TETANGGA MENGGODA (PART26)
Isi Postingan:
TETANGGA MENGGODA PART26
… ceritadewasa …
.
.
.
Sepertinya otakku perlu dibawa ke loundry, agar bersih dari kotoran.
Mbak Rifani tadi, keramas ya?
Tanpa sengaja, mlutku menanyakan hal yang tak seharusnya hal yang tak seharusnya. Kutampar bbirku tanpa menyentuhnya. Aku
mengutuk kata-kataku sendiri.
.
.
.
Ah, iya Rif. Kelihatan ya? Hihi.
Mbak Rifani kembali menoleh ke arahku.
Keramas sebelum subuh itu efeknya luar biasa. Menyegarkan badan, menajamkan pikiran, Rif,
sambungnya lagi dengan semburat senyum yang berusaha dia sembunyikan. Sepertinya perempuan itu sangat bahagia ketika mengingat
sesuatu.
.
.
.
Ah, masa, sih, Mbak?
Beneran. Coba aja. Hehe. Bbir itu tak henti-hentinya tertarik ke samping, hingga membuat wajah cantik itu semakin bersinar dan teduh untuk dipandang. Astagfirullah. Ingat Rif, dia adalah istri tetanggamu. Aku mengingatkan diriku sendiri.
.
.
.
Mas Nata, belum bangun, Mbak? tanyaku basa-basi. Berusaha mengalihkan pembicaraan, agar gak lagi bahas bab mndi.
Belum tuh, sepertinya suamiku masih kecapekan.
Tuh ‘kan, jawaban Mbak Rifani mancing-mancing lagi. Kecapekan apa, weh?
Teman-teman suamiku juga belum bangun. Mungkin karena hari minggu, jadi mereka ingin
bermalas-malasan, lanjut Mbak Rifani.
.
.
.
Enak ya, kerja di lantoran. Hari minggu dan tanggal merah lainnya bisa libur. Gaji tetep utuh, celetukku.
Arif nanti juga bisa seperti itu, asal mau terus berusaha. Kudoakan tahun depan, Arif bisa masuk kuliah. Semangat ya.
Siap, Mbak. Makasih semangat paginya. Aku pamit pulang dulu, ujarku setelah keluar dari pintu rumahnya.
.
.
.
Aku berlari kecil dari rumah Mbak Rifani ke rumah Emak. Aku harus segera pergi dari tempat itu, jika enggak … akh.
Baru juga sampai rumah, Emak sudah menyambutku dengan omelan.
Dari mana saja semalam? Emak menunggu pintu hingga tengah malam, tapi elu malah kagak nongol-nongol. Emang lu pikir, emak kagak kawatir, apa? Hah?
Semalam ‘kan, Arif udah pamit mau makan malam di rumah Mbak ..
Pamit lu, pan, cuma makan malam. Ndak sampai bermalam di sana? Nada Emak semakin tinggi.
Percuma membela diri dan menceritakan urutan ceritanya ke Emak. Wanita yang telah melahirkanku itu sedang diliputi amarah. Jadi,
bagaimanapun aku menjelaskannya, beliau akan tetap dongkol. Maka, jalan satu-satunya untuk melumerkan hati yang dingin itu adalah dengan cara meminta maaf.
.
.
.
Oh iya… maaf deh, Mak. Arif khilaf. Besok gak akan kuulangi lagi. Benar saja, setelah aku meminta maaf dan mencim punggung
tangannya, ekspresi wajah tua itu berubah sedikit teduh, gak setegang tadi.
Ingat, Rif, Neng Rifani itu istri orang…
.
.
.
LANJUT
Related: Explore more posts