Tetangga menggoda (part16)
Isi Postingan:
Tetangga menggoda part16
…. ceritadewasa…
.
.
.
Sebuah parfum berkelas, keluaran luar negeri
yang harganya cukup fantastis. Padahal,
sebelumnya Mas Nata gak pernah suka
menghambur-hamburkan uang. Jika pun
membeli parfum, ya yang sewajarnya saja.
Ketika ditanyakannya pada Mas Nata, suaminya
itu menjawab jika parfum itu milik atasan yang
tertinggal di sakunya. Suaranya sedikit bergetar
ketika menjawab pertanyaan tersebut. Dari situ,
Mbak Rifani mulai menaruh curiga pada sang
suami.
Negative thinkingnya keluar. Ia berpikir jika
perubahan sikap suaminya dikarenakan ia belum
bisa memberinya keturunan, padahal sudah tiga
tahun menikah.
Hari-hari setelah malam itu, hubunganku dengan
Mbak Rifani semakin dekat. Apalagi saat Mas
Nata sedang keluar kota.
Kemana-mana, perempuan kalem itu memintaku
untuk mengantarnya. Dan sialnya, aku gak bisa
menolak permintaan itu. Sudah seperti sopir
pribadi saja. Bahkan aku pernah mencancel
orderan pelanggan demi memprioritaskan Mbak
Rifani. Tentunya tanpa memberi tahu perempuan
itu. Jika dia tahu, pasti akan mengomel dan gak
jadi minta diantar.
Mbak Rifani memperlakukanku dengan sangat
baik. Malahan, bisa dibilang … lembut. Seringkali
dia memberiku perhatian lebih seperti
perhatiannya pada Angga-adik kandungnya
sendiri. Menyemangatiku untuk rajin narik
orderan penumpang. Katanya, aku harus rajin
menabung, biar tahun depan bisa melanjutkan
kuliah.
Dari banyaknya perhatian yang dia berikan,
sepertinya aku mulai ngelunjak. Entah sejak
kapan aku mempunyai perasaan sayang pada
Mbak Rifani. Bukan lagi rasa sayang dari adik ke
kakaknya, melainkan rasa sayang seorang lelaki
dewasa kepada perempuan yang disukainya.
Quote-indahnya cinta tak semanis namanya-
yang pernah kudengar dulu, nyatanya sekarang
malah menimpaku. Pada kenyataannya, cinta ini
hanya bisa kurasakan dalam hati saja, tanpa bisa
mengungkapkan pada dirinya. Aku harus
memendam rasa cinta ini begitu rapat, tanpa
seorang pun yang boleh mengetahuinya.
Percayalah, keadaan yang seperti ini, justru
begitu menyiksa.
Rif, bikinin gua kopi susu satu, ya.
Siap, Bang.
Emak sudah berangkat tidur sejak satu jam yang
lalu dan aku yang melanjutkan jaga warungnya.
Dengan luwes, aku melaksanakan tugasku.
Menyeduh kopi mah, sudah biasa bagiku. Di sela-
sela obrolan para pelanggan Emak, terdengar
suara dua orang tertawa yang semakin lama
semakin mendekat
Wajah Angga nampak setelah sampai teras
warung. Di belakangnya, Mas Nata mengikutinya.
Related: Explore more posts