih lemes, ujar bulek dari kejauhan, beliau sudah pergi meninggalkan aku dan Arif berdua di kamar ini.
Ini kamarnya, Arif? tanyaku sambil melihat sudut-sudut yang ada di ruangan ini. Kamar ini tidak sebesar kamarku sendiri, tapi terasa nyaman berada di sini.
.
.
Ehe, iya, Mbak, jawabnya kikuk. Ada apa dengan dia? Apa dia tidak suka, aku berada di kamarnya?
Berada di satu ruangan yang sama dengan seorang pemuda, hanya berdua saja, aku pun merasa tidak enak. Aku jadi membayangkan jika
tiba-tiba warga datang berduyun-duyung menggerebek kami dan meminta kami untuk segera menikah seperti cerita di novel-novel
online yang pernah kubaca itu. Ah,
bisa-bisanya aku mikir sejauh itu.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts