ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART5)
Isi Postingan:
ADIK IPAR PELIPUR LARA PART5
.
.
.
Celia sudah tak sabar
bertemu suaminya yang
rencananya hari ini akan pulang
setelah terbang selama tiga hari.
Dia bersikeras menjemput
Bram di bandara, meski
suaminya itu mengatakan bisa
pulang diantar dengan mobil
operasional kantor.
Tapi, Celia tidak mau
menunggu sampai Bram pulang
ke rumah diantar mobil kantor,
dia ingin menjemputnya.
Baru tiga hari gak ketemu
Mas Bram udah kangen banget.
Hari ini pakai apa ya untuk
jemput dia, gumam Celia
berdiri di depan lemari.
Dia lalu memilih-milih
pakaian yang akan
dikenakannya.
Celia memutuskan
memakai blouse pita warna
cream dan rok motif floral
dibawah lutut.
Tak lupa dia berdandan
secantik mungkin, menyapu
lipstik warna nude di bibir
indahnya, lalu meriah wajahnya
dengan make up flawless,
rambutnya memakai heels dan
menenteng clutch.
Wanita itu berdiri di depan
cermin, memutar badannya
beberapa kali, kemudian
tersenyum puas.
umayan okpenampilan
seperti ini, batinnya, senang.
wajahnya tampak
sumringah Sebagai seorang
perancang busana, dia memang
harus tampil menawan dan
mempesona.
Itu adalah branding dirinya
sejak awal mula berkarir sebagai
fashion desainer.
….
Celia melihat jam tangan
wanita mereka terkenal desain
classy, elegan, dan fashionable
yang dipakainya, menunjukkan
pukul 09.00 pagi, satu jam lagi
pesawat Bram mendarat
Papa mertuanya sudah
berangkat ke kantor, begitu juga
mamanya sedang mengecek
restoran miliknya di luar kota.
Celia kemudian buru-buru
turun dari lantai dua rumah
mewah itu melalui tangga.
Tanpa disangka, dia
terpeleset dan hampir saja
terjatuh ke dari tangga tersebut.
Untung saja Dimas sigap
menangkap, menahan
tbuhnya, merangkulnya dalam
pelkannya agar tidak terjatuh
ke lantai bawah.
Jantung Celia berdegup
kencang, nafasnya tidak teratur,
ada percikan aliran listrik yang
mengalir disekujur tbuhnya
ketika Dimas menahan
tbuhnya, merangkul
pinggangnya agar tak terjatuh.
Sesaat dia merasa nyaman
saat berada dalam pelkan
Dimas.
Namun saat mata mereka
saling bertatapan, ada rasagrogi
dan gugup yang Celia rasakan.
Setelah beberapa saat saling
pandang. akhirnya Celia
tersadar lalu meminta Dimas
melepaskanya.
Aku mau bergegas pergi,
katanya, mendorong tubuh pria
itu, menjauhinya.
Gak ada ucapan terima
kasih sudah di tolong. Lagi-lagi
berteriak kencang padaku,
sindir Dimas.
Makasih! Maafaku
buru-buru mau jemput Mas
Bram, katanya, memakai
kacamata hitam, lalu berjalan
cepat keluar rumah.
Celia menuju parkiran
mobil, yang sebelumnya
mesinnya sudah dipanaskan Pak
Dodit.
Dimas menyusul Celia, ke
parkiran mobil mercy hitam itu.
Aku ikut jemput Mas Bram
, katanya, membuka pintu
mobil.
Celia berusaha menutup
pintu mobilnya dan meminta
Dimas tak ikut dia.
Aku pergi sendiri. Karena
mau jalan-jalan dulu sama Mas
Bram. Aku gak mau kamu ikut,
tolaknya.
Gak masalah kalau mau
jalan-jalan juga. Aku malah
senang, katanya nyengir.
Dengar ya, ini walktunya
aku dan suamiku quality time.
…
Jadi kamu gak perlu ikut,
ganggu tau. Kalau mau ikut
pergi naik mobilmu sendiri,
sebutnya, sewot.
Minggir aku mau pergi,
nanti telat, ketus Celia,
menepis tangan Dimas di pintu
mobilnya.
Mbak Celia kenapa sih
selalu aja marah-marah dan
emosi, tanya Dimas.
Aku gak ada waktu untuk
jawab pertanyaan kamu,
katanya, menghidupkan mobil
lalu keluar dari pintu gerbang
rumah menuju jalan raya ke
arah bandara.
Celia tiba di bandara
setengah jam kemudian. Dia lalu
menunggu Bram di lounge
bandara.
Sepuluh menit kemudian,
Bram tampak dari kejauhan,
tersenyum berjalan ke arahnya.
Celia berlari kecil lalu memeluk
suaminya itu.
Rindu banget sama Mas
Bram, bisiknya.
Aku juga. Kamu cantik
banget hari ini, puji Bram.
Benarkah? Makasih mas,
sahutnya tersenyum lebar.
Ternyata Mas Bram
perhatian juga dan melihat
penampilanku, kata hatinya,
senang.
Kita mampir di restoran
dulu ya, aku mau makan dan
santai sebentar sebelum pulang,
kata Bram.
Ok, kita ke restoran dulu.
Baik, jawab Celia.
Mereka lalu menuju
parkiran mobil, dengan
membawa kopernya, Bram
kemudian memasukan ke bagasi
mobil.
…
Dia lalu duduk di depan
kemudian, menyetir mobil
mercy itu menuju restoran.
Keduanya lalu makan di
restoran itu, duduk
berdampingan di kursi, sembari
ngobrol tentang hari-harinya
Bram dan kapan dia akan
terbang lagi.
Bram masih mengenakan
seragam pilotnya saat turun dari
pesawat dan ke restoran itu.
Ini hari-hari sibuk
penerbangan, sedang peak
season, musim padat
penumpang yang terjadi pada
saat banyak orang bepergian.
Jadi bisa saja tak pulang 4- 5 hari
, katanya.
Ya, aku paham kok. Kan
sudah tau juga jadwalmu
gimana sejak kita pacaran.
Cuma kan sekarang sudah
menikah. Pengen gak pisah
lama-lama, kata Celia manja,
memeluk lengan suaminya itu.
Belum lagi kalau jadwal
stand by, harus rela ditelepon
sewaktu-waktu dan segera
datang ke bandara satu jam
kemudian, sebutnya lagi.
Saat aku memutuskan
menikah hidup dengan seorang
pilot, alku sudah tau kok semua
itu. Tapi tetap saja gak siap,
ungkapnya.
Kamu kan sudah paham
dan ngerti jadwal liburku,
sekitar 10 hari per bulan dan
libur ini di hari kerja, katanya.
Iya, gak usah diingetin
terus. Aku paham dan ngerti
kok, katanya sedikit merajuk.
Maafin aku ya karena tugas
ini aku harus sering-sering
ninggalin kamu, ucap Bram,
mengecup kening Celia.
Setelah dari restoran,
mereka kembali ke rumah.
Bram berada di rumah
selama empat hari, sebelum
kemudian dia terbang lagi.
Selama waktu itu, dia
menghabiskan waktu bersama
Celia, belanja ke mall, nonton
bioskop dan menonton konser
musik.
…
Malam harinya, Bram
masih sering nongkrong sama
teman-temannya dan pulang
diatas pukul 21.0 atau pukul 11
malam.
Dia masih belum juga
melaksanakan kewajibannya
pada Celia sampai saat ini.
Pernikahan keduanya sudah
berlangsung selama empat
bulan. Selama itu pula, Bram
juga masih belum
menyentuhnya, dia kehilangan
hasrat untuk melakukan
hubungan seks’al dengan Celia.
Celia yang
sebelum-sebelumnya mencoba
mengerti dan memahami alasan
dan kondisi Bram, mulai
bertanya-tanya kenapa
suaminya seperti itu.
Dia tak bisa membiarkan hal
itu terus menerus terjadi,
bahkan dengan alasan menunda
punya anak, seharusnya mereka
tetap bisa melakukan hubungan
int’m, dengan memakai
pengaman dan alat kontrasepsi
agar dia tidak hamil.
Aku gak tau apa alasan
sebenarnya Mas Bram tak mau
melakukan hubungan ses
denganku. Apa dia punya
wanita lain, ada masalahkan ?
katanya bertanya-tanya dalam
hati.
Sementara, disaat
bersamaan, Dimas selalu saja
menggodanya, membuat
jantungnya berdebar saat pria
itu didekatnya.
Entah kenapa, Celia mulai
merasa khawatir suatu saat
karena alasan Bram yang tak
kunjung memuskan hsratnya,
dia bisa saja terbuai rayuan,
godaan dan sentuhan Dimas.
Seperti yang terjadi
kemarin malam, saat dia tidak
bisa tidur, maka Celia akan ke
ruang kerjanya.
Ruang kerja itu terletak di
sebelah kamar tidurnya
bersama Bram di lantai dua.
Sementara di seberang ruangan,
ada kamar Dimas di ujung
sebelum tangga.
Ruang kerja yang lumayan
luas itu dicat berwarna cream,
ada papan untuk menuangkan
ide dan pikiran.
Ada dua meja di ruangan itu,
satu meja besar dengan kursi
empuk diletakkan menghadap
jendela untuk menambah
inspirasi.
Satu lagi meja sedang,
diletakkan di ujung, saat dia
ingin menggambar di atas meja,
duduk lesehan di lantai.
…
Sebagai lulusan sekolah
mode, Celia punya kemampuan
berpikir kreatif, menggambar,
manajerial, melakukan
observasi, melakukan analis,
memiliki pengetahuan mode
serta pengetahuan tebtang
tekstil.
Dia lalu mulai
mencoret-coret, menggambar
serta mendesain rancangan
busana, diatas meja kerjanya,
ditemani segelas susu.
Setelah hampir dua jam
mendesain, dia merasa pegal,
lalu memijat pundaknya,
sembari bersandar di kursi,
memejamkan matanya.
Seketika, Celia merasakan
ada tangan yang memjat bahu
dan lhernya perlahan-lahan,
begitu nyaman, menenangkan
dan membuatnya rikeks.
Dia betpikir itu adalah
pijtan Bram, sang suami. Dia
menikmati pijtan tersebut,
sebelum akhirnya menyadari
tidak mungkin itu Bram, karena
dia masih bertugas, belum
pulang ke rumah.
Dia kemudian membuka
matanya, sedikit terperanjat
saat mengetahui Dimas lah yang
berdiri dibelakangnya, sedang
memijat pundak dan lehernya.
Dimas! Apa yang kamu
lakukan di sini. Hentikan
memjatku. Keluar! bentaknya.
Tadi Mbak Celia begitu
menikmati pjatanku, sekarang
mengusirku, katanya, tertawa
meledek.
…
Dimas masih terus memjat
pundak Celia, meski wanita itu
telah memintanya berhenti dan
keluar dari ruang kerjanya.
Lancang sekali kamu
masuk ruang kerjaku tanpa
permisi, tanpa izin lalu
memijatku sembarangan. Apa
yang kamu lakukan itu tidak
sopan, kesalnya.
Saat aku masuk, aku lihat
mbak sepertinya pegal. Apa
salahnya sih aku cuma mau
membantu saja, jawabnya
lembut di telinga Celia.
Aku gak butuh bantuannmu,
paham! katanya dengan
intonasi suara tinggi.
Ini hanya bantuan kecil
dari seorang adik kepada
kakaknya. Kenapa mbak gak
biarkan saja aku lakukan itu.
Hanya pijatan ringan. Tak lebih
dari itu, katanya meyakinkan
Celia.
Jujur saja, Celia sebenarnya
merasa nyaman dan rileks saat
Dimas memijatnya.
Kali ini, dengarkan aku.
Biarkan aku memijat Mbak Celia
biar mbak bisa kembali ke
kamar dan tidur. Mbak pasti gak
bisa tdur kan, banyak pikiran,
stress, capek dan lelah, katanya.
Jadi, biarkan aku memijat
pundak, leher dan kepala Mbak
Celia, biar urat dan otot mbak
gak tegang, gak nyeri dan mbak
rileks. Boleh kan aku lanjutkan?
tanyanya.
Ya sudah, hanya memjat
saja, sahut Celia,
menyetujuinya.
Dimas lalu melanjutkan
memijat bahu, leher serta kepala
Celia selama beberapa menit.
Sudah cukup, aku sudah
merasa lebih baik, kata Celia
Baik kalau begitu. Mbak
Celia sebaiknya kembali ke
kamar dan istirahat, saran
Dimas.
…
Celia lalu membereskan
kerjaannya, kemudian bangun
dari kursi lalu keluar dari ruang
kerjanya menuju ke kamarnya.
Dimas juga keluar dari
ruangan itu, mengikutinya dari
belakang.
Saat Celia akan membuka
pintu kamarnya, reflek Dimas
menarik tangan Celia, membuat
mereka saling berhadapan.
Sejurus kemudian, pemuda
itu mendaratkan cuman di
bibir wanita itu. Celia seolah
terhipnotis, membiarkan Dimas
meluat bbirnya itu tanpa
melarangnya, dan Celia justru
menikmatinya.
Aku sudah tak tahan ingin
mencummu. Anggap saja ini
bayaran atas jasa pjatanku tadi.
Bbirmu rasanya begitu luar
biasa, bisiknya nakal.
Celia masih diam terpaku,
menatap Dimas, seolah tak
sadar.
…
Selamat malam, selamat
tdur dan mimpi indah ya, ucap,
mengcup ppi dan kening Celia.
Dimas lalu beranjak dari
depan kamar tdur Celia, lalu
masuk ke kamarnya.
Celia masih berdiri
mematung, seolah tersirep, tak
berbuat apa-apa, dia masih
terbuai, seperti melayang di
angkasa.
Dimas mencumku dan aku
menikmatinya.
membiarkannya. Aku tak
mengerti apa yang sebenarnya
terjadi pada diriku saat ini,
gumamnya.
NoteL..i..k..e.mu . penyemangat Mimin
Related: Explore more posts