BALADA BESAN DAN MENANTU (PART59)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART59
…CERITADEWASA..
.
.
.
Umi Latifah berdiri di depan cermin besar
yang tergantung di kamar tdurnya. Sorot
matanya menelusuri pantulan dirinya dengan
tatapan bimbang, seolah mencari jawaban
dari bayangan yang menatap balik tanpa suara.
Tangannya berulang kali merapikan kerudung
dan daster bunga-bunga yang sebenarnya
sudah rapi sejak tadi. Hatinya belum
sepenuhnya tenang, Degup yang terasa sejak
tadi masih belum juga reda.
Usianya memang sudah melewati setengah
abad. Namun hari ini, untuk pertama kalinya
dalam waktu yang lama, ada pemuda yang
menyapanya dengan tatapan hangat dan
pujian yang terucap begitu lugas. Tidak
seperti Ustad Bidin, suaminya, yang kini lebih
sibuk membanggakan istri-istri mudanya
ketimbang memperhatikannya.
.
.
.
Ah, mungkin dia hanya bercanda,
gumamnya lirih, mencoba menenangkan
gejolak rasa yang tiba-tiba menyeruak. Tapi
senyum Amir, pemuda itu, begitu membekas.
Ada sesuatu yang tulus dan menyentuh dalam
caranya memandang dan itu mengguncang
sisi terdalam Umi Latifah yang sudah lama
tertdur.
Sejak beberapa kali menjalin hubungan diam
-diam dengan Pak Amat, girah Umi Latifah
memang kembali menyala. Namun,
belakangan ini ia mulai merasa jenuh. Bukan
lagi hanya raga yang ia cari, melainkan
sensasi baru. Getar yang datang dari energi
muda, penuh rasa ingin tahu, dan polos dalam
pesonanya. Umi Latifah sangat menikmati
bersetbuhannya dengan Pak Amat, namun
kini dia merasa sudah kurang menantang.
Dia ingin menantang birhinya lebih liar lagi.
.
.
.
Entah mengapa dia merasa sangat
menginginkan sesuatu yang berbeda. Dia
mulai sering memandangi para pemuda di
kampung, memperhatikan gerak-gerik mereka
sambil menahan desir yang tak bisa diabaikan.
Namun sejauh ini, ia tetap menjaga wibawa
dan citranya. la belum pernah berani
melangkah lebih jauh dengan para lelaki yang
masih polos itu, tak punya pengalaman untuk
menaklukkan jiwa muda yang belum
tersentuh oleh permainan rayuan. Tapi hari
ini berbeda.
.
.
.
Pujian dari Amir bukan sekadar basa-basi. Ada
sesuatu yang menggoda, sesuatu yang terasa
begitu… mungkin. Dia merasa Amir anak
tetangganya itu, mengingkan dirinya.
Sambil merapikan dasternya, ia nmengingat
pertemuan dengan pemuda itu. Senyumnya,
tatapannya, semuanya terasa berbeda. Saat di
tepi jalan, Amir tersenyum dan berkata, Umi
Latifah, kok makin manis aja, sih?
Amir anak tetangganya biasanya sangat kalem
dan bahkan jarang bergaul, entah mengapa
tadi dia tiba-tiba saja memujinya. Ucapan itu
terasa tulus, tidak sekadar candaan. Umi
Latifah tertawa kecil, tapi hatinya bergetar. Ia
melihat cermin lagi, memperhatikan kerutan
di sudut matanya.
Apa aku masih menarik di mata pemuda
seusia Amir? Dia bhkan lebih muda dari anak
bungsuku, hihihi
Umi Latifah menggeleng, merasa konyol. Amir,
anak Aminah, hampir setiap hari mereka
bertemu, namun kali ini berbeda.
Saat menatap dirinya di cermin, wajahnya
tampak tenang. Bedak tipis menyamarkan
kilap di kulitnya. Tak ada riasan berlebihan,
tapi sesuatu dalam dirinya terasa berbeda.
Ada getaran halus yang belum ia rasakan
sebleumnya. Umi Latifah permah merasakan
getaran rasa bersama Pak Sarni, Pak Wira juga
Pak Amat, namnun mereka semua seusia. Beda
dengan Amir yang bisa jadi dia belum tahu
sama sekali dengan nikmtnya bercinta.
.
.
.
Pasti beda rsanya, mungkin aku juga akan
seperti perawan lagi kalau sama perjaka,
hehehe, Gumam Umi Latifah.
Ustad Bidin juga sudah dua kali nikah dengan
perwan, kenapa aku juga tidak mencoba
dengan jejaka. Kalau suamiku bisa pus
mendapat perwan kenapa aku juga tidak
mencari bahagia dengan bujangan.
Hari sudah sangat cerah, sekitarpukul sepuluh
pagi. Warga podcast hiburan sudah selesai beraktivitas di
sekitar sungai dan kamar mndi umum,
belakang kebun warga. Amir memang sengaja
datang di jam segini agar tidak mengganggu
orang lain, atau terganggu.
Amir pun tidak ikut dengan Farwan yang akan
ke kota membeli pupuk disuruh orang tuanya.
Sementara Herdi, sudah pergi ke kota dengan
tak jelas, ke kota mana. Kabar dari orang
tuanya mau ke Jakarta. Secara pribadi Amir
merasa sangat kehilangan, seorang sahabat
yang sering memberinya tontonan film
dewsa di ponselnya.
.
.
Saat tiba di sungai, ternyata masih ada
seorang perempuan yang sedang mencuci
pakaian. Wanita dengan memakai gamis dan..
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts