ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART18)
Isi Postingan:
ADIK IPAR PELIPUR LARAPART18
…
..
.
Pagi mulai menjelang, fajar
baru saja menyingsing saat Celia
terbangun dari tdurnya.
Dia tampak sedikit panik
mendapati tbuhnya yang plos,
lalu buru buru memblut
tbuhnya dengan selimut.
…
Sesaat, matanya terpaku
pada wajah tampan Dimas yang
masih terlelap dalam mimpinya.
Dia menglus perlahan rmbut
ikal milik pria bertbuh atletis,
berkulit putih dan bersuara
bariton itu.
Belaian di rambut lelaki itu
membuatnya menggliat lalu
membuka matanya, masih
berbaring di ksur, tersenyum
manis ke arah Celia.
Pagi Bee, gimana tidurmu,
nyenyak? sapa Dimas lembut,
sembari tersenyum manis,
menatap penuh cinta wanita
yang berbaring di depannya.
Dimas sengaja memanggil
Celia dengan panggilan sayang
bee, yang terkesan begitu cute,
imut, lucu dan manis. Celia suka
panggilan itu.
Iya, nyenyak. Sekarang ayo
bangun, lalu mandi dan setelah
itu langsung pulang, usirnya
secara halus.
Kamu baru bangun juga
dan belum mandi kan?
tanyanya, mengelus tangan
Celia.
Iya. Tapi aku bisa mandi
setelah kamu. Cepetan bangun.
….
Aku mau beresin tempat tdur,
ganti sprei dan sarung bantal.
Mas Bram sebentar lagi pulang,
kata Celia, dengan raut wajah
sedikit cemas.
Dimas bangun dari
tidurnya, tubuhnya telanjang
bulat, berdiri di hadapan Celia.
Dia lalu menjulurkan
tangannya ke arah wanita yang
tadi malam baru saja bercumbu
dengannya, mencapai puncak
kenikmatan itu.
Mandi bareng yuk!
ajaknya, mencoba meraih
tangan Celia.
Wanita itu tak menyambut
uluran tangan Dimas, yang
bangkit dari tempat tidur dan
sibuk menutupi dirinya yang
polos itu dengan selimut.
Sudah, gak usah ditutupi
juga. Untuk apa malu-malu lagi,
aku sudah lihat semuanya kok.
Ayo kita ke bathroom, katanya.
Celia patuh dan menurut,
mengikuti Dimas masuk ke
kamar mndi. Mereka berdua
berdiri di bawah pancuran
shower.
Dimas membuka keran,
menghidupkan shower ke mode
hangat, mengguyur tbuh
keduanya, yang berdiri saling
berhadapan.
Dimas kemudian
menyabuni tbuh Celia, ke
bagian bawah paydranya
setelah selesai, dia mengusap
pusrnya, terus mengusap
lembut alt kelmnnya,
perlahan turun ke paha bagian
dalam, sampai ke bawah
mencapai pergelngan kakinya.
Dia tak lupa menyampo
rambut Celia dan menguspnya
lembut.
….
Hal yang sama dilakukan
Celia pada Dimas. Mereka juga
bergntian saling menggsok
punggungnya dengan sabun
mndi yang ada di spons mandi,
membelai tbuhnya mulai dari
leher sekaligus memjatnya
lembut, kemudian pundknya
juga dipjat.
…
Lalu menggosok seluruh
tbuh bagian belakang. Setelahitu, mereka berpelkan di
bawah pancuran.
Dimas lalu mendorong
lembut tbuh Celia ke tembok,
lalu mencum leher dan
melumat bbirnya.
Mau mengulang yang
semalam, bisik Dimas.
Celia hanya
menganggukkan kepalanya
tanda setuju. Mereka
menyelingi aktivitas mndi
tersebut dengan sks di pagi hari
itu di kamar mndi, dengan
bergntian melakukan orl ss.
….
Satu jam lebih keduanya
mandi sembari bermanuver liar
menyalurkan hsrat yang masih
menggebu.
Usai mndi, Bram
membantu mengeringkan
rambut Celia dengan handuk
lalu dibantu hairdryer. Begitu
juga yang dilakukan Celia pada
Dimas.
….
Setelah berganti pakaian,
Celia membereskan tempat
tdurnya, mengganti sprei,
sarung bantal, guling serta
selimut.
Dia melakukan itu agar tak
meninggal jejak bekas
percintaan dirinya dengan
Dimas saat Bramantio kembali.
Celia harus sangat hati-hati
membereskan semua itu,
termasuk pakaiannya dan baju
yang dipakai Dimas untuk
dicuci agar tidak membuat
pembantunya curiga.
….
Kamu harus segera pulang
atau kalau langsung ke kampus
juga boleh. Terserah kamu saja,
pinta Celia.
Kenapa aku harus pergi
buru-buru. Aku akan tunggu
Mas Bram. Tenang saja, dia gak
akan curiga. Ok, kata Dimas.
Gak boleh. Aku gak tenang
dan was-was kalau kalian
bertemu saat Mas Bram pulang.
Please, lakukan itu untukku ya?
katanya memelas, memohon
agar Dimas segera pergi.
Ok. Baiklah, demi kamu
aku mengalah. Aku akan segera
pulang, sahutnya.
Tapi, kamu masih sempat
sarapan kok sebentar, katanya.
Mereka lalu turun ke lantai
bawah, menuju ruang makan
untuk sarapan pagi.
Usai sarapan, Dimas
langsung pamit, dia gak mau
membuat Celia khawatir.
Karena, dari tadi dia melihat
raut wajah Celia yang cemas
serta gelisah terus melihat jam
dinding.
….
Kapan mas Bram pulang?
Dia gak kabarin aku. Meski
harusnya berdasarkan jadwal
dia tiba dan mendarat pukul 7.00
pagi dan sampai rumah
setengah jam kemudian. Berarti
sebentar lagi, gumamnya.
Dimas masih duduk di kursi
ruang makan, memperhatikan
gerak gerik Celia.
Dia lalu memanggil Bik
Laksmi dan Tini yang sedang
membereskan meja untuk
menghentikan kerjaannya
sebentar agar duduk di kursi.
Bik, aku pulang ya. Mas
Bram sebentar lagi kembali. Aku
juga harus ke kampus,’
sebutnya.
Den Dimas sudah mau
pulang. Ya, Bapak balik hari ini
sepertinya, kata Bik Laksmi.
Titip Mbak Celia. Jagain
baik-baik, perhatiin
makanannya, pantau dan awasi
kondisinya. Jangan sampai
Mbak Celia sakit lagi, katanya.
Aku bukan anak kecil, gak
perlu dijagain dan diawasi juga.
dan was-was kalau kalian
bertemu saat Mas Bram pulang.
Please, 1akukan itu untukku ya?
katanya memelas, memohon
agar Dimas segera pergi.
Ok. Baiklah, demi kamu
aku mengalah. Aku akan segera
pulang. sahutnya.
Tapi, kamu masih sempat
sarapan kok sebentar, katanya.
Mereka lalu turun ke lantai
bawah, menuju ruang makan
untuk sarapan pagi.
Usai sarapan, Dimas
langsung pamit, dia gak mau
membuat Celia khawatir.
Karena, dari tadi dia melihat
raut wajah Celia yang cemas
serta gelisah terus melihat jam
dinding.
Kapan mas Bram pulang?
Dia gak kabarin aku. Meski
harusnya berdasarkan jadwal
dia tiba dan mendarat pukul 7.00
pagi dan sampai rumah
setengah jam kemudian. Berarti
sebentar lagi, gumamnya.
Dimas masih duduk di kursi
ruang makan, memperhatikan
gerak gerik Celia.
….
Dia lalu memanggil Bik
Laksmi dan Tini yang sedang
membereskan meja untuk
menghentikan kerjaannya
sebentar agar duduk di kursi.
Bik, aku pulang ya. Mas
Bram sebentar lagi kembali. Aku
juga harus ke kampus,
sebutnya.
Den Dimas sudah mau
pulang. Ya, Bapak balik hari ini
sepertinya, kata Bik Laksmi.
Titip Mbak Celia. Jagain
baik-baik, perhatiin
makanannya, pantau dan awasi
kondisinya. Jangan sampai
Mbak Celia sakit lagi, katanya.
Aku bukan anak kecil, gak
perlu dijagain dan diawasi juga.
Aku janji akan makan teratur,
menjaga pola makan dan hidup
sehat. Jadi kamu gak usah
khawatir kondisiku, sebut
Celia, agak sewot mendengar
permintaan Dimas pada
ARTnya.
Meski Mbak janji akan
melakukan semua itu, tapi aku
tetap harus minta mereka jagain
Mbak, tegas Dimas.
Ingat ya bik, Mbak Tini,
kalau ada apa-apa dengannya
saat Mas Bram tugas, kalian
harus segera menghubungiku.
Apapun itu secepatnya telpon
aku. Ngerti! pesannya.
Baik den. Kami mengerti,
sahut Tini.
Celia kemudian mengantar
Dimas sampai ke mobilnya.
Bee, aku pulang ya. Aku
akan hubungi kamu nanti.
Dengar, kalau kamu butuh aku,
butuh bantuan ku, hubungi saja.
Jangan merasa sungkan atau tak
enak, pesannya.
….
Aku harap kamu baik-baik
saja setelah ini, harapnya.
Iya. Aku akan baik-baik
saja. Tapi, aku bisa dapat
serangan jantung mendadak
kalau kamu masih belum
beranjak dan lama-lama di sini,
katanya.
Baiklah, aku pergi. Aku
sebenarnya ingin sekali
menciummu sebelum pamit
pulang. Tapi sepertinya tak
memungkinkan. Ya sudah, aku
pulang ya. Bye bee, katanya
melempar senyuman ke arah
Celia sembari melambaikan
tangannya sebelum masuk ke
mobil.
Celia masih berdiri di
halaman rumah saat mobil
Dimas keluar dari pintu gerbang
lalu menghilang dari
pandangannya.
Dia kembali masuk ke
rumahnya, menuju dapur. Dia
ingin memasak pancake
kesukaan Bram, suaminya.
Entah kenapa, tiba-tiba
tangannya dingin serta
gemetaran, perasaanya begitu
tak tenang, diliputi rasa cemas,
takut dan bersalah.
Oh, Tuhan, tolong aku! Apa
yang harus kulakukan biarkan
hatiku tenang, katanya dalam
hati, sambil menarik nafas
dalam-dalam.
…
Dia mencoba tetap fokus
pada apa yang sedang
dikerjakannya, terus mengaduk
adonan untuk membuat
pancake.
Dia lalu menggorengnya di
wajah, sampai adonan itu habis
dimasak.
Setelah itu, pancake dengan
tambahan buah dan krim
tersebut disiapkan di atas meja,
menunggu Bram kembali.
Celia kemudian duduk di
kursi, mengambil ponselnya,
mengecek mungkin ada telpon
atau pesan dari Bram.
Saat sedang fokus melihat
handphonenya, dia mendengar
sapaan dari suara yang familiar
dan sangat dikenalnya. Suara
Bram.
Sayang, aku kembali.
Kamu dimana? teriak Bram
sembari mencarinya.
Mas Bram. Aku di sini di
dapur! Mas, aku kangen, sahut
Celia berhambur ke pelukan
suaminya yang datang menuju
ke arahnya.
Dimas masih memakai
seragam pilot itu mendekap erat
tubuh istrinya itu.
Aku juga kangen dan rindu
kamu, jawabnya, mengecup
kening Celia.
Apa kamu baik-baik saja.
Kenapa tanganmu begitu
dingin? tanya Bram khawatir.
Aku baik-baik saja kok. Ini
bukan apa-apa, sahutnya,
berusaha menutupi apa yang
sedang dia rasakan.
Wanita itu berusaha
tersenyum, meski saat itu terasa
sangat berat ditengah perasaan
bersalahnya yang nyata-nyata
telah menyelingkuhi, bermain
api di belakangnya, dengan adik
kandung suaminya, iparnya
sendiri.
….
Meski Celia berusaha
bersikap normal dan biasa saja
di depan Bram, seolah tak
terjadi apa-apa diantara dia dan
Dimas, tapi perempuan itu tak
bisa membohongi dirinya
sendiri.
Dia telah mengkhianati
lelaki yang mengikrarkan janji
suci padanya itu.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts