BALADA BESAN DAN MENANTU (PART17)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART17
…ceritadewasa…
.
.
.
Pak Wira mendekatkan diri, wajahnya lebih
serius. Saya bukan lelaki loyo seperti yang
sering Umi gembar-gemborkan. Saya masih
punya kemampuan… untuk menjaga apa yang
perlu dijaga, katanya sambil menyentuh bahu
Umi Latifah pelan. Tapi, mungkin saya juga
butuh sesuatu dari Umi Latifah untuk
membuktikannya. Agar Umi tahu sendiri
bahwa saya bukan lelaki impoten.
Deg!
Umi Latifah terkejut dengan senthan itu,
tetapi tbuhnya kaku. Perkataan Pak Wira
membuatnya semakin bingung dan takut.
Apa yang Bapak inginkan? tanyanya dengan
suara bergetar.
Pak Wira tersenyum samar, lalu duduk lebih
dekat lagi. Hanya jaminan, pembuktian dan
kepercayaan. Kita bisa saling menjaga rahasia
satu sama lain, ucapnya perlahan, nadanya
semakin jelas memberikan tekanan.
Umi Latifah merasa terjebak dalam situasi
yang tak terduga. Apa yang sebenarnya
diinginkan Pak Wira? Apakah dia akan
memanfaatkan situasi ini?
.
.
.
Umi Latifah merasa ddanya semakin sesak.
Pikiran dan perasaannya berkecamuk. Di satu
sisi, ia ingin melarikan diri dari saung itu,
namun di sisi lain, ketakutan akan rahasianya
tersebar luas justru menahannya di tempat.
Kepercayaan? tanyanya pelan, mencoba
mencari celah dalam kata-kata Pak Wira.
Pak Wira mengangguk perlahan. Ya, Umi.
Tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Saya
hanya ingin kita sama-sama merasa aman.
Saya akan memastikan rahasia ini terkunci
rapat. Tapi, tentu saja, ada harga yang harus
dibayar untuk sebuah kepercayaan. Matanya
menatap langsung ke arah Umi Latifah,
memberikan kesan seolah-olah dirinya sedang
menimbang sesuatu yang lebih dalam.
Umi Latifah terdiam. Tbuhnya kaku, tetapi
pikirannya terus mencari jalan keluar.
Pak Wira, saya tidak ingin masalah ini
semakin besar. Saya bersedia melakukan apa
saja, asalkan tidak merusak kehidupan saya
dan keluarga saya.
.
.
.
Mendengar kalimat itu, Pak Wira tersenyum
kecil. Ia tahu bahwa Umi Latifah kini
sepenuhnya berada di dalam genggamannya.
Saya tidak meminta banyak, Umi, katanya
sambil menyentuh lengan Umi Latifah dengan
lembut. Hanya sedikit perhatian… Sedikit
waktu, agar kita bisa saling memahami lebih
baik, agar Umi tahu saya bukan lelaki lemah
dan Umi berhenti menggoreng gosip tentang
saya.
Umi Latifah bergidik mendengar kata-kata itu.
Ia tahu, perhatian yang dimaksud Pak Wira
bukanlah sekadar perbincangan atau
kunjungan singkat. Ada maksud lain di balik
kata-kata halus itu.
.
.
.
Pak Wira, ucap Umi Latifah dengan suara
yang hampir tak terdengar. Tolong jangan
meminta yang tidak mungkin dari saya. Saya
tidak ingin melakukan sesuatu yang
melanggar, saya sudah bertaubat…
Pak Wira segera memotong, nadanya tetap
tenang namun tegas. Umi Latifah, saya bukan
orang yang memaksa. Tapi ingat, kita berdua
tahu betapa rapuhnya posisi Umi saat ini. Saya
bisa membantu Umi, atau sebaliknya… Ia
menghentikan
membiarkan
kalimatnya
sejenak,
ancaman terselubung itu
menggantung di udara.
Umi Latifah merasa tbuhnya semakin lemas.
Ancaman itu begitu jelas tanpa perlu
dijelaskan lebih jauh. Dia tahu apa yang
diminta oleh Pak Wira. Ini bukan tentang
kepercayaan atau saling menjaga rahasia. Ini
tentang permainan kekuasaan, dan Umi
Latifah saat ini berada di pihak yang kalah.
Tanpa sadar, Umi Latifah mengangguk kecil,
tanda bahwa ia memahami maksud Pak Wira.
Saya akan berpikir, Pak Wira… tolong beri
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts