TERDIAM DALAM TAKDIR (PART29)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART29
…Ceritadewasa…
.
..
.
Sore hari seperti kata mas Arman,
ibu dan bapak mertuaku datang
menjenguk. Kedatangan mereka
membuatku sangat senang dan
terhibur. Keduanya begitu baik dan
memperlakukanku seperti anak
sendiri.
Ibu dan bapak membawakan
bubur ayam dengan aroma
menggiurkan. Membuat nfsu
makanku mencuat.
..
Ibu, bapak. Enggak perlu
repot-repot bawa bubur sama buah
segala. Kalian berdua datang saja Lilis
udah seneng. Aku tersenyum
menatap keduanya dengan wajah
yang tak biasanya.
Aku tahu, ibu dan bapak pasti
merasa amat bersalah atas kejadian
ini. Di mana aku mengalami
keguguran karena ulah putri sulungnya
itu. Namun, walau bagaimana pun ini
bukan salah mereka. Dan diriku tidak
bisa menyalahkan keduanya. Seperti
yang di katakan mas Arman tadi pagi.
Jika semua ini sudah takdir Allah.
Enggak apa-apa, Lis. Kamu juga
kan anak ibu, jadi ini sudah jadi
tanggung jawab kami. Ibu tersenyum
sembari mengelus pundakku.
Makasih, ya, Bu, Pak. Kalian
berdua baik banget sama Lilis. Mas
Arman beruntung punya orang tua
seperti kalian. Aku memandangi
keduanya bergantian. Saking
terharunya, sampai-sampai ingin
menangis. Namun, sekuat mungkin
menahannya, karena tak ingin melihat
keduanya ikut sedih.
…
Lis? ibu menyentuh pundakku
lembut. Mata keriputnya menyiratkan
perasaan sedih dan rasa bersalah
yang amat dalam.
lya, Bu, jawabku.
Maafin mbakmu, ya? pintanya
dengan suara bergetar. Matanya kini
meneteskan air mata.
Kuhela napas, aku paling tak tega
kalau sudah lihat ibu memelas seperti
itu.
Pak, Bu. Lilis sudah memaafkan
mbak Sari, mungkin belum rezeki Lilis
untuk kembali memiliki anak. Aku
mencoba berlapang dada dan ikhlas.
Meskipun marah pada mbak Sari,
tetap tidak akan mengubah kenyataan
yang ada. Dari pada membuat dosa
karena dendam, lebih baik ikhlas dan
sabar bisa menambah pahala di sisi
Allah
…
Makasih, Nak. lbu memeluk
tubuhku erat.
Johan sudah membayar semua
biaya rumah sakit ini, jadi kamu dan
Arman tak usah khawatir masalah
pembayarannya, timpal bapak, saat
ibu melepaskan pelukannya.
Pantas saja aku berada di ruang
WIP. Ternyata semuanya sudah di
tanggung oleh mas Johan. Syukurlah,
kalau memang pria itu yang
membiayai semua. Syukurlah, mas
Arman tidak perlu pontang-panting
mencari biaya rumah sakit.
Usai kepergian keduanya mas
Arman pun dengan penampilan yang
lebih segar. Lingkaran hitam di bawah
matanya sudah tak ada lagi.
Rambutnya di sisir rapi. Pakaiannya
pun sudah berganti.
..
..
..
Mas Arman tersenyum dan
menanyai kabarku, lantas ia
menyuapiku bubur ayam yang dibawa
oleh ibu. Rasanya begitu lezat di
lidahku yang masih terasa pahit ini.
Sesekali ia melayangkan godaannya
yang benar-benar receh. Namun,
mampu membuatku tersipu malu dan
kadang tertawa renyah.
Sampai akhirnya tawaku terhenti
saat pintu terbuka. Aku terbelalak saat
menatap sosok wanita berpakaian
modis berdiri menjulang di ambang
pintu.
Mas Arman berdiri dan meletakan
rantang yang masih berisi bubur yang
tinggal setengah lagi ke atas nakas.
la menghampiri wanita yang
kupanggl mama, dengan sopan mas
Arman bertanya pada ibu mertuanya
itu
…
Maaf, Ibu siapa?
Tatapan mama beralih pada
suamiku yang masih menatapnya
bingung.
Aku lbunya! tukas mama yang
seketika membuat mas Arman kaget.
la berbalik menatapku seraya
meminta penjelasan.
Nanti Lilis aja jelaskan, Mas,
ucapku gugup.
Bicaralah dengan ibumu, aku
akan keluar sebentar! tukasnya,
lantas berlalu tanpa menghiraukan
panggilanku, sampai punggung tegap
itu hilang di balik pintu tak sedikit pun
ia menoleh ke belakang.
Ah, sudah pasti mas Arman
marah. Kenapa juga mama harus
datang ke sini dan merusak semua
suasana indah bersama suamiku,
…
Sebaiknya kau kembali ke rumah,
sebelum terjadi sesuatu yang lebih
parah dari ini! ujarnya tegas.
Dari mana mamna tahu aku di
sini? aku balik bertanya.
…
Tak perlu kamu tahu dari mana
Mama tahu, setelah baikkan pulang ke
rumah, jangan tinggal lagi di rumah
itu, katanya, lantas menghampiriku
yang masih berada di atas brankar
dengan posisi menyandar.
Pulang, Mama mohon, pintanya,
lalu tangan lembut mama
menggenggam tanganku yang masih
terpasang infus.
..
Tapi, Ma ….
Kali ini saja kamu turuti
permintaan Mama! ucapnya menyela
pprotesku.
Setelah itu mama pamit
meninggalkanku yang mulai dilema
dengan keadaan ini. Mendadak
kepalaku pening kembali memikirkan
mas Arman, entah bagaimana aku
menyampaikan tentang diriku dan
mama.
..
Ya Allah, tolonglah hambamu ini,
gumamku seraya memanjatkan doa
kepada sang pemilik jalan keluar.
Malam semakin larut, tapi mataku
enggan terpejam. Pikiranku di penuhi
dengan eadaan mas Arman. Ke
mana ia pergi sampai saat ini belum
juga kembali setelah kedatangan
mama tadi.
…
Apa mungkin suamiku itu marah?
Sehingga enggan untuk kembali ke
sini menemaniku.
Baru saja akan terlelap, tiba-tiba
pintu kamar rawatku terbuka. Cepat
aku menoleh, menatap wajah pria
yang sedari tadi membuatku khawatir.
Mas Arman bergerak menghampiriku
dengan Membawa sebuah bungkusan
plastik hitam.
Lalu ia menyodorkannya padaku
dengan wajah tanpa ekspresi sama
sekali. Lantas kuraih bungkusan
plastik itu dari tangannya.
Seketika aku tersenyum menatap
apa yang ia bawa itu. Jajanan terbuat
dari terigu dan ikan, di siram saus
kacang yang super lezat berada di
hadapanku.
Makanlah! titahnya, masih
dengan raut datar.
.
.
.
Aku mengangguk dan dengan
lahap menyantapnya. Jajanan
bernama Siomay ini begitu nikmat.
Dulu mas Arman sering
membawakannya ketika berkunjung
ke rumah, saat kita masih penjajakan.
Niat hati ingin memberikannya untuk
mendiang ibu dan bapak kala itu,
nyatanya aku yang menghabiskan.
Karena rasanya yang enak
membuatku ketagihan sampai
sekarang.
Pelan-pelan, ucapnya sambil
mengelap saus kacang yang melesat
di sudut bibirku dengan ibu jarinya.
Aku tersenyum kaku dengan apa yang
ia lakukan barusan.
Usai menghabiskan Siomay Aku
pikir ia akan menanyaiku soal mama.
Namun, ternyata tak sama sekali ia
bertanya tentang hal itu Mas Arman
justru membimbingku untuk segera
tdur.
Perlakuan manis mas Arman saat
ini mengusik pikiranku dan enggan
memejamkan mata. Sampai akhirnya
ayah dari putriku itu ikut berbaring di
sebelahku dan memeluk tubuhku dari
belakang begitu erat.
Dekapan tubuhnya membuatku
nyaman seketika. Hangat napasnya
terasa begitu lembut menyapu
kudukku.
.
.
.
Tdurlah, ujarnya lembut tepat di
telingaku.
Lantas ia mulai melantunkan
ayat-ayat Alquran, sebagai pengantar
tidur kami. Rasa kantuk pun mulai
menyerang, dan aku terlelap dalam
dekapannya.
Tiga hari sudah aku berada di
rumah sakit, menjalani perawatan
pasca keguguran, dan siang ini akan
kembali ke kediaman mertuaku. Aku
sudah sangat rindu sekali dengan
putriku Sila, selama di sini sama sekali
tak bertemu putriku.
Mas Arman tersenyum
menatapku yang terlihat lebih baik.
Kesedihan karena kehilangan janin kini
tak begitu membuatku sedih lagi.
Perlahan sudah bisa
mengikhlaskannya.
..
..
Belum rezeki kita. Allah sedang
menguji kita melalui ujian kehilangan.
Tetap khusnuzon sama Allah. Karena
Allah tahu yang terbaik untuk kita.
Pesan mas Arman yang selalu
kuingat.
Dukungan dan nasehat serta
motivasi yang diberikan mas Arman
membuatku tenang dalam menyikapi
takdir Alah. Ini yang selalu kusyukuri
memiliki suami yang bisa
membimbing dan mengingatkan
dalam kebaikan. Tak peduli kaya atau
miskin, bagiku yang terpenting
kesalehannya.
..
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts