BALADA BESAN DAN MENANTU (PART16)
Isi Postingan:
BALADA BESAN DAN MENANTU PART16
…Ceritadewasa…
.
.
.
Sepanjang perjalanan menuju saung itu, Umi
Latifah hanya bisa mendengar suara angin
yang berdesir lembut, diselingi gemerisik daun
padi yang bergoyang. Namun, di dalam
hatinya, ada ketegangan yang semakin
menguat. Pak Wira berjalan di depannya
dengan langkah tenang, tubuhnya tegap dan
berwibawa walau usianya tak muda lagi.
Sebagai petani sukses, Pak Wira selalu
menjaga kesehatannya.
Sesampainya di saung, Pak Wira mengajak
Umi Latifah duduk di atas dipan bambu yang
agak tersembunyi di dalam saung. Tempat itu
sangat sepi dan jauh dari pandangan orang.
Bersih dan rapi seperti berada dalam kamar
tidur, karena memang Pak Wira sejak dulu
sering menginap di sana, jika sedang suntuk
di rumahnya. Suara gemericik air dari saluran
irigasi di dekatnya membuat suasana semakin
hening, seolah waktu berhenti berputar di
tempat itu.
.
.
.
Di sini, Umi, kita bisa bicara dengan lebih
tenang, ucap Pak Wira sambil menatap Umi
Latifah dengan lebih dalam, tangannya
bersandar di tiang bambu saung. Suasanaterasa semakin tertutup dan membuat napas
Umi Latifah sedikit memburu.
Umi Latifah merasa semakin gelish, tapi
sudah terlalu jauh untuk mundur. Kini di
hadapannya, Pak Wira terlihat semakin serius.
Umi Latifah duduk di ujung dipan bambu itu,
berusaha menguasai diri meskipun hatinya
berdebar semakin kencang. Pak Wira tetap
berdiri di depannya, mengamati dengan
pandangan yang sulit ditebak. Suasana di
saung itu semakin terasa menegangkan. Umi
Latifah tahu, percakapan ini akan menentukan
apakah kegelisahannya selama ini akan
terjawab atau malah semakin rumit.
Pak Wira akhirnya membuka suara.
Umi Latifah, saya bisa merasakan ada sesuatu
yang mengganjal di hati Umi, ucapnya
dengan nada lebih lembut namun tegas. Saya
bukan orang yang suka memaksa, tapi kalau
memang ada hal yang perlu diselesaikan, lebih
baik kita bicarakan sekarang.
Umi Latifah
Latifah menelan ludh, mencoba
mengumpulkan keberanian. Saya… Saya
hanya merasa tidak tenang, Pak Wira. Kejadian
di gubuk itu… Saya takut kalau ada yang
melihat atau tahu, ungkapnya pelan,
suaranya nyaris bergetar tak ada lagi yang bisa
dia sembunyikan.
.
.
.
Pak Wira tersenyum tipis, lalu duduk di dekat
Umi Latifah. Kejadian di gubuk itu? ulangnya,
seolah ingin memastikan apa yang Umi Latifah
maksud. Umi, kamu tidak perlu khawatir.
Saya memang sempat berada di sekitar sana,
tapi tidak ada yang perlu Umi takuti.
Umi Latifah terdiam, merasa ada sesuatu
dalam nada suara Pak Wira yang membuatnya
semakin was-was. Pak Wira, maksud saya…
kalau memang Bapak tahu sesuatu, saya
mohon… jangan ceritakan kepada siapa pun.
Apalagi ke anak-anak kita. Ini bisa
menghancurkan saya dan keluarga. Mungkin
juga rumah tangga Anisa dengan Ardi.
Bagimana nasib cucu-cucu kita.
Pak Wira menatapnya lebih dalam, lalu
tersenyum lagi, kali ini dengan senyum yang
lebih penuh arti.
.
.
.
Umi Latifah, rahasia Umi aman dengan saya.
Saya tidak punya niat buruk, ucapnya,
suaranya pelan namun sarat makna. Tapi…
bagaimana kalau saya katakan, saya juga
punya cara untuk menjaga rahasia ini?
Jantung Umi Latifah seakan berhenti berdetak.
Perkataan Pak Wira terasa ambigu, antara
janji atau ancaman terselubung.
Maksud Bapak? tanyanya, meski dalam
hatinya ia sudah tahu arah percakapan ini.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts