ADUK IPAR PELIPUR LARA (PART4)
Isi Postingan:
ADUK IPAR PELIPUR LARA PART4
.
.
.
Masa cuti Bramantio sudah
berakhir hari ini, dia mulai
masuk kerja lagi sebagai pilot
besok.
Celia harus bersiap ditinggal
terbang suaminya itu.
Padahal, sebagai pengantin
baru Celia butuh perhatian dan
dimanja oleh suaminya.
Meski, selama dua minggu
menikah dengan Bram, bisa
dihitung dengan jari berapa kali
Bram memanjakan dan
memberinya perhatian.
Suaminya itu bahkan
terkesan ogah-ogahan setiap
kali dia membutuhkan
sentuhan, belaian dan cumbuan
dari Bram.
Dia sering beralasan lelah
dan sedang gak mood.
Karena itu dirinyalah yang
lebih agresif dan untuk
bercumbu dengan suaminya itu.
Celia bisa membayangkan,
bagaimana nanti setelah
suaminya itu mulai aktif
bertugas, ditinggal terbang
berhari-hari tidak pulang, Celia
pasti akan sangat kesepian di
malam hari.
…
Malam itu, dia ingin
menghabiskan waktu dengan
suaminya mengobrol banyak
hal, mengungkapkan
perasaanya.
Sayang, besok mas sudah
mulai efektif bertugas lagi. Aku
harap mas sering-sering
hubungi aku ya, pesannya.
Tentu saja aku akan
menghubungimu, kita akan
terus berkomunikasi, katanya,
memeluk Celia,
Kalau ditinggal 3-4 hari
aku pasti akan merindukan mas.
Jadi aku harus fokus di butik
saja, biar gak terus merindukan
Mas Bram nantinya, ungkap
Celia.
Kamu jangan kayak anak
Abege yang sedang kasmaran
gak mau jauh-jauhan. Kita kan
sudah dewasa. Aku yakin kamu
sanggup mengatasinya, sebut
Bram.
Emang Mas Bram gak akan
merindukanku jika kita gak
bertemu beberapa hari, protes
Celia, merajuk.
Gak mungkin lah aku gak
merindukan istriku ini,
katanya mencubit pipi dan
menarik hidung Celia.
Kan kesal, kalau aku
dibandingkan sama anak Abege
yang lagi kasmaran. Emang
orang dewasa, seorang istri,
yang baru saja menikah, masih
ingin bermanja-manja lebih
lama lagi, gak boleh
merindukan suaminya yang
pergi bekerja, terbang
berhari-hari, jelasnya, masih
merengut.
Bukan begitu maksudku.
Aku hanya gak ingin kamu
tersiksa rindu. Nanti bisa
membuatmu tak fokus kerja,
gak nafsu makan dan lainnya.
Aku gak mau kamu gitu. Bukan
gak boleh merindukanku.
Paham kan apa yang aku
maksud, jelasnya, mencium
kening sang istri.
Iya paham. Aku pasti akan
merasa kesepian saat malam
hari ditinggal mas nantinya,
sambung Celia lagi.
Iya, aku ngerti. Tapi aku
yakin kamu bisa mengatasi dan
melawan rasa sepi itu, katanya
tersenyum, menglus pipi Celia.
…
Malam itu, mereka
menghabiskan waktu bercumbu.
Meski, lagi-lagi Bram
menghentikan aksinya saat
Celia ingin berhubungan intm
dengannya.
Celia kecewa, tapi dia harus
memaklumi hal itu, entah
sampai kapan.
Keesokan harinya, Celia
mengantar Bram ke bandara di
hari pertamanya bertugas
setelah cuti menikah.
Jadwal penerbangan hari
ini adalah ke negara Timur
Tengah.
Mas jaga diri baik-baik,
hati-hati ya, fokus, kalau lelah
istirahat sejenak, pesan Celia
pada suaminya.
Iya sayang, aku akan selalu
hati-hati dan fokus. Kamu
jangan khawatir dan was-was ya
, jawab Bram.
Dia lalu pamitan pada sang
istri, memluk Celia sebelum
mengucapkan selamat tinggal
padanya.
Dari bandara, Celia
kemudian menuju butiknya.
Hari ini, pelanggan butik
lumayan banyak. Ada beberapa
pasangan yang sedang hunting
baju pengantin dan baju formal
ke acara.
Stafnya dan pramuniaga
melayani mereka dengan baik
dan ramah.
Sementara, Celia sedang
berada di ruangannya, fokus
mendesain gaun malam pesanan
anak konglomerat
langganannya, sebelum dia
menikah dengan Bram.
Menjelang siang, dia
menghentikan aktivitasnya
untuk makan siang.
Saat bersiap keluar dari
ruang kerjanya dan membuka
pintu, dia dikejutkan dengan
kehadiran Dimas yang tiba-tiba
saja sudah berdiri persis di
depan pintu itu.
Keduanya saling bertatapan,
belum habis rasa kaget Celia,
Dimas bicara padanya.
…
Mbak Celia pasti belum
makan siang kan? Ayok ikut aku,
kita makan siang bareng, ajak
Dimas.
Kamu ngapain ke sini.
Memangnya gak kuliah? tanya
Celia.
Aku kebetulan levwat sini,
jam kuliah juga selesai. Boleh
dong aku ajak mbak makan
siang sama aku sesekali. Aku
lapar nih, katanya, tersenyum.
Aku mau makan sendiri.
Kalau memang gak ada jadwal
kuliah lagi, mending kamu
pulang saja makan di rumah,
saran Celia.
Hari ini aku mau makan di
luar, di restoran. Bersama Mbak
Celia. Kenapa sih gak mau? Aku
cuma mau temani mbak makan
siang aja. Hanya itu, katanya
dengan ekspresi serius.
Aku gakperlu ditemani,
bisa makan sendiri, tolaknya.
Kita ini kan iparan, kenapa
sih mbak ketus terus sama aku.
Padahal aku ingin lebih
mengenal Mbak Celia, biar
makin akrab. Gak lebih dari itu
kok. Jadi please kasih aku
kesempatan lebih dekat sama
Mbak Celia ya, katanya
memelas.
Ya udah, ayok. Aku mau
makan di restoran Italia siang
ini, katanya.
Mau makan masakan
apapun, dimanapun, aku akan
jabani, aku akan temani mbak
kemana saja, katanya.
Celia lalu menemui salah
satu stafnya yang sedang
merapikan baju di manekin.
‘Stefie, aku tinggal makan
siang dulu ya. Itu nanti kalau
Mery dan calon suaminya
datang sebelum aku balik ke
butik, kamu hubungi aku ya,
pesannya pada stafnya itu
Baik Bu, jawabnya.
Celia dan Dimas lalu ke luar
butik menuju ke restoran.
Naik mobilku aja. Nanti
aku antar lagi ke sini, tawar
Dimas.
Celia menurut, naik ke
mobil sUVnya metalic milik
Dimas.
Di dalam mobil itu, Celia
tampak lebih banyak diam.
…
Mbak kenapa diam aja. Lagi
tidak bersemangat, atau lelah,
tanya Dimas.
Lagi males ngomong aja
sama kamu, jawab Celia
sekenanya.
He..he..he. .cemberut aja
terus tiap kali sama aku. Gak ada
ramah-ramahnya. Heran,
sahut Dimas meledek kakak
iparnya itu.
Oh ya, boleh aku hidupkan
musik ga? Mbak mau dengar
lagu apa? kembali dia bertanya.
Ini mobilmu kan? Mau
hidupkan atau gak, terserah
kamu saja. Suka-suka kamu aja
mau dengerin lagu apa, itu
urusanmu, sambungnya.
Iya sih emang terserah aku.
Tapi aku bertanya karena saat
ini aku bersama Mbak Celia,
takut mbak gak suka, sebutnya
lagi.
Hidupkan aja musik
sesukamu, asal suaranya gak
berisik, gak keras ataupun
kencang yang bikin telingaku
pecah,katanya.
Siap laksanakan.he. .he. .he
, katsnya nyengir.
Mau ke restoran Italia di
mana nih, aku gak tau banyak
tentang restoran Itala. Gak
pernah makan masakan Italia di
restoran soalnya, tanya Dimas.
Ke restoran Italia Galetto
aja di perepatan jalan depan
sana ada restoran yang nyaman
dan makanannya enak. Gak jauh
juga, sahut Celia.
Ok, kita ke sana, jawab
Dimas.
…
Setelah menempuh
perjalanan selama 15 menit,
mereka akhirnya tiba di
restoran Italia.
Kebetulan hari itu, restoran
tersebut tak begitu ramai, hanya
ada beberapa orang pelanggan
saja yang makan di situ.
Padahal, biasanya tempat
itu penuh, apalagi saat jam
makan siang.
Celia memesan Risotto dan
tiramisu sebagai makan
penutup.
Sementara Dimas hanya
memesan tiramisu rasa expresso
yang ringan dan penuh dengan
potongan cokelat.
Kamu gak makan siang,
kenapa cuma pesan tiramisu. Itu
kan makanan pencuci mulut,
makanan ringan, tanya Celia.
Aku gak suka masakan
Italia, katanya.
Gimana sih, tadi bilang
lapar. Kenapa gak bilang kalau
kamu gak suka masakan Italia,
kan kita bisa makan di tempat
lain, sebut Celia.
Mbak kan pengen ke
restoran Italia, ya aku turutilah,
aku mau nemani Mbak Celia
kemanapun mbak mau. Asalkan
mbak senang dan suka. Karena
tujuanku memang untuk
menyenangkan dan membuat
mbak bahagia, katanya
tersenyun lebar,
hak usalh lebay deh.
Terserah kamu aja, mau makan
apa, ketusnya.
Setelah pesanan mereka
sampai, Celia langsung
memakannya, Kerena dia
memang pengen makan Risotto
hari ini, sudah luma juga dia
tidak makan masakan menu
Italia.
…
Dimas duduk di hadapan
Celia, bersandar di kursi,
melipat kedua tangannya di
dada, terus menatap Celia.
Kamu gak makan, kenapa
liatin aku aja dari tadi, tanya
Celia.
Lihat mbak Celia makan aja
aku sudah kenyang, jawabnya,
tertawa terkekeh-kekeh.
Jangan mulai deh, aku gak
mau berdebat sama aku. Mau
menikmati salah satu makanan
kesukaanku, katanya sedikit
kesal.
Dimas lalu makan tiramisu
itu sedikit, sambil terus
memperhatikan wanita cantik
yang duduk dihadapannya.
Setelah santai sejenak usai
makan Risotto, Celia menikmati
salah atau cemilan kesukaanya,
tiramisu.
Dia bahkan makan dengan
lahapnya, sanking enak dan
lezat.
Pelan-pelan dong
makannya sampai belepotan
gitu, tawa Dimas.
Tanpa aba-aba dan permisi,
Dimas mengambil dan
membersihkan sisa tiramisu
yang menempel di sudut bibir
Celia, dengan tangannya, lalu
memasukkanya ke mulutnya.
Manis, karena bekas bibir
Mbak Celia, katanya,
tersenyum nakal.
Celia kaget dan tak bisa
menahan emosi dan
kemarahannya atas perlakuan
Dimas tersebut
Kamu kenapa kurang ajar
gitu sih, gak sopan banget. Ingat,
ini di tempat umum. Kamu itu
adik iparku. Aku istri mas mu,
sebutnya dengan suara tinggi.
Untung saja, pelanggan di
restoran itu duduknya agak
berjauhan.
Emang kenapa kalau di
tempat umum dan mbak istri
masku. Kan gak apa-apa,
dimana masalahnya. Sudah
dbantuin bukannya terima
kasih malah marah-marah,
jawabnya enteng, kembali
tertawa.
Hey, itu bukan bantuin tapi
gak sopan, gak ada etika, kurang
ajar tau. Hubungan kita sebagai
ipar itu ada batasannya, mana
yang boleh dan tidak boleh
dilakukan, tegasnya.
Kalau memang ada sisa
makanan yang menempel di
bbirku, kenapa gak ngomong
aja, bilang langsung, biar aku
lap pakai tisu, bukan dengan
tanganmu itu, geramnya.
Aku cuma ingin bersikap
gentleman aja, biar romantis
gitu, godanya, mengedipkan
matanya sembari tersenyum.
Aku sudah tak selera lagi
melanjutkan makan. Aku mau
balik ke butik aja. Gak usah
diantar. Aku mau pulang naik
taksi atau grab aja. Eneg banget
lihat wajah kamu, males juga
dekat-dekat kamu, katanya,
meninggalkan meja itu.
Dimas buru-buru
membayar makanan tersebut
dan menyusul Celia yang keluar
dari restoran itu.
Gitu aja ngambek, kayak
anak kecil tau. Ayo aku antar
kembali ke butik, katanya,
memegang tangan Celia.
…
Lepasin gak, aku mau
pulang naik taksi aja, tolaknya.
Jangan ribut di parkiran,
ntar mereka sangka ada
pasangan yang sedang
bertengkar lagi, katanya tanpa
merasa bersalah, terus terkekeh.
Celia akhirnya mengalah,
masuk ke mobil degan ekspresi
wajah kesal dan merengut.
NoteL..i..k.e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts