TERDIAM DALAM TAKDIR (PART30)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART30
…Ceritadewasa…
.
.
.
Taksi Online yang kami tumpangi
kini berhenti di depan kediaman
mertuaku. Mataku menatap heran
pada dua mobil polisi terparkir rapi di
pekarangan rumah orang tua mas
Arman, dan yang membuatku tak
kalah kaget ada mobil milik mama.
Kekhawatiran mulai menyelimuti hati,
apa yang wanita itu lakukan di sini.
..
Ayo Lis, kita keluar, sepertinya
ada sesuatu yang terjadi, ucap mas
Arman bergegas keluar dan
membantuku turun dari mobil.
Aku di papah mas Arman. Di
depan teras dua pria berseragam yang
berdiri di depan pintu kiri dan kanan.
Tak lama keluarlah mbak Sari yang
digandeng oleh kedua petugas polisi
wanita.
Dari belakang ibu mengejar
dipegangi oleh bapak sembari terus
menangis, meneriaki nama mbak Sari.
Selain ibu, bapak dan mas Johan,
mama pun ada di sini. Entah apa yang
sudah wanita itu lakukan pada
keluarga suamiku.
.
.
.
Aku terlonjak kaget saat
mendapati mbak Sari berlari ke
arahku. Kemudian berlutut dan
memeluk kedua kaki ini sembari
menangis.
Tangisan ibu semakin terdengar
pilu dalam pelukan bapak menatap
putrinya tergugu sambil berlutut
memohon pengampunan dariku. Hal
ini tentu saja membuatku tak tega
untuk berlaku kejam pada mbak Sari.
Sejahat apa pun dia padaku, tetap saja
aku tidak bisa berlaku jahat padanya.
Maafin Mbak, Lis, lirihnya.
Aku membantu mbak Sari berdiri,
menatap wajah penuh penyesalan itu
dengan iba. Sebenarnya dalam dada
ini masih tersisa rasa marah, karena
perbuatannya tempo hari membuatku
sampai kehilangan janin.
Namun, aku mencoba untuk
berlapang dada, dengan
memaafkannya. Semoga saja kejadian
ini bisa membuatnya berubah.
Aku sudah memaafkan, Mbak.
Lagi pula memang belum rezeki aku
dan mas Arman memiliki anak lagi.
Tanganku bergerak menyentuh kedua
pundaknya untuk membantunya
berdiri.
.
.
.
Di raihnya tangan ini, lantas ia
menciumnya sambil terisak. Seolah
menyiratkan penyesalan yang begitu
dalam. Namun, entah kenapa hatiku
masih merasa sangsi dengan
tangisannya ini. la menyesal karena
perbuatannya kemarin atau memang
karena dia tahu siapa aku sebenarnya.
Mama pasti sudah menceritakan
semuanya pada keluarga suamiku.
Ternyata mama tidak main-main
dengan ucapannya kemarin, jika
wanita yang kucintai itu ingin
membawaku kembali ke rumah yang
sudah bertahun-tahun kutinggalkan.
…
Pak, tolong jangan bawa Mbak
Sari,pintaku pada pria berseragam itu.
Maaf, Bu. Kami harus
membawanya untuk iproses, jika ada
yang mesti di jelaskan. Silakan ke
kantor saja! jawabnya pria
berseragam itu telak.
Lantas pria itu mengangguk
memberi isyarat pada dua wanita yang
mengenakan seragam yang sama
dengannya, segera membawa mbak
Sari.
Aku menatap iba pada kakak
iparku itu, seiahat apa pun mbak Sari
terhadapku, tapi aku tak mau jika
melihat kondisinya seperti sekarang
ini. Apalagi membayangkan ia harus
mendekam di balik jeruji besi.
Ibu kembali menangis melihat
putrinya benar-benar dibawa oleh
polisi. Sungguh aku tak tega melihat
kepedihan di mata ibu dan bapak. Tapi
apa yang harus kulakukan?
Ayo, pulang! titah mama
tiba-tiba. Wanita cantik itu berdiri di
hadapanku. Mama mohon
pulanglah! lanjutnya. Di sini kau
hanya akan mendapatkan
kesengsaraan. Lagi pula dendammu
sudah terbalaskan.
.
.
.
Perkataan mama sontak
membuatku kaget. Aku menoleh pada
tubuh tegap mas Arman yang masih
berdiri merangkul pundakku dengan
wajah sama terkejutnya. Begitupun ibu
dan bapak.
Perlahan mas Arman melepaskan
kedua tangannya dari pundakku.
Jadi, selama ini kau menikah
denganku, hanya karena Ingin balas
dendam pada Mbak Sari!’ tuntutnya
meminta jawaban.
Mas, aku bisa jelasin, semua
tidak seperti yang kau pikirkan,
kataku. Sungguh, aku mau menikah
denganmu karena aku cinta sama
kamu, Mas.
Kalau memang seperti itu,
kenapa kamu menyembunyikan
identitasmu, Hah! Mas Arman
berteriak. Tangannya menolak
sentuhan dariku.
..
Itu karena aku ingin kau dan
keluargamu mau menerima
keadaanku apa adanya sebagai orang
miskin, lanjutku.
Kau pikir aku dan orang tuaku
mata duitan, iya?
Enggak, Mas, mak_
Cukup! sergahnya. Aku lelah
menghadapi semua tentang
kebohonganmu!
Mas Arman berlalu
meninggalkanku yang masih berdiri
dengan air mata yang menganak
sungai, menatap punggung tegapnya
yang semakin menjauh dan hilang di
balik pintu.
Mas …. lirihku.
..
Aku menoleh lantas menghampiri
ibu dan bapak. Berharap keduanya
mempercayaiku. Namun, kedua
pasang suami istri itu berlalu masuk
ke dalam kamar tanpa menoleh
sedikit pun padaku. Sebegitu
kecewanyakah mereka padaku.
Ya Allah inikah hukuman untukku,
karena berbohong? Batinku perih.
Kemudian aku menoleh pada
wanita yang masih berdiri di
tempatnya berdiri.
..
Apa yang sudah mama katakan
pada mereka? tanyaku tajam dengan
napas memburu, karena marah
terhadapnya.
Lebih baik kita pulang dulu, kita
bicarakan ini di rumah, bujuknya,
hendak merangkul pundakku. Namun,
dengan cepat kutepis tangannya itu.
Enggak, Ma! aku enggak mau
pulang, aku mau di sini bersama
keluargaku! teriakku mulai frustrasi.
Lantas bagimu Mama ini siapa?
Heh! sergahnya mulai terpancing
emosi.
.
.
.
Aku terdiam menatap wanita kaya
di depanku dengan bibir bergetar dan
mata yang sudah mengeluarkan air
mata.
Melihatnya seperti itu aku tak
dapat menolak lagi saat tangannya
kembali membimbingku keluar dari
teras rumah mas Arman-menuju
mobilnya.
Umi! teriak Sila. Bocah kecil itu
berlari ke arahku.
Aku berbalik menatap putri yang
sempat kulupakan keberadaannya.
Tak tinggal dia aku pun berlari
meraihnya dan memeluk putriku erat.
Jangan tinggalin Sila lagi, Umi?
lirihnya.
Umi tidak akan meninggalkan
Sila, kita akan selalu bersama,
jawabku.
Lantas kugandeng tangan Sila
hendak membawanya bersamaku.
Tunggu! cegah mas Arman. Pria
itu bergerak menghampiri kami. Sila
tak perlu ikut! tangannya meraih
lengan Sila paksa. Anak itu sempat
meringis.
Abi .. Sila enggak mau Umi pergi
lagi! seru Sila merengek.
Mas Arman menatapku tajam,
memberi tanda jika aku harus cepat
pergi tanpa membawa Sila. Aku pun
mengangguk mengerti apa yang ia
maksud. Untuk saat ini aku tak bisa
mendebatnya karena ia masih dalam
keadaan marah.
.
.
.
Khawatir jika nanti terucap kata
cerai dari mulutnya. Dan aku tidak
mau itu terjadi hanya karena emosi
sesaat. Masalah ini masih bisa di
luruskan. Jadi aku memilih untuk
mengalah.
Sila, Umi pergi dulu ke rumah
Oma, ya. Sila sama Abi dulu? kataku,
lantas menciumnya lembut.
Cepat aku berbalik dan
melangkah pergi meninggalkan
keduanya, hatiku terasa perih kala
mendengar tangisan Sila sembari
memanggilku.
Di dalam mobil yang kutumpangi
bersama mama, aku menangis tak
kuasa menahan gejolak kesedihan
harus berpisah dengan anak dan
Suamiku.
.
.
Jika kau mau Mama akan
membantumu mendapatkan hak asuh
Sila untukmu,’ ucapnya. Membuatku
menoleh seketika menatap wajah
ayunya dengan tajam.
Maksud Mama apa? Tanyaku
bingung.
Mama menyuruhnya untuk
menceraikanmu. Mama menjawab
tanpa menatap ke arahku.
Perkataan mama sungguh
membuatku tak percaya apa yang
telah ia lakukan tanpa
sepengetahuanku. Memahami
keterkejutanku lantas ia berucap dan
berusaha menjelaskan.
…
Mama enggak mau melihatmu
menderita jika terus bersama dia.
Sungguh apa yang mama lakukan
membuatku untuk pertama kalinya
kecewa dengannya. Tidak, aku tidak
akan pernah mau bercerai dari mas
Arman, aku akan berjuang untuk
mempertahankan pernikahanku.
..
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts