JANGAN OM (PART39)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART39
…
..
.
Pagi ini, Kinan berangkat
kuliah lagi seperti biasa. Ia
diantar oleh Pak Danang, sopir
di vila tempat ia tinggal.
Setibanya di kampus, suara
teriakan histeris dari Sally dan
Fuji menyambutnya. Mereka
berlari ke arahnya dengan wajah
penuh kebahagiaan dan
kekhawatiran. Sudah tiga hari
saat Kinan kuliah lagi, baru hari
ini dia bertemu
teman-temannya tersebut,
karena mereka habis pulang
kampung.
Kinan! Aku sangat
merindukan kamu! seru Fuji
sambil memeluk Kinan erat, air
mata mulai mengalir di pipinya.
Kamu pergi ke mana saja?
tanyanya dengan suara bergetar.
Kinan membalas pelukan
itu dengan senyuman lembut.
Aku juga kangen sama kalian,
jawabnya singkat. Aku nggak
ke mana-mana kok, cuma
kemarin pengen cuti saja,
tambahnya dengan nada santai,
meskipun hatinya terasa berat
karena harus berbohong.
…
Namun, Sally menatapnya
dengan tatapan tajam. Jangan
bohong pada kami, Kinan. Kami
tahu kamu kabur dari Pak Aryo,
kan? ucap Sally langsung. Pak
Aryo sempat menemui kami dan
bertanya soal keberadaanmu.
Kinan terdiam sejenak, lalu
tersenyum kecil. Kita bahas
nanti saja, ya? Yuk, masuk dulu.
Nanti pas jam pelajaran selesai,
aku janji bakal cerita semnuanya
di kantin, ucapnya sambil
menggiring mereka untuk
masuk ke dalam gedung kampus.
Sally dan Fuji saling
pandang, lalu mengangguk
setuju. Meski penasaran,
mereka memutuskan untuk
menundanya, karena jam kuliah
sebentar lagi mulai. Mereka pun
akhirnya beranjak ke kelas
masing-masing.
Sesuai janjinya, setelah jam
kuliah masing-masing selesai,
Kinan, Fuji, dan Sally
berkumpul di kantin seperti
biasa. Mereka memesan
makanan ringan dan minuman
favorit mereka, lalu duduk di
sudut meja yang sering mereka
tempati. Suasana kantin ramai,
tapi di meja itu, perhatian
mereka terpusat pada Kinan.
Sambil menyeruput es
tehnya, Fuji membuka
pembicaraan, suaranya penuh
rasa ingin tahu. Sekarang
ceritakan, Kinan. Kamu pergi ke
mana saja beberapa minggu
kemarin, dan kenapa kamu
pergi? tanyanya sambil
menatap Kinan lekat-lekat.
Sally, yang duduk di
sebelahnya, mengangguk setuju.
Matanya menatap Kinan,
seolah mendesaknya untuk
segera memberikan jawaban.
..
Kinan menghela napas
panjang sebelum menjawab. Ia
memandang kedua sahabatnya
itu dengan ekspresi ragu. Aku…
Aku nggak tahu harus mulai dari
mana, ucapnya pelan. Ia
meletakkan sendoknya, tampak
sedang mencari kata-kata yang
tepat.
Fuji dan Sally tetap diam,
memberi ruang pada Kinan
untuk berbicara. Setelah
beberapa detik yang terasa lama,
Kinan akhirnya melanjutkan.
Aku pergi bukan karena alku
mau. Aku.. Aku cuma butuh
waktu buat menenangkan diri,
katanya, suaranya mulai
bergetar. Istri pertama mas
Aryo mendatangiku. Dia berkata
kalau dia sedang hamil sekarang,
makanya aku memilih pergi,
karena tidak ingin lagi
mengganggu kehidupan mereka.
Aku juga takut, kalau mas Aryo
menolak anak yang aku
kandung, karena mbak Siska
sudah hamil, ucap Kinan pelan.
Ucapan Kinan sontak
membuat Fuji dan Sally kaget,
Kamu hamil?tanya mereka
bersanmaan.
Kinan mengangguk, Sally
dan Fuji pun langsung
mengucapkan selamat. Tapi…
kenapa kamu malah memilih
pergi. Bukankah tujuan pak
Aryo menikah denganmu
karena menginginkan anak
darimu? tanya Sally bingung.
Mbak Siska sempat
mendatangiku dan meminta
padaku untuk pergi. Dia
memohon, agar aku
meninggalkan mas Aryo, karena
dia sekarang sudah hamil, jadi
mas Aryo pasti sudah tidak
membutuhkanku lagi. Makanya
aku memilih pergi waktu itu,
jawab Kinan sedih.
Fuji kemudian mengelus
telapak tangan Kinan, Tapi
kenapa kamu nggak bilang ke
kita? Kita pasti alkan membantu
kamu, Kinan, katanya dengan
nada lembut namun penuh
penyesalan.
….
Aku takut. Aku nggak mau
kalian ikut terlibat masalahku,
jawab Kinan sambil
menundukkan kepala.
Makanya, aku memilih pergi
sementara walktu. Aku butuh
jarak. Tapi sekarang, aku sadar,
mau sejauh apapun aku pergi,
mas Aryo pasti akan mencariku.
Jadi, aku harus hadapi
semuanya mulai sekarang.
Sally menghela napas pelan.
Kinan, apapun yang terjadi,
kamu tahu kan kalau kita selalu
ada untukmu? Jangan pernah
merasa harus menghadapi
semuanya sendirian, ujarnya
sambil menggenggam tangan
Kinan.
Kinan tersenyum kecil,
meski matanya terlihat
berkaca-kaca. Makasih, kalian
memang sahabat terbaikku,
ucapnyapelan. Aku janji, aku
nggak akan sembunyi lagi.’
Obrolan mereka terus
berlanjut, diwarnai tawa kecil
dan candaan untuk mencairkan
suasana. Meski masih ada
pertanyaan yang belum
terjawab, mereka memutuskan
untuk menikmati waktu
bersama tanpa beban.
Sore itu, Bu Kartika tiba di
vila tempat Kinan tinggal. Dari
balik jendela mobilnya, ia
memandangi vila megah yang
berdiri kokoh di depan matanya.
Raut wajahnya menunjukkan
rasa muak. Ternyata Aryo
memberikan fasilitas semewah
ini untuk pelacur itu,
gumamnya dengan suara pelan
namun penuh amarah.
Ketika mobilnya berhenti di
gerbang., seorang satpam segera
mendekat dan menghentikan
kendaraan itu. Maaf, ada
keperluan apa dan ingin
bertemu siapa? tanya satpam
kepada sopir Bu Kartika.
Tak sabar, Bu Kartika
berdiri kokoh di depan matanya.
Raut wajahnya menunjukkan
rasa muak. Ternyata Aryo
memberikan fasilitas semewah
ini untuk pelacur itu,
gumamnya dengan suara pelan
namun penuh amarah.
Ketika mobilnya berhenti di
gerbang, seorang satpam segera
mendekat dan menghentikan
kendaraan itu. Maaf, ada
keperluan apa dan ingin
bertemu siapa? tanya satpam
kepada sopir Bu Kartika.
….
Tak sabar, Bu Kartika
membuka kaca mobil di
sebelahnya. Dengan nada tegas,
ia berkata, Aku ingin bertemu
istri Aryo. Aku ibunya Aryo.
Satpam itu tampak terkejut.
la terdiam sejenak, kemudian
mengangkat telepon untuk
menghbungi orang dalam vila.
Halo, Bi. Ada tamu yang ingin
bertemu dengan Nona Kinan.
Katanya dia ibunya Tuan Aryo,
ucapnya kepada Bi Sumi.
Di dapur, Bi Sumi yang
sedang memasak, menjatuhkan
spatula di tangannya. Apa?
Nyonya Kartika datang ke sini?
tanyanya setengah tidak
percaya. Setelah berpikir
sejenak, ia menjawab, Baiklah,
biarkan dia masuk.
Satpam itu pun segera
membuka gerbang dan
mempersilakan mobil Bu
Kartika masuk. Sementara itu,
Bi Sumi langsung menghubungi
Aryo dengan nada panik.
Tuan, Nyonya Kartika
datang ke sini. Katanya ingin
bertemu Nona Kinan. Saya
sudah mengizinkannya masuk,
lapor Bi Sumi.
Di seberang telepon, Aryo
tampak terkejut. Apa?
Bagaimana ibuku bisa
mengetahui soal Kinan?
tanyanya dengan nada cemas.
Setelah itu, ia bertanya, Apa
Kinan sudah pulang, Bi?
Belum, Tuan, jawab Bi
Sumi singkat.
….
Aryo menghela napas berat,
berusaha menenangkan dirinya.
Baiklah. Terima kasih atas
informasinya. Katakan pada ibu
kalau aku dan Kinan akan segera
pulang, ucap Aryo tegas.
Baik, Tuan, jawab Bi Sumi
sebelum menutup telepon.
Dengan langkah tergesa, Bi
Sumi menuju ke depan rumah
untuk menyambut Bu Kartika.
Namun, hatinya terasa berat. Ia
tahu, kedatangan Nyonya
Kartika tidak akan membawa
kabar baik. Pasti akan terjadi
sesuatu,gumamnya dalam hati,
sambil menahan perasaan tidak
enak yang semakin menguat.
Aryo pun langsung
menghubungi Kinan dengan
tergesa. Tak lama, panggilannya
diangkat.
Halo, Mas. Ada apa?
tanya Kinan, nada suaranya
terdengar santai.
Kamu di mana sekarang?
Aryo bertanya, suaranya serius.
Aku di kantin kampus.
Kenapa, Mas? Kinan balik
bertanya, mulai merasa ada
sesuatu yang tidak beres.
Kita harus pulang
sekarang. Aku tunggu di
parkiran, sekarang juga, ucap
Aryo dengan nada tegas.
Mendengar nada bicara
Aryo yang tidak biasa, Kinan
tidak banyak bertanya. la segera
berpamitan pada Sally dan Fuji,
lalu bergegas menuju parkiran.
Di sana, Aryo sudah menunggu
di dalam mobil, wajahnya
tampak serius.
Setelah masuk ke mobil dan
mereka mulai melaju, rasa
penasaran Kinan memuncak. Ja
menoleh ke arah Aryo. Ada apa
sih, Mas? Kok kita buru-buru
harus pulang? tanyanya
dengan nada cemas.
Aryo, yang sedang fokus
menyetir, melirik Kinan sejenak
sebelum meraih tangannya.
Dengan suara tenang tapi tegas,
Aryo menjawab, Ibuku
sekarang ada di vila. Dia ingin
bertemu denganmu.
Kinan terkejut mendengar
penjelasan itu. Apa? Ibu Mas
Aryo ingin bertemu aku? Apa
Mas Aryo yang
memberitahu
beliau tentang aku? tanyanya,
suara gemetar.
Tidak. Aku rasa Siska yang
memberitahunya, jawab Aryo
sambil menghela napas panjang.
Tapi dengar, Kinan. Apa pun
yang nanti dikatakan ibuku.
jangan pernah berpikir untuk
pergi lagi dariku. Biarkan aku
yang mengurus semuanya,
ucapnya penuh keyakinan.
…
Kinan hanya bisa
mengangguk, meski hatinya
diliputi kegelisahan. la
menggenggam tangan Aryo erat,
mencari kekuatan dari sentuhan
itu. Dalam hati, ia berdoa agar
semua ini dapat diselesaikan
dengan baik. Semoga
kedatangan Nyonya Kartika
tidak membawa lebih banyak
masalah di antara mereka.
Di vila, Bu Kartika duduk
dengan tenang di ruang tamu,
tubuhnya tegak, dan tangannya
terlipat di dada. Di depannya, Bi
Sumi duduk dengan wajah
tertunduk, gugup menghadapi
tatapan tajam sangnyonya.
Jadi selama ini kamu tidak
pulang kampung, Bi? Ternyata
kamu kerja mengurus istri muda
Aryo disini? tanya Bu Kartika
dengan nada tenang tapi penuh
sindiran.
Bi Sumi mengangguk pelan.
Iya, Nyonya. Saya diminta
tolong oleh Tuan Aryo untuk
merawat Nona Kinan di sini,
jawabnya, berusaha menjaga
nada suaranya tetap sopan.
Bu Kartika tersenyum kecil,
namun senyuman itu jelas tidak
menandakan kepuasan.
Ternyata kamu berani
berkhianat pada keluargaku, Bi,
ucapnya, tatapannya semakin
tajam.
Maafkan saya, Nyonya,
sahut Bi Sumi cepat. Tapi saya
hanya menjalankan permintaan
Tuan Aryo. Lagipula, Nona
Kinan orang baik, Nyonya,
lanjutnya dengan hati-hati.
Baik? Bu Kartika
mendengus meremehkan.
Kalau dia wanita baik-baik, dia
tidak akan menjadi duri dalam
rumah tangga anakku. Dia
hanya seorang pelcur
rendahan yang bermimpi
menjadi menantu di keluarga
Hermawan, ucapnya tajam,
setiap kata seperti pisau yang
menusuk.
….
Bi Sumi terdiam, bingung
harus menjawab apa. Namun
sebelum ia bisa merespons,
suara pintu yang terbuka
menarik perhatian mereka.
Aryo dan Kinan muncul di
ambang pintu. Wajah Aryo
tegas, sementara Kinan tampak
gugup tapi berusaha menjaga
ketenangannya.
Mata Bu Kartika dan Bi
Sumi serentak beralih ke arah
pintu masuk. Suasana tegang
langsung terasa, seolah seluruh
ruangan itu dipenuhi oleh hawa
dingin yang menusuk. Aryo
melangkah masuk lebih dulu,
menggenggam tangan Kinan
dengan erat, seolah
menunjukkan bahwa ia tidak
akan melepaskan wanita yang
ada di sampingnya.
Bu, Aryo menyapa,
nadanya datar namun tegas. Ia
memandang ibunya langsung,
siap menghadapi apa pun yang
akan terjadi. Di sebelahnya,
Kinan menunduk sedikit,
mencoba menenangkan diri
sebelum menghadapi sorotan
mata tajam Bu Kartika.
Aryo dan Kinan kemudian
duduk di depan Bu Kartika,
Suasana semakin memanas.
Tatapan Bu Kartika penuh
kebencian, menusuk langsung
ke arah Kinan. Ia masih
menyilangkan tangan di
dadanya, wajahnya semakin
dingin.
Jadi ini pelacr kecil yang
berhasil merayumu, Aryo, ucap
Bu Kartika tajam sambil
menatap Kinan dengan
pandangan merendahkan.
Bu, Kinan tidak seperti itu,
bela Aryo tegas. Dia bukan
pelacr, dan dia juga tidak
pernah merayuku. Aku yang
memaksanya untuk menjadi
istriku, lanjutnya, mencoba
melindungi Kinan dengan
kata-katanya.
Namun, Bu Kartika tak
terpengaruh. Jangan
membelanya, Aryo! Ibu tidak
mau kamu tunduk pada wanita
jahat seperti ini. Apa kurangnya
Siska, Aryo? Dia cantik,
karirnya bagus, dia wanita
sempurna. Tapi kamu malah
tergoda sama wanita seperti ini!
suara Bu Kartika meninggi. Ibu
tahu kamu membeli wanita ini
dari klub malamn, dari seorang
mucikari! tuduhnya penuh
amarah.
Kinan hanya bisa
menunduk, menggigit bibirnya
untuk menahan tangis. Namun,
air matanya tak mampu ia tahan
lebih lama.
Bu! Aryo menatap ibunya
dengan mata penuh kemarahan.
Kinan tidak seperti yang Ibu
pikirkan! Memang benar, aku
membelinya dari seorang
mucikari, tapi dia ada di sana
bukan karena kehendaknya
sendiri. Dia dijual oleh ayah
tirinya! Aryo berhenti sejenak,
suaranya bergetar karena emosi.
Dan dia juga masih perawn
saat aku membelinya. Jadi,
jangan pernah sebut Kinan
seorang pelacr!
….
Kata-kata Aryo menggema
di ruangan itu, membuat
suasana semakin tegang. Kinan
yang duduk di sampingnya
hanya bisa menangis, air
matanya mengalir deras.
Hatinya terasa hancur. la
merasa terhina hingga ke dasar
jiwanya, seolah dirinya
benar-benar sehina itu di mata
ibu Aryo. Namun, ia tetap diam,
tak ingin memperkeruh suasana.
Aryo meremas tangan
Kinan dengan lembut, mencoba
memberikan rasa aman. Aku
tidak peduli apa yang Ibu
pikirkan. Kinan adalah istriku,
dan aku mencintainya. Apa pun
yang terjadi, aku tidak akan
melepaskannya, tegas Aryo,
matanya tak berpaling sedikit
pun dari ibunya.
Bu Kartika terdiam sejenak,
jelas masih menyimpan amarah
yang belum reda. Pertemuan ini
belum selesai, dan konflik yang
ada di antara mereka sepertinya
baru saja dimulai.
Ceraikan dia, ibu tidak mau
tau. Ibu tidak ingin nenekmu
sampai mendengar hal ini, dan
menbuatnya sakit lagi, ucap bu
Kartika datar.
Namun Aryo menggeleng
pelan, Aku sendiri yang akan
mengajak Kinan menemui
nenek, jawab Aryo, yang tentu
saja membuat bu Kartika dan
juga Kinan kaget. Mereka
menatap bingung ke arah Aryo.
NoteL..i..k..e.mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts