Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART54)

Posted on June 4, 2025 By admin

BALADA BESAN DAN MENANTU (PART54)

Isi Postingan:

BALADA BESAN DAN MENANTU PART54

…CERITADEWASA…

.

.

.

Tentu, Umi.

Selama ini… kenapa Pak Amat selalu menolak

kalau orang-orang nanya soal nikah lagi?

Pak Amat terdiam sejenak. Ia menghembuskan

asap rokoknya pelan, lalu menatap ke arah

Umi. Karena saya takut. Takut kalau menikah

bukan karena cinta… cuma karena kesepian.

Saya takut menyakiti perempuan yang

mungkin mau sama saya, tapi saya nggak bisa

benar-benar podcast hiburan membahagiakannya.

Umi mengangguk pelan. Saya juga sering

merasa seperti itu. Saya bersuami… tapi

rasanya seperti istri bayangan. Kalau bukan

karena saya dikenal orang sebagai ‘Umi-nya

santri’, mungkin saya sudah dianggap janda.

Keduanya tertawa pelan, bukan karena lucu,

tapi karena getirnya sangat akrab.

.

.

.

Saya juga nggak nyangka, ya… bisa ngobrol

sedekat ini sama Umi. Biasanya saya paling

canggung kalau dekat perempuan, kata Pak

Amat.

Umi menunduk sedikit, tapi senyumnya tak

bisa disembunyikan. Saya juga. Tapi sama

Pak Amat… entah kenapa saya merasa tenang.

Mereka diam. Tapi itu bukan diam canggung.

Itu diam yang penuh rasa. Rasa yang selama

ini disangkal, ditahan, dan kini, perlahan-

lahan dibiarkan tumbuh-seperti pohon di tepi

kebun yang

akarnya menancap dalam.

tumbuh tanpa banyak bicara, tapi

Umi… Pak Amat akhirnya bersuara. Kita

tahu ini nggak mungkin dilanjutkan ke jenjang

resmi. Tapi kalau Umi nggak keberatan… saya

ingin tetap dekat. Menemani dan mengisi hari

-hari yang sepi. Tanpa janji-janji, tanpa beban.

Umi mengangguk, mata sedikit berkaca. Saya

juga ingin begitu. Tanpa perlu sembunyi-

sembunyi, tapi cukup kita tahu… bahwa kita

ada untuk satu sama lain.

.

.

.

Langit senja menggantung di atas mereka,

cahaya keemasan menyusup dari sela-sela

pepohonan, membuat bayangan panjang di

lantai tanah saung. Di antara sisa aroma kopi

dan rokok, dan di tengah keheningan yang

menggigit pelan-pelan ke hati, Pak Amat

perlahan menurunkan cangkir kopinya.

Umi Latifah masih duduk bersila, tangannya

meremas ujung jilbabnya sendiri. Nafasnya

teratur, tapi dadanya bergemuruh. Ia merasa

seperti gadis yang baru pertama kali jatuh

cinta. Bukan cinta yang meledak-ledak, tapi

yang datang diam-diam, hangat, dan

mengendap lama.

Perlahan, Pak Amat bergeser, duduk lebih

dekat. Matanya menatap Umi Latifah, bukan

dengan nafsu, bukan dengan ambisi, tapi dengan haru-yang hanya dipahami oleh orang

-orang yang terlalu lama memendam luka dan

sepi.

.

.

.

Umi…, ucapnya lirih, suaranya nyaris

seperti bisikan angin.

Umi Latifah menoleh, dan di detik itu… tanpa

perlu kata, mereka saling tahu. Bahwa mereka

sama-sama rapuh. Sama-sama lelah. Sama-

sama butuh pelukan-bukan sekadar fisik, tapi

pelukan yang membalut luka, seperti hujan

pertama setelah kemarau panjang.

Dengan hati-hati, seolah menyentuh kertas

yang hampir robek, Pak Amat merengkuh

tubuh Umi Latifah ke dalam pelukannya. Umi

Latifah tak menolak. Justru matanya terpejam,

menghirup wangi saung dan kayu dari tubuh

lelaki yang selama ini ia kagumi diam-diam.

Tak butuh banyak kata, mereka mendekatkan

diri satu sama lain, merasakan kehangatan

tubuh yang saling menyatu. Ciuman pertama

mereka lembut, perlahan, namun semakin

dalam seiring dengan setiap detik yang berlalu.

Sentuhan yang awalnya hanya sekadar

kerinduan berubah menjadi hsrat yang

terpendam lama.

.

.

.

Umi…

Ya Pak…

Boleh saya jujur…

Boleh Pak…

Saya malu, kalau lagi begituan suka bicara

kasar dan berisik, gak apa-apa ya?

Terserah bapak aja…

Di bawah cahaya temaram, mereka tenggelam

dalam keintiman yang tak bisa lagi mereka

sembunyikan. Setiap sentuhan, setiap kecpan,

menghapus keraguan dan membawa mereka

lebih dekat pada satu sama lain, lebih dari

sekadar besan atau tetangga.

.

.

Mereka berdiri berhadapan dan tak lama

kemudian Pak Amat yang sudah kerasukan

birhi itu mendorong Umi Latifah hingga

tbuhnya merapat ke tiang dan dinding saung.

Pak Amat melepaskan pelukan lalu berjalan

membesarkan volume radionya. Suara musik

dan gemericik air dari pancuran belakang

memenuhi ruangan saung menyamarkan

segala suara yang mungkin nanti akan timbul

dan keras.

 

.

.

NoteL..I..K..E..MU PENYEMANGAT MIMIN


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART55)
Next Post: BALADA BESAN DAN MENANTU (PART53)

Related Posts

ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART12) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART14) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART18) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART62) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART13) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART3) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme