BALADA BESAN DAN MENANTU (PART46)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART46
…CERITADEWASA..
.
kalau ada yang coba-coba-berarti dia cari ribut!
Pak Sarnu! suara Umi Latifah meninggi,
hampir berbisik tetapi tajam.
Ini bukan soal siapa yang berani atau tidak.
Ini soal dosa, soal kehormatan! Kita sudah
setahun main api. Kita harus tobat sebelum
semuanya keburu terbakar.
Pak Sarnu melipat tangan di dda, menatap
tajam perempuan di depannya. Jangan-
jangan ini bukan soal tobat, tapi soal laki-laki
lain?
Mata Umi Latifah membelalak.
maksudmu?
Apa
Pak Sarnu menyeringai sinis. Jangan pura-
pura lugu, Latifah. Kamu menjauh dariku, tapi
aku dengar-dengar kamu sering ngobrol sama
Pak Wira atau Pak Amat. Jangan bilang kamu
lebih pilih para lelaki peot itu daripada aku.
Umi Latifah mendsah frustrasi.
Ya Allah, Pak
Sarnu! Pak Wira itu besan aku, dia sering
ngobrol podcast hiburan dengan suamiku. Kan kata Pak Sarnu
punya Pak Wira udah peot. Aku pernah ke
rumah dia dua kali, beli terong, kan punya dia
mah gede-gede, terus murah lagi. Gak lebih!
Lalu kenapa kamu tiba-tiba berubah?! Pak
Sarnu mendesak.
.
.
.
Umi Latifah mengeratkan genggaman pada
ikatan sayuran di tangannya. Karena aku
sadar! Aku takut! Aku nggak mau hancur, Pak
Sarnu! Kalau ini masih diterusin, aku takut
semuanya akan terbongkar!
Pak Sarnu terdiam, sorot matanya penuh
kekesalan. Tapi Umi Latifah tak gentar, ia
melangkah mendekat, menatap pria itu
dengan mata yang tak lagi menyimpan
kelembutan.
.
.
Dengar, Pak Sarnu. Kalau bapak masih maksa,
kalau nggak mau berhenti, aku akan pergi dari
kampung ini. Aku akan pindah ke rumah
anakku di kota, aku nggak peduli. Aku lebih
baik pergi daripada harus dihantui rasa takut
setiap hari!
Pak Sarnu terkesiap. Itu ancaman yang serius.
Jika Umi Latifah benar-benar pergi, maka
bukan hanya dirinya yang kehilangan, tapi
gosip akan semakin liar. Orang-orang akan
bertanya, menduga-duga, dan bukan tidak
mungkin semuanya akan terungkap.
Berbenturaan dengan Ustad Bidin, sama aja
kiamat.
.
.
.
Ia mengembuskan napas berat, mencoba
meredam amarah. Jadi ini keputusanmu?
Umi Latifah mengangguk mantap. Iya Pak, ini
keputusan terbaik buat kita berdua.
Pak Sarnu menatapnya lama, lalu mendengus
pelan. Baik. Tapi ingat, Latifha, kalau suatu
saat kamu menyesal… jangan datang padaku
lagi.
Umi Latifah hanya tersenyum tipis.
Insya
Allah, Pak. Semoga Allah mengampuni kita.
Pak Sarnu tidak menjawab. Dengan langkah
berat, ia berbalik, meninggalkan kebun itu
dengan perasaan yang campur aduk. Kesal,
kecewa, tapi juga… takut. Karena untuk
pertama kalinya dalam hidupnya, ia sadar
bahwa tidak semua yang ia inginkan bisa ia
miliki selamanya.
.
.
.
Umi Latifah tersenyum. Akhirnya aku
berhasil menyingkirkan manusia licik itu,
sekarang aku lebih baik cari lelaki lain yang
lebih gagah, kalau tidak dapat lagi Pak Wira,
aku yakin Pak Amat juga pasti gagah, atau
yang lainnya. Kata Pak Wira punya aku enak
banget beda dari yang lain. Gumamnya
sambil mengelus ddanya yang terasa lega.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts