Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

HARI KELABU

Posted on June 5, 2025 By admin

HARI KELABU

Isi Postingan:

HARI KELABU

Enny Arrow

Dia sudah siap. Tinggal memakai sepatu…

Hendra menarik nafas lagi. Diam sejenak dan kemudian, melemparkan pandangannya jauh ke sebelah utara.

Suruh saja dia makan duluan. Aku mau tidur lagi. Aku ngantuk. Katakan padanya ! laki-laki apaan tuuh ! celoteh Hendra dengan nada kesal, seperti menahan sesuatu. Bi Murni yang melihat sikap sang sinyo yang demikian hanya dapat mengangguk tanpa menjawab. Tetapi hati tak luput tersentuh. Ia menjadi bingung. Padahal semalam aku dengar tidak ada

pertengkaran?! bisik hatinya bertanya. Aku jadi bingung ? rumah besar dan mewah. Mobil ada dua buah isi rumah ini penuh dengan barang- barang berharga tetapi, masiiih saja ada pertikaian.?

Akh…mungkin soal cemburu atau tau deh, akh kalau enggak soal itu! Iya benar pasti soal itu, namanya pasangan baru hidup bersama sambung hati bi Murni sambil menggaruk garuk kepala yang tak gatal.

Tuan tegur bi Murni setelah dia berada dimuka pintu kamar. Disitu ia melihat sang tuan tengah duduk melamun dimuka kaca toilet. Kata sinyo, tuan disuruh makan duluan. Sinyo masih mengantuk, dia mau tidur lagi katanya ulang bi Murni dengan suara pelan dan merungkuk menghormati sang tuan. Bagas yang sejak tadi duduk tersenyum memikirkan dirinya perlahan lahan menoleh dan memandang wajah orang tua itu.

Duluan ? ketusnya layu tak bersemangat.

Iya bi Murni menganggukkan kepala. Bagas menghela nafas panjang kembali. Ia merasa, pembantu itu agak kikuk menghadapi kejadiannya pagi itu, sehingga timbul rasa hiba.

Baiklah bi, kerjakanlah pekerjaan lain! nanti biar saya makan sendirian! kata Bagas seakan akan menyuruh bi Murni untuk tidak ikut memikirkan kejadian rumah tangganya.

Breeengsseeek!! bentak Bagas dalam hati, seraya memukul pelan tepian meja toilet, setelah bi Murni berlalu menuju ke ruang belakang. Penyakit setan ini tiba-tiba menyerang? Aku jadi bingung? Mendadak layu tidak karuan. Akhhh? Bagas mengangkat kepalanya menatap langit langit kamar, Padahal aku ingat, aku dulu adalah termasuk orang yang paling

kuat dan gemar main main dengan para pelacur. Aku ingat benar itu. Aku bisa main sampai empat kali dalam satu malam. Kontolku kencang dan tak pernah kendur, aneeh ? Bagas menggaruk garuk kepala dan kemudian menghela nafas dalam-dalam.

Berangkatlah, hari sudah muali siang. Nanti kamu terlambat lagi, kata

Hendra.

Bagas tetap diam tak menjawab apa-apa. Kepalanya tetap tertunduk memandang lantai. Perasaan Hendra kian bertambah iba. Ia tidak sampai hati melihat Bagas termenung seperti itu. Maka ia berusaha membuka mulutnya lagi.

Carilah obat yang mujarab! Mudah-mudahan, bisa sembuh, aku hanya turut mendoakan ! Tapi, kalau tidak juga bisa apa sangsinya? Hendra berusaha mengobati perasaan Bagas. Seketika Bagas mengangkat kepala dan memandang kearah Hendra. Senyumnya terkias dan dihelanya nafas panjang panjang.

Okee…!! serunya tanpa ragu-ragu. Kemudian ia bangkit, melangkah dan

menjawil pipi kiri Hendra. Kalau tidak berhasil, adek boleh berbuat semau adek! Abang ikhlas demi adek seorang…!

Hendra hening. Dia tidak menjawab apa-apa. Dia memang sudah

mengantuk. Ia kecapaian, sampai jam pagi tadi, ia berusaha menggerak gerakkan kontol pacarnya, agar dapat berdiri tegak, tetapi layu tak berdaya. Di samping itu, Hendra juga sudah berusaha mengisap isapnya sampai mulut Hendra terasa kembung dibuatnya. Tetapi kenyataannya tetap saja nihil. Tetap seperti pada tempo hari. Pelir itu lumpuh tak bisa bekerja.

Bagaimana Hendra tidak harus protes kepada Bagas. Ia merasa sudah saatnya untuk menikmati kenikmatan persetubuhan?! Yang harus mendapatkan kenikmatan dari seorang pacar, seperti apa yang dikatakan orang-orang banyak.

Baiklah, dek kata Bagas memecahkan keheningan keduanya beberapa saat. Setelah sarapan nanti aku langsung berangkat kerja. Istirahatlah! Aku mengerti adek lelah sekali!

Bagas mengusap kening Hendra dengan penuh kasih sayang. Lalu ia membalikkan tubuh berlalu menuju keluar kamar. Langkah itu gontai seperti dibawa sejuta penderitaan. Sebuah beban penderitaan yang jarang ditemui insan sejenisnya.

2

Jam dinding di kamar berdering kencang satu kali. Hendra yang nyenyak tidur, tersentak seketika. Ia bangkit dan duduk bersila di atas ras ranjang sambil mengusap usap pahanya. Sudah siang… katanya dalam hati seraya melihat kepada pintu yang tampak masih tertutup rapat.

Hendra melamun sejenak. Pikirannya kisruh tak menentu. Penasarannya tak henti-henti menghatui jalan pemikirannya. Penasaran agar ia dapat merasakan kenikmatan sebagai seorang pemuda normal.

Tengah asyik asyiknya ia melamun, tiba-tiba pemikirannya tertuju kepada suatu peristiwa. Ia dengan kawanya secara sembunyi-sembunyi pernah nonton Blue film di rumah David. Sebuah cerita film, yang mengisahkan sepnya hati seorang pasangan yang tidak pernah mendapat perlawanan dari pacarnya. Iya pikir Hendra dalam hati Tak berbeda dengan yang aku alami ?!

Hendra mengangguk angguk. Satu-satunya jalan onani… gluuk pikirannya seraya menelan air liur menahan nafsu. Mata Hendra liar menyapu seluruh ruang kamar. Ia mencari sesuatu untuk dapat dimainkan pada lubang syurganya yang mulai terasa gatal. Tetapi tak ada satupun yang dapat dijadikannya sasaran.

Sesaat kemudian ia langsung bangkit dan turun dari ranjang. Jantungnya berdebar-debar dan melangkah mendekati pintu. Setelah berada dimuka pintu, perlahan lahan mengunci pintu itu dari dalam. Amaan! ketusnya dalam hati. Sesaat ia membalikan tubuh mendekati meja toilet. Dimuka kaca itu ia berpikir pikir sejenak Aku butuh! Tidak ada jalan lain, terkecuali

melakukannya ! Hendra memutuskan.

Perlahan-lahan ia menanggalkan piyama super sexynya. Setelah tanggal, ia tegak memandang tubuhnya yang sudah polos dari kaca. Memang

demikian adanya. Sejak ia tinggal bersama dengan Bagas, ia jarang mengenakan celana dalam. Hendra sangat menanti nanti kalau zakar Bagas suatu ketika berfungsi. Tetapi kenyataannya sampai kini tetap nihil.

Perlahan lahan telunjuk tangan kanannya, ia ulas ulas pada puting susunya yang sebelah kiri. sedangkan telapak tangan kirinya ia usapkan pada bagian permukaan lobang syurganya. Matanya terpejam. Ia menghayal seperti apa yang penah ditontonya pada kaca televisi di rumah David.

Hendra mendesis-desiskan bibir Eeesst eeessst ! matanya terpejam pejam menahan rasa birahi yang baru akan muncul itu. Itu ia lakukan beberapa saat, tetapi ia masih merasa belum puas. Maka ia berusaha memasukkan jari telunjuknya kebibir anusnya. Pada saat telunjuk itu masuk terasa olehnya cairan licin keluar dari liang syurganya. Aaakhhh desahnya menahan

nikmat.

Jari yang sudah masuk itu, ia tarik dan ia benamkan beberapa kali, sehingga lubang yang tadinya terasa kecil mulai dirasakannya melebar. Kemudian ia berusaha memasukkan dua buah jari. Dua buah jari itu ia tekan dalam dalam dan kemudian ia tarik. Itu ia lakukan berkali kali, tetapi puncak kenikmatan belum juga ia rasakan. Lalu, ia berusaha memasukkan tiga buah jarinya.

Akh agak sulit… pikirnya dalam hati. Tetapi Hendra tetap berusaha ia ingin puas, sekali kepuasan itu datangnya tanpa dari Bagas.

Ketiga jari itu ia paksakan secara pelan-pelan. Masuk sedikit lalu ditariknya kembali. Lalu ditekannya lagi sambil mengangkangkan lebar lebar kedua belah pahanya. Akhhh desisnya lirih setelah separuh ketiga jari itu mulai menyelusup kedalam lobang syurganya. Hendra masih belum juga puas. Klimaks kenikmatan belum juga ditemuinya. Ia berusaha melebarkan kedua belah pahanya lebih luas, berharap agar ketiga jari itu masuk kedalam

lobang syurganya. Tetapi belum lagi ketiga jari itu masuk keliang lobang syurganya seluruhnya, tiba tiba ia mengerayang lirih.

Aaaaaakkhhh Hendra tiba tiba tubuhnya lemas tak berdaya, keringatnya mengucur deras membasahi seluruh tubuhnya. Nafasnya terengah engah seperti orang habis berlari jauh. Ketiga jarinya yang masih terhujam dilubang syurganya, pelan pelan ia keluarkan.

Ketiga jari itu basah oleh air peju Hendra yang telah mencapai puncak orgasmusnya.

Dengan tubuh polos, sesaat ia melangkah mendekati tepian ranjang. per lahan lahan ia melepaskan tubuhnya yang terasa lemas jatuh diatas tepian ranjang itu… Pantas semua orang pada gila dengan entot mengentot ini eeh nikmaat enak… pikir hati Hendra, tetapi kemudian ia tampak lesu, sayang Bagas tidak bisa berbuat seperti laki-laki lain. Pelirnya ditimpa penyakit Flu?!

Tengah asyik asyik Hendra merenung, setelah membuat kenikmatan secara sendiri, tiba tiba pintu terdengar diketuk orang dari luar. Tok… tok…tok… !

Nyoo suara bi Murni memanggil dari luar Hari sudah siang nyo, makan siang dulu, nanti sambung tidur lagi !

Iya, bi Sebentar sambut Hendra dari dalam dan sekaligus bangkit membenahkan tubuhnya yang masih telanjang bulat. Setelah selesai membenahi tubuhnya, rambutnya ia sisir rapi, sehingga tidak ada tempat kecurigaan di mata pembantu itu.

Anak kunci diputar Hendra, lalu ia tekan gagangnya. Begitu pintu terbuka, bi Murni tegak setia menunggunya. Hendra menyunggingkan senyum kepada pembantunya.

Ya nanti saya ! kata Hendra pelan, bi Murni tersenyum melihat sikap sang sinyo yang sangat berbeda dengan sikapnya pagi tadi.

Sekarang kerjakanlah pekerjaan lain, nanti saya makan sendiri dan sekaligus saya yang membenahi piring piring kotor yang saya pakai .. kerjakanlah ! perintah Hendra. Bi Murni mengangguk Baik, nyo ujarnya seraya membalikkan tubuh menuju ke dapur.

Hari kira kira pukul sembilan malam. Suasana di rumah Bagas yang besar hening. Tak ada suara orang yang berbincang bincang. bi Murni yang selalu sibuk di rumah itu sudah tertidur lelap dikamarnya. Hendra berbaring baring di atas sofa ruang tengah. Ia asyik memutar lagu lagu Blues pada Tipe recorder yang ia letakan di sisinya. Ia benar benar tampak rilek dan tak seperti biasanya. Hampir setiap waktu seperti itu resleting celana Bagas di usiknya. Tetapi hari ini ia benar-benar acuh. Sehingga kelakuannya itu mengundang perhatian Bagas.

Aneh ?! pikir Bagas berkerut kening, Biasanya begini hari ia sudah memain mainkan kontolku? Tapi hari ini benar benar acuh. Apakah ia dinasehati orang atau menyadari kesemuanya ini ?!

Bagas manggut manggut memperhatikan ulah pasangannya yang santai di atas sofa itu. mudah mudahan ia dapat memaklumi penyakitku ini pikirnya lagi dan merasa lega didalam hati, karena melihat sikap yang santai dan acuh tak acuh itu, Bagas pelan pelan menegurnya.

Deeek

Hendra kaget dan seketika menoleh kepadanya. Ada apa ? dengan acuh tak acuh. Tetapi Bagas memberikan senyum kepadanya. Hendra juga membalas. Tetapi senyum hampa yang tak memberikan apa apa.

Abang kasihan. Setiap malam adek kurang tidur, berharap agar kita bisa bersetubuh secara normal. Tetapi keluh Bagas kontolku ini tidak pernah tegak sehingga adek menjadi merana dan kecewa karenanya. Maafkanlah abang, dek! Hendra tidak menjawab apa apa. Bahkan ia memejamkan matanya. Ia sudah seperti tak menghiraukan apa yang tadi diutarakan pacarnya.

Abang harap, adek mau menunggu kesembuhan ini suara Bagas

memelas. Hendra menghela nafas panjang.

Iya Tidurlah. Hari sudah malam. Aku sudah mengantuk. Aku sekarang menyadarinya, aku tidak akan memngusik usik pelirmu. Akan aku tunggu sampai sembuh!

Kata kata yang terdengar kasar itu, membelah perasaan beku Bagas. Mencair dan membuatnya agak merasa lega. Perlahan lahan ia melangkah mendekati Hendra. Kemudian ia merebahkan tubuhnya disisi sang pasangannya itu. Sebaiknya abang tidur di kamar saja bantah Hendra seraya menekan sikutnya kedada kiri Bagas. Hati Bagas kecut seketika.Keningnya berkerut.

Adek mengusir ?!

Nggak! Hendra membalikkan tubuh dan memandang pacarnya, Apa artinya kita tidur berdua, kalau tidak bisa main di atas ranjang ? Percuma kan?! Lebih baik kau tidur di kamar dan aku biarlah di sini. Aku tidak terganggu abang dan abangpun tentunya dengan bebas dapat tidur dengan nyenyak ?!

Bagas kembali tersudut. Dadanya terasa sesak. Kata kata Hendra pedas dan terasa merobek hatinya. Namun demikian ia intropeksi diri. Bagas menyadari semua itu adalah hatinya. Namun demikian ian intropeksi diri. Bagas menyadari semua itu adalah datangnya dari dirinya. Sehingga ia hanya dapat menghela nafas panjang dan menekan perasaan pada ketika itu.

Yaah keluhnya seraya bangkit dan menelentangkan kedua belah telapak tangan, Kalau adek tidak mau ditemani apa boleh buat… Hendra tidakberkata apa apa, ia hening seribu bahasa. Bahkan setelah itu, ia memeluk bantal yang kebetulan ada tergeletak disisinya. Melihat perilaku Hendra yang demikian, akhirnya Bagas dengan langkah langkah berat

meninggalkan pasangannya yang tampak beku itu, menuju kedalam

kamarnya.

3

Ndraaa!! tiba-tiba terdengar suara seorang lelaki memanggilnya. Hendra

tengah asyik melihat lihat pakaian yang tergantung di toko dalam ruangan sebuah super market. Mendengar suara itu, mata Hendra liar mencari. Sesaat daranya tersirap. Dilihatnya seorang lelaki tampan yang pernah dikenalnya menghampirinya. Kalau tidak salah Fahcdat ? katanya dalam hati Cuih gantengnya ? desisnya pelan tanpa disadarinya.

Sedang apa kamu di sini …? tanya lelaki itu setelah mendekati Hendra. Hendra menyunggingkan sebuah senyuman kepada Fachdat. Ia tidak langsung menjawab. Dan lelaki itu membalas juga sehingga keduanya saling memberikan senyuman.

Aku iseng cuma melihat lihat pakaian. Kalau kalau ada yang senang disini rupanya tidak ada yang cocok dengan seleraku. Dan kamu disini sedang apa ? kata Hendra berbalik bertanya. Lelaki itu tersenyum dan menghela nafas panjang.

Kebetulan Ndra! ujarnya terpotong.

Kebetulan apa ? Hendra kian penasaran.

Aku mendapat kepercayaan menjadi pemimpin di super market ini… lelaki itu merendah. Alangkah terkejutnya hati Hendra, Pimpinan ? pikirnya dalam hati.

Kamu ini sedari dahulu senangnya bicara merendah diri melulu ! ketus Hendra mencibir dan mencubit lengan lelaki itu.

Loh, apa aku salah? Di percayakan dengan milik sendiri kan lain, Ndra!

Yah terserah kamu lah potong kemudian, Sudah punya putra berapa sekarang? sambungnya. Fachdat, lelaki yang bertubuh tegap, ganteng, berkulit hitam itu tersenyum dan menundukan kepala. Ia tampak menghela

nafas panjang.

Kamu sudah pernah dengar aku nikah enggak siih?

Tidak ! Entahlah, aku enggak tahu kok Hendra menggeleng gelengkan kepala. Fachdat menyulut sebatang rokok. Sambil menghembuskan asap itu jauh jauh kemuka ia berceloteh.

Semenjak aku dikecewakan, aku tidak pernah mau membayangkan kawin

ataupun pacaran. Aku ingin hidup sendiri, aku tidak mau diganggu lagi. Apa lagi tentang kawin dan punya anak sungguh jauh semua itu di benakku, Ndra!

Akh tidak mungkin! bantah Hendra, Sebagai seorang lelaki normal, tentunya kamu pasti punya rasa cinta dan birahi, tidak mungkin kalau tidak kamu lakukan semua itu…!

Yaah,, itu terserah kamu… kamu punya hak untuk menebak kok! Benaratau tidaknya adanya ditanganku!

Hendra tersenyum, Fachdat pun tersenyum. Tanpa mereka rasakan sesuatu telah mulai meruak sesuatu perasaan. Perasaan masing masing merasa simpati.

Oh, iya kata Fachdat kembali, ngomong-ngomong kamu ini sendirian…?

Iya! Aku sendirian. Pusing dirumah ada ada saja problem yang harus aku pikirkan

Sudah menikah…?

Baru saja tiga bulan kami melalui hari perkawinan kami! ujar Hendra berbohong. Ia tidak mau Fachdat tahu kalau ia pencinta sesama jenis yang tinggal dengan pacarnya yang impoten.

Fachdat mengisap rokoknya. Enak ya jadi pengantin baru sejuta kenikmatan pasti diraihnya… lalu ia menghembuskan asap rokoknya jauh jauh kemuka.

Mendengar ucapan yang demikian hati Hendra menjadi kecut. Jantungnya berdegup. Seolah mata hati lelaki yang ada dihadapannya itu dapat menerka peristiwa dirinya. Dia seperti mengejek ? bisiknya dalam hati.

Enak apanya? kening Hendra mengernyit.

Alaah, pura-pura. Aku cuma dengar kok, orang jadi pengantin baru itu paling menyenangkan. Saling mengisi kebutuhan lahir dan bathin tentunya!

Akhh, sudahlah jangan bicara soal itu, disini kan pasar, malu terdengar orang. Ngomong ngomong kamu sekarang tinggal dimana Fach? ujar Hendra kemudian berbalik bertanya.

Oh, iya! Fachdat tergesah gesah merogoh saku bajunya, ini alamat rumahku dari saku bajunya ia mengeluarkan selembar kartu nama, Sempatkan doong kerumahku sekali sekali !

Pasti aku datang, tetapi tidak bisa aku pastikan waktunya !

Oke deh aku tunggu. Kebetulan aku harus segera masuk keruang kerjaku. Kita berpisah sampai disini dulu, marii ujar Fachdat seraya melambaikan tangan berlalu meninggalkan Hendra yang masih tegak terpaku memegang

kartu nama.

Semenjak pertemuannya siang itu dengan Fachdat, hati Hendra mulai diombang ambingkan perasaan. Hampir setiap malam ia terbayang lelaki ganteng keturunan Arab yang bercambang, berkumis tipis dan berkaca mata hitam itu.

Bagas mulai tersingkir dihatinya. Tetapi Hendra tidak bisa berbuat sesuatu atas dirinya. Ia hanya seorang pemuda berhati wanita dan tak bisa berbuat banyak sehingga ia hanya bisa bertahan dengan Bagas, bicara rumah, bicara makan bicara tetek bengek yang menjemukannya belaka.

Kata orang banyak, biasanya zakar orang-orang Arab panjang dan besar? Apakah itu benar? Kalau begitu, kontol Fahdat pasti panjang dan besar ? pikir Hendra pada suatu ketika. Wah seandainya bisa bersenggama dengan dia, pasti aku bahagia! Pasti kontolnya hitam dan berbulu lebat. Urat batangnya pasti besar-besar aakh, aku ngelantur

Kemudian Hendra cepat-cepat mengenyahkan pikiran itu, ia cepat cepat berolah raga semata mata untuk menghindari perasaan perasaan semacam itu.

Tepat pukul tiga malam. Hendra terjaga dari tidurnya. Ia bangkit dan berlalu mendekati meja. Ia meneguk beberapa kali susu yang disediakan bi Murni dimeja itu. Kemudian ia kembali mendekati tempat tidurnya, tetapi ia tidak langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang, melainkan ia

memandang Bagas yang tertidur dengan pulasnya. Kasihan bisik hatinya merasa terharu atas penderitaan yang dirasakan pacarnya itu.

Sesaat kemudian, Hendra merasa hendak buang air kecil. Dengan langkah langkah gontai, ia berlalu menuju kekamar mandi. Memang tidak sulit baginya, ia membuang air seninya itu dengan cara hanya menyingkap baju tidurnya. Dan kemudian terdengar suit yang mendesis.

Tetapi apa yang dirasakan Hendra pada ketika membasuh tititnya. Lobang syurganya terasa menggelitik empot-empotan. Birahinya tiba tiba muncul dan membuat ia salah tingkah. Akh Aku ngaceng lagi! keluhnya sendirian.

Tengah asyik asyiknya ia sendirian dikamar mandi itu, tiba tiba terdengar suara gesekan sandal yang membentur ubin. Bi Murni sudah bangun ? pikirnya kaget. Karena terdengar bunyi suara kasak kusuk yang kebetulan bi Murni yang sebenarnya berada di luar kamar mandi segera saja ia mengetuk pintu. Tok…tok…tok ketuknya tiga kali, Tuan apa sinyo didalam… kata bi Murni kemudian.

Untung sudah selesai kalau tidak tentunya akh bisa dibayangkan sepaningnya aku nanti bisik hatinya merasa lega.

Saya bi! Lagi buang air kata Hendra agak kencang menjawab

pertanyaan sang pembantu.

Setelah mendengar jawaban itu, bi Murni tidak lagi bertanya, ia langsung saja mengerjakan pekerjaan lain.

Kini Hendra sudah merapikan tubuhnya dan keluar dari kamar mandi. Ia kosentrasi sejenak, menghilangkan kekakuan kekakuan yang ada padanya agar tidak mengundang perhatian bi Murni atau pun Bagas. Lalu dengan tubuh yang masih terasa agak lemas ia kembali kedalam kamar. Begitu ia tiba di muka pintu, dilihatnya Bagas sudah membuka matanya.

Kamu buang air lama betul… tegur Bagas.

Biasa lah, Bang, perawatan kulit sahut Hendra tenang.

Sesaat Hendra menghempaskan tubuhnya disisi Bagas. Bagas

Menyambutnya dengan tangan kiri tertelentang. Sehingga kepala Hendra adanya di lengan kiri Bagas. Pelan pelan Bagas membelai rambut Hendra dengan penuh kasih sayang. Hendra hanya diam, Air matanya tak terasa telah mengembang di pelupuk matanya. Hatinya tersentuh dengan sikap Bagas yang demikian. Sekalipun kata kata kasar dan menyakitkan hati,

Bagas tak pernah merah apa lagi membentak. Itu semua karena Bagas sendiri menyadari akan kekurangan itu. Tepat pukul empat lewat lima menit, Hendra baru selesai mandi. Bi Murni menghidangkan segelas air susu hangat untuk Hendra di atas meja makan.

Jadi sinyo ke pasar sebentar lagi … tegur bi Murni, mengangguk tanpa jawaban dan kemudian berlalu ke dalam kamar. Bi Murni kembali menuju ke dapur dan meneruskan pekerjaannya, memeriksa pakaian yang tinggal beberapa helai lagi.

Aku lama lama menjadi penasaran. Benarkah Fachdat masih bujangan ? Tapi dia ganteng, tampaknya pelirnya sehat tidak seperti Bagas yang berpenyakitan. Tapi aku kasihan pada Bagas dia sangat mencintai aku? Bagaimana sebaiknya? kasak kusuk hati Hendra bertanya tanya. Ia tegak berdandan dimuka kaca toilet. Ia mengenakan bedak dan lip gloss bersemu merah muda. Rambutnya yang agak panjang dilepaskan bergerai

kebawah. Di menjelang petang itu ia mengenakan celana pendek sexy berwarna putih dan dihiasi atasan berwarna biru muda. Hatinya terasa berdebar debar ketika itu. Berdebar debar yang berhasrat ingin menjumpai Fachdat dirumahnya. Dan berdebar debar apakah niatnya itu niat yangtidak baik? Dan apakah ia bukan seorang penyeleweng, penipu atau berpikiran picik?

Tidak! bantahnya dalam hati. Keharusan yang mutlak harus di temuinya, ia merasa harus bisa merasakan kenikmatan yang sesungguhnya dari seorang lelaki. Begitulah tekad Hendra mengambil keputusan.

Biii kata Hendra pada saat selesai dandan dan berdiri dimuka pintu kamar. Bi Murni yang baru selesai mestriska bergegas menghampiri.

Ada apa, Nya ?

Aku mau ke pasar! jaga rumah baik, kalau aku terlambat pulang mungkin aku nanti kerumah temanku, katakan saja ke rumah David pada tuan

Iya, iya, nya. Baik bi Murni mengangguk-angguk. Hendra melangkah menuju ke luar rumah. Sebentar kemudian terdengar suara starter mobil. Dari garansi rumah di sebelah kanan. Hendra meninggalkan rumah dengan mobil Honda Accordnya.

Selama didalam perjalanan, pikirannya tak henti henti bertanya. Karena dibalik itu Hendra masih mempunyai perasaan cemas, takut kalau kalau khayalannya hanya merupakan bertepuk sebelah tangan. Ia takut kalau kalau Fachdat sudah berpasangan atau sekurang kurangnya sudah memiliki pacar. Dan apakah mungkin semua ini bisa terjadi, seandainya Fachdat betul betul belum dimiliki siapa siapa. Lagipula, apakah mungkin Fachdat menyukai lelaki dan perempuan sekaligus?

Bisa semua ini terjadi ? dan mungkinkah Fachdat akan memberikan kepuasan seperti apa yang ada yang da didalam khayalanku ? begitulah tanya jawab di dalam hati Hendra pada ketika itu. Accord semakin dipercepat jalannya, sebentar sebentar membelok kekanan dan kekiri dan lurus. Mata Hendra liar memperhatikan kendaraan kendaraan yang datang dari haluan muka. Sehingga dalam beberapa menit saja, Hendra sudah dirumah Fachdat.

Benar inilah nomor rumahnya celoteh Hendra pelan seraya mencocokan nomor rumah den gan nomor yang ada dikartu nama yang diberikan Fachdat, sesaat ia menekan klakson mobilnya Diiinnn ! Seorang lelaki tua setengah berlari menuju ke pintu halaman. Baru saja bapak tua itu hendak membukakan pintu halaman, Hendra setengah berteriak Di sini rumah tuan Fachdat, pak .?!

Betuul. Betul !! Tuan sahut bapak tua itu dan langsung membukakan pintu yang tak terkunci itu. Pintu terbuka, Hendra langsung memasukkan kendaraannya kedalam halaman rumah.

Rumahnya tampaknya sepi sepi bisik Hendra lagi.

Sesaat ia mematikan mesin mobilnya. Setelah mati, ia langsung keluar kendaraannya dan mendekati bapak tua yang kebetulan masih tegak menunggunya.

Tuan Fachdat apa ada, pak…? tanya Hendra kemudian. Bapak tua itu lebih mendekat.

Belum pulang, tuan. Biasanya sebentar lagi dia pulang. Tunggu saja didalam. Paling paling beberapa menit lagi dia juga datang. Marii silahkan masuk! bapak tua itu menelentangkan telapak tangan, menyilahkan agar Hendra segera masuk ke dalam rumah.

Tiba didalam, Hendra menjatuhkan pinggul di atas sofa ruang tamu, yang sebelumnya sudah dipersilahkan bapak tadi. Sejenak ia termangu mangu memperhatikan isi rumah yang serba srtistik dan menarik milik Fachdat. Karena tataan anggun dan apiknya barang barang yang disusun dirumah itu, terbesitlah hati Hendra untuk bertanya pada bapak tua, yang barusan telah terlanjur masuk kedalam rumah.

Sebaliknya aku tanya kepada bapak itu lebih bisiknya dalam hati. Tengah asyiknya ia termenung, si bapak tua itu muncul sambil membawa segelas susu hangat. Orang tua itu tampak berhati hati tatkala ia meletakan hidangan kemuka meja Hendra.

Silahkan minum, nona katanya kemudian dan menyilahkan. Terima kasih, pak! sahut Hendra agak mengangkat bahunya dari sandaran sofa. Eee…pak… sambunganya pada ketika si Bapak tua itu hendak membalikan tubuh.

Aa ada aapa, tuan ? kata bapak tua itu membalikan tubuh.

Pasangan tuan Fachdat mana? sedang tidur?

Hendra agak gugup, dan memperhatikan kepura puraannya. Seketika saja bapak itu terkekeh kekeh kecil.

Mana dia punya pasangan, tuan. Pacaran saja dia tidak mau. Tau deeh bapak juga heran kenapa tahu tahu dia jadi begini. Padahal ia sudah cukup

umur! Hendra menghela nafas Kalau begitu benar Fachdat jujur kepadaku pikirnya dalam hati.

Sampai detik ini dia benar belum berpasangan benar belum kawin…?

Hendra lebih tandas dan serius menatap orang tua itu.

Iya!, dia benar benar tidak mau kawin !!

Ooh…begitu Hendra manggut manggut dan seperti berpikir pikir

Sambil menunggu nak Fachdat, silahkan tuan minum hidangan ini kata bapak itu kemudia seraya menelentangkan telapak tangan, Saya ingin mengisi air dulu mari

Silahkan silahkan, paak! Hendra mengangguk angguk.

Sepuluh menit sudah Hendra duduk menanti kedatangan Fachdat. Hatinya tak henti henti bertanya. Menduga duga dan berpikir dalam. Namun demikian, hatinya tak pernah surut untuk dapat apa yang dikhayalkannya kepada Fachdat. Ia bertekad untuk dapat memenuhi ransangan birahinya melalui kontol Fachdat. Kontol seorang lelaki Palembang yang berdarahkan

Arab itu.

Bagaimana Hendra tidak mempunyai pikiran seperti itu. Bagaimana ia tidak akan tertarik. Dia lebih ganteng dari Bagas. Dia lebih gagah, memiliki kumis tipis dan bercambang di dagunya, apa lagi didadanya. Yang kesemuanya itu kian membuat Hendra penasaran jadinya.

Tengah asyik asyiknya ia melamun, tiba tiba di luar terdengar suara deru sebuah mobil yang masuk kedalam pekarangan rumah itu. Hendra langsung melemparkan pandangan kearah datangnya suara mobil itu. mungkin ini dia bisik Hendra dalam hati dan seketika itu pula jantungnya terasa berdegup degup.

Mudah mudahan kehadiranku ini tidak mendapat kekecewaan

Hai rupanya kamu serius…tegur Fachdat pada ketika ia tiba dimuka pintu dan melihat Hendra sudah duduk santai di atas sofa- Sudah lama ? ulangnya seraya melangkah dan mendekati. Hendra memberikan senyum, dibalik degup degup jantung yang tak henti henti.

Serius doong! kira kira seperempat jam. Sendirian ?

Ya, sama siapa lagi? aku cuma sendiri kok..! Fachdat menjatuhkan pinggul pada kursi yang berhadap hadapan dengan Hendra- kamu sendirian…?

Sama seperti kamu !

Ajak doong istri kamu. Kenalkan kek dengan aku…!

Hendra menghela nafas panjang. Muka langsung menciut. Melihat sikap Hendra yang demikian hati Fachdat menjadi tertarik. Seketika ia mengernyitkan alis mata.

Kok kamu muram, Ndra…? ujar bertanya dengan sikap keheranan.

Aku mau mengakui sesuatu, Fachdat. sahut Hendra, Aku sebenernya belum menikah. Waktu aku bilang aku baru menikah, sebenernya maksudku, aku baru tinggal Bersama pasanganku.

Lho, bagus dong, ngga banyak bedanya toh? Menikah, kumpul kebo. Tidak aneh di Jakarta. Kata Fachdat.

Tapi pasanganku juga sesama lelaki. Bisik Hendra ragu. Ia tak yakin bagaimana reaksi Fachdat pada hal-hal seperti ini.

Tiba-tiba Fachdat tertawa keras. Hahahahahaha, aku sudah menduga kok. Dari sejak kita kenal pertama kali juga rasanya aku sudah hampir yakin kamu gay.

Kamu ngga keberatan? tanya Hendra.

Ngga lah. Jakarta lho! Bukan pertama kalinya aku dengar. Ujar Fachdat membuat Hendra lega.

Tapi pacarku tidak bisa ikut kesini karena kebetulan ia mendapat tugas selama tiga bulan ke Belanda Hendra berdusta.

Aduuuh….kasihan betul, baru saja tinggal bareng tiba tiba ditinggal selama tiga bulan. Tentunya kamu kesepian doong…celoteh Fachdat tanpa disadarinya, Kalau begitu selama ia tidak ada aku yang gantiin deeh

Jantung Hendra serasa hendak terhenti seketika. Ucapan Fachdat mengangkat semangat kecewanya. Hampir saja Hendra berteriak mengatakan Ia. Tetapi untung ia cepat intropeksi diri, ia cepat mengalihkan kosentrasinya. Ia hanya memberikan senyum senyum yang mengatakan Iya!

Sesaat keduanya hening. Keduanya membungkam memandang

kepermukaan meja. Satu sama lain saling menimbang nimbang.

Aku akan berrterus terang padamu, Fach.. tiba tiba suara Hendra pelan. Fachdat mengangkat muka dan dipandangnya wajah Hendra yang tampak merah padam. Aku butuh bantuan kamu…

Butuh bantuan…? Fachdat mengernyitkan alis mata, dilihatnya tersentil

juga. Ia mengerti. Ia faham. Ia dapat menerka apa yang tengah dihadapi Hendra dikala itu.

Iya ! suara Hendra tandas. Aku memerlukan kamu…!

Soal apa? Uang…? Fachdat pura pura.

Bukan! Aku butuh kehangatan seorang lelaki….

Seeerr….darah Fachdat langsung tersirat mengalir keseluruh tubuhnya. ia menghela nafas panjang dan memperhatikan wajah Hendra yang tampak merah padam.

Memang inilah yanng ku tunggu tunggu. Semenjak aku ketemu dengan Hendra dulu sebenarnya aku juga sudah ngaceng. Tetapi, Kamu belum tahu besarnya kemaluan aku ini bisik hati Fachdat

Bisakah Fach…? ulang Hendra lembut tanpa malu malu. Fachdat tidak langsung menjawab, ia melemparkan pandangan menelusuri sekilas tubuh mungil dan mulus Hendra yang hanya terbalut celana pendek sexy dan tank top.

Bagaimana nantinya perasaan pacar kamu, seandainya ia tahu kamu telah berbuat serong ?

Itu urusanku. Dia pasti memaklumi semuanya ini…. sebenarnya pacarku mempunyai penyakit impotensi, fach…

Haah… mata Fachdat mendadak melotot Jadi…jadi… selama ini kamu

merana tidak pernah mendapat kepuasan dari dia …?

Ya, begitulah! Maka itulah aku sengaja datang ke sini, aku harap kamu bisa menolong kegelisahan ku ini …

Fachdat manggut manggut. Ia tersenyum dalam hati. Kamu belum tahu siapa aku sebenarnya, Ndra! Aku sebenarnya adalah lelaki play boy, yang suka ngewe dan kontolku besar, apakah kamu sanggup, Ndra?

Kita tidak bisa main diluar seperti ini, Ndra, sebaiknya kita masuk kedalam kamar ayo ujarnya kemudian seraya menarik lengan Hendra. Hendra langsung tak sadar. Ia tidak ragu ragu dan langsung bangkit dari tempat duduknya.

Bagaimana dengan bapak tadi, kalau ketahuan apa tidak apa apa…? Fachdat tersenyum.

Sebenarnya aku sudah biasa membawa perempuan keruma ini. Beliau sudah biasa dan sudah mengerti dengan kehidupanku. Apalagi sekarang aku masuk kekamar dengan seorang pemuda, dia justru ngga akan curiga hahahaha

Jadi….jadi…?! ketus Hendra gagap dan langsung disela Fachdat. Aku ini sebenarnya lelaki pemuas nafsu, dari itulah, selain aku merasa kecewa karena disakiti dan juga ada kepuasan tersendiri dalam hidupku, sekalipun aku tidak pernah memiliki pasangan atau pacar.

Pada umumnya perempuan-perempuan yang haus itu yang membayarku uang ! Kadang aku juga main dengan lelaki berduit.

Tiba didalam kamar, Fachdat langsung membuka baju, jantung Hendra berdegup, dilihatnya bulu dada lelaki itu tebal dan langsung membangkitkan nafsu birahi.

Hendra menceguk air liur, nafsu melihat tubuh yang tinggi besar dan berbulu didada itu. Lalu Hendra mengalihkan pandangannya. Ia langsung memandang pada bagian selangkangan lelaki itu. Kembali ia meneguk air liurnya. Diselangkangan lelaki itu membenjol, menggunung seperti seekor kucing tidur dibalik reslitingnya.

Ayo….mari….sudah siap…?! tegur Fachdat tersenyum melihat dan memberikan kode untuk segera berlalu menuju ke atas dipan yang ada disampingnya.

Hendra menarik nafas. Hatinya merasa lega. Kedatangannya itu tidaklah bertepuk sebelah tangan. Melainkan, mendapat sambutan dan sebenarnya inilah yang dikehendakinya.

Sesaat Hendra melangkah mendekati dipan yang disuruh Fachdat tadi. Jantungnya semakin berdegup degup dan bergemetaran. Begitu tiba di tepian dipan, lalu pelan pelan ia menjatuhkan tubuhnya.

Agak ketengah…. bisik Fachdat pelan. Hendra mengikuti, ia

membaringkan tubuhnya lebih ketengah ranjang. Pelan pelam Fachdat menjatuhkan tubuhnya pula diatas dipan menjejeri tubuh Hendra yang sudah terbaring siap itu.

Kau ingin puas…? tanya Fachdat sesaatt. Hendra tidak menjawab. Ia hanya mengangguk. Dibalik itu jantungnya tak henti henti berdebar, cemas, takut tetapi ia sangat membutuhkan.

Buka ruesliting celanaku ini dulu Pelan pelan Hendra bangkit dan menggeser tubuhnya, beringsut dan kemudian membuka ruesliting celana

lelaki itu. Terasa olehnya dibalik celana dalam lelaki itu sebuah benda besar dan lembut.

Untuk lebih puasnya kamu, sebaiknya kau tanggalkan dahulu seluruh celana yang melekat ditubuhku ini. Lalu, kamu tanggalkan pula seluruh pakaianmu. Nanti, kamu aku ajari supaya kamu mendapat kepuasan ! perintah Fachdat pelan.

Dengan degup degup jantung yang tak henti henti, Hendra mengikuti perintah Fachdat. Pelan pelan ia menanggalkan celana panjang yang masih melekat, lalu celana dalam Fachdat yang berwarna merah itu di perosotkannya kebawah. Dibukanya, sehingga batang kontol Fachdat yang hitam dan berurat urat besar itu tampak secara jelas oleh Hendra. Batang kontol itu terkulai belum berdiri, mata Hendra memblalak Belum berdiri saja sudah sebesar ini, bagaimana kalau sampai tegak…? pikirnya disertai nafas yang mulai memburu.

Berapa panjang batang zakarmu ini, Fach…? tanya Hendra dengan gemuruh birahi yang mulai bangkit. Ukuran sedang, Ndra, cuma dua puluh empat sentimeter.

Besarnya, bergaris tengah kira kira sepuluh sentimeter, itu sudah diukur oleh seorang produser film porno sahut Fachdat tenang acuh tak acuh.

Jadi kamu pernah menjadi tokoh di film film porno itu….? Hendra agak kaget dan berkerut kening memandang Fachdat yang masih santai.

Ya, beberapa kali…!

Hendra menghela nafas panjang. Untung aku nekad akhirnya aku temukan apa yang tengah ku cari…

Hendra tidak langsung memainkan pelir Fachdat yang masih terkulai itu, melainkan ia mendekap dada Fachdat yang masih santai tidur tertelentang. Ia menggosok gosokan dadanya diatas dada lelaki yang berbulu lebat itu. Akhhh desisnya perlahan. Fachdat hanya tersenyum melihat ulah Hendra yang demikian. Tanggalkan dulu pakaian kamu…. ujar kemudian. Hendra yang tampak sudah tak tahan, langsung bangkit bersimpuh melepaskan celana mininya. Setelah itu ia tanggalkan tanktopnya, sehingga yang tinggal hanya celana dalam g string. Tetapi Fachdat tampaknya sudah tak sabar, seketika saja ia melorotkan celana Hendra yang masih tertempel tampaknya sudah tak sabar, seketika saja ia melorotkan celana Hendra yang masih tertempel di tubuhnya itu.

Kamu tidak punya jembut….masih tipis sekali…. katanya seraya mengulas ulas permukaan kelamin Hendra dengan telapak tangan. Karena ulasan tangan yang sudah terbiasa tak ayal membuat Hendra terpejam dibuatnya. Akhhh….eeessst….

Fachdat mengambil tangan Hendra, lalu tangan itu di sorongkannya kebatang pelir yang masih terkulai dan terjulai sampai ke alas kasur. Karena sorongan itu, Hendra membuka matanya. Dilihatnya pelir itumulai bergerak.

Batang pelir itu mulai bergoyah, tetapi Hendra masih bingung apa yang harus ia kerjakan ketika itu, ia masih kurang mengerti. Sedangkan air bening di tititnya sudah terasa mulai membasahi.

Isaap….perintah Fachdat pelan. Diantara nafas yang sudah memburu, pelan pelan Hendra menjatuhkan kepalanya di ujung kontol Arab yang besar dan panjang itu. Hendra membuka mulut selebar lebarnya, ia berusaha memasukkan kepala pelir itu kemulutnya. Hauf! suara mulut Hendra ditutupi kontol hitam itu, kepala kontol itu ditekan Fachdat tetapi masuk hanya seperlunya, mulut Hendra tidak muat dimasuki batang pelir sepanjang itu. Hendra terus menghisap dan menjilat kepala pelir Fachdat. Ditekannya ke dalam sampai membentur kerongkongannya, lalu ditariknya kembali, ditekannya dan ditariknya kembali. Sedangkan Fachdat dengan relak memuntir muntir puting payudara Hendra, keduanya bekerja dengan santai. Relak dan tidak tergesa gesa.

Jika kamu ingin benar benar puas, sebaiknya kita santai dengan cara seperti ini dahulu… celoteh Fachdat dan tak henti henti memilas milas puting payudara Hendra. Hendra tidak menjawab. Mulutnya tersumpal oleh kepala pelir yang tak henti henti mengosok kerongkongan Hendra.

Nafas Hendra tersengal sengal. Nafsunya mulai memburu. Kepala pelir

Fachdat dihisapnya kencang, sedang ketika itu air beningnya sendiri terasa mengucur kian membasahi seprai.

Sambil mengulum kontol, sesekali Hendra mengulas ulas buah zakar itu. Biji yang besarnya tidak kurang dua genggam barang. Terkadang sempat pula dilakukan Hendra mengulas ulas bulu bulu jembut yang ada disekitar kontol hitam itu.

Semua yang dilakukan Hendra semata mata kian membuat puncak

nikmatnya. Birahinya memuncak sedikit demi sedikit, sedangkan itu, ia sendiri tidak menghiraukan tubuhnya yang mulai dibasahi oleh keringat yang mulai mengucur. Desah birahinya memburu kencang, Haahhrr…. hhaauuup… haaauuuff… suara Hendra sambil mengisap isap kepala kontol Fachdat.

Fachdat agak membangkitkan tubuhnya. Dengan posisi duduk

mengangkang, Fachdat membiarkan pelirnya yang masih dihisapnya

Hendra. Pelan pelan jarinya yang agak kasar dan ada bulunya itu, ia coba masukkan kelubang syurga Hendra. Akhhhhh Hendra mengerang kencang.

kenapa…? Fachdat berkerut kening. Hendra langsung mencabut kepala pelir yang masih tersumpal dimulutnya.

Aku sudah keluar…Fach…. ujarnya tersengal sengal.

Keluar…?! Fachdat mengernyitkan alis mata, rupanya kamu belum

biasa…!

Iya! Aku memang baru kali ini, sebelumnya aku tidak pernah….

Sekarang lepaskan orgasmu dahulu. Nanti beberapa saat lagi, setelah kelesuhan syarafmu normal, kita main lagi, berbaringlah dahulu, aku mau membasuh pelirku dahulu dan mungkin mau sekalian mandi. Kau tunggu di sini….oke…?!

Oke. Baiklah, aku lemas sekali

Hendra memberikan senyum, Fachdat tersenyum, kemudian lelaki berkulit hitam itu berlalu mendekati hamparan kain yang ada didalam kamarnya. Dari hamparan itu ia mengambil handuk. Dan dengan ditutupi handuk, iapun berlalu meninggalkan Hendra yang masih terbaring menikmati pantai Syurga yang baru dilakuinya.

Selesai mandi, Fachdat kembali kekamar dengan hanya mengenakan tubuh yang ditutupi handuk, dilihatnya Hendra tertidur. Lelaki itu tersenyum kecil dan menggeleng gelengkan kepala.

Sesaat Fachdat menyulut sebatang rokok lagi. Sambil santai dan menunggu Hendra terjaga dari tidurnya, dia duduk pada kursi di depan lemari. Asap rokok dihisapnya dalam dalam, kemudian ia hembuskan jauh jauh kemuka.

Lubangnya masih kecil, ketat, masih sedang mengenakan… pikir Fachdat ketika itu. Ia sendiri sebenarnya sudah tak sabar. Kontol yang berada diselangkangan di balik handuk sudah turun naik, ingin segera menembak musuh.

Habis sebatang rokok, dilihatnya Hendra masih terkulai tidur. Pelan pelan ia

mendekati ranjang. Begitu tepat ditepi ranjang, pelan pelan ia menanggalkan Handuk yang masih menutupi tubuhnya. Handuk itu ia biarkan jatuh keatas lantai. Kontol yang mulai ngaceng itu bergoyah goyah

pada ketika ia bergerak. Ia melumuri zakar perkasa itu dengan minyak pelicin.

Pelan pelan ia menengkurap mendekati paha Hendra yang tertidur dengan tubuh polos. Jarinya pelan pelan membuka mulut lubang lobang syurga Hendra. Karena rasa sentuhan tangan yang tiba dimemeknya, seketika Hendra terjaga dan membuka matanya.

Kamu masih ngantuk….? tanya Fachdat sesaat. Belum sempat Hendra menjawab pertanyaan itu, tiba tiba matanya tertutup pada benda yang tergantung diselangkangan lelaki itu. Waah besaaaarnya bisik Hendra dalam hati. Seraya saja nafsu birahinya timbul kembali.

Tidak! sahutnya kemudian.

Kalau tidak, coba lebarkan pahamu kata Fachdat. Hendra langsung menguakan kedua belah pahanya sampai lebar. Jari telunjuk dan jari jempol Fachdat masuk menerobos kelubang syurga Hendra, setelah sampai di ujungnya. Kedua jari itu dikuakan lebar lebar, sehingga seluruh dinding dinding lobang syurga Hendra tampak jelas. Warna kemerah merahan. Tak ayal juga membuat darah Fachdat mengalir deras diseluruh tubuhnya, apalagi lubang itu tampak licin oleh cairan yang masih mengembang, Kian bertambahlah nafsu setan Fachdat.

Yang ada hanyalah semangat yang berkobar kobar untuk memasukkan penisnya kedalam lubang syurga Hendra.

Fachdat semakin buas. Ia tidak hanya menjilat titit imut Hendra, melainkan lubang dubur Hendra pun disapunya dengan ujung lidahnya. Sehingga seluruh selangkangan Hendra terasa basah oleh air liur lelaki yang berdarahkan Arab itu.

Sesaat Fachdat menghentikan permainannya. Kontolnya yang sudah berdiri kencang, yang besarnya tak kurang dari sebuah botol bir, ia putar putarkan kebuah dada Hendra. Hendra mengerang ngerang Auuuff….auuuuff kontol yang besar itu digenggamnya dan kemudian dihisapnya kembali.

Nafas Fachdat terdengar memburu. Meraung seperti seekor singa yang tengah menemukan mangsanya.

Fachdat menarik kontolnya yang masih dihisap Hendra, kontol yang sudah licin dan basah karena air ludah Hendra, kemudian ia sorongkan kedada Hendra kembali, kemudian payudara Hendra direjangnya. Di tariknya dan di puntir puntirnya sampai agak memanjang. Hendra kian menggeliat geliat. Hendra kian lupa akan diri, yang ia ingat ketika itu hanyalah seonggok nafsu yang tak ada kesudahannya.

Tidur! terlentang dan buka pahamu lebar lebar….! perintah Fachdat lagi. Hendra mengikuti, sekalipun matanya tetap terpejam, pelan pelan Fachdat

menjatuhkan tubuhnya di atas dada Hendra seraya menyorongkan kepala pelirnya kepermukaan memek pemuda berparas wanita itu.

Masssuuukaaan…. suara Hendra lirih membangkitkan birahinya.

Ia! ingin aku masukan…. sahut Fachdat dengan suara bergetar akibat sudah tak tahan. Perlahan lahan Fachdat menekan pinggul yang sudah berhadap hadapan dengan pinggul Hendra. pelan pelan, Hendra membantu, ia membuka bibir memeknya hingga menjadi lebar. Setelah dirasakannya pas, maka kemudian ditekan Fachdat.

Blleeeeeeeeesssssss

Akhhhhhhhhhhhhhhh desah Hendra panjang. Air syurganya benar benar telah menyirami birahinya. Air yang membuat ia lupa akan segala

galanya.

Kontol yang besar, sebesar botol bir perlahan lahan menyelinap masuk mengikuti tusukan yang ditekan melalui pinggulnya. Sambil meremas remas payudara Hendra Fachdat menekan nekan pinggulnya, berharap agar pelir yang besar itu dapat lebih masuk kedalam. Sedangkan dibalik nafas yang tersengal sengal, pelan pelan kedua belah telapak tangan Hendra mengulas ulas buah zakar Fachdat yang tergantung dan bergoyah goyah.

Aauuufff aauuuuufffff aauuufffhhh sseee. Desis Hendra menahan nikmat.

Haaarrirrirrirri…. suara Fachdat yang tak berbeda apa yang dialami Hendra. Sama sama menikmati rasa. Rasa kenikmatan birahi yang tak ada

kesudahannya.

Kontol yang besar panjang itu membentur pangkal lobang syurga, itu terasa sekali oleh keduanya. Fachdat tidak menekan lebih dalam lagi. Ia tarik pelan pelan lalu, ia masukan kembali, ditekannya dan di tariknya. Ditekan dan ditariknya berkali kali. Semula perlahan lahan. Kemudian agak cepat dan kemudian cepat sekali, sehingga Hendra menggeliat geliat dibuatnya.

aaaauuuumnn.. aaauuuiinnn… . . . . .aauuiin. . .Hendra kian mengeliat menahan nikmat. Dengan desahan desahan Hendra yang membangkitkan birahi itu, tak ayal membuat Fachdat semakin cepat mengesek pelirnya didalam lubang memek Hendra.

Sesaat Fachdat mencabut pelir, keduanya terdiam beberapa saat. Terdiam dengan disertai nafas yang tersengal sengal dan debaran jantung yang kian menyengat.

Nungging…. perintah Fachdat kemudian. Hendra bangkit, kemudian ia menungging.

Fachdat langsung mengambil ancang ancang. Ia membuat posisi seperti apa yang dilakukan Hendra. Tubuhnya yang lebih tinggi, men gangkangi tubuh Hendra yang berada lebih pendek darinya. Sehingga posisi itu mirip anjing yang hendak kawin.

Tangan Hendra langsung dijulurkannya kebelakang, pelan pelan ia menggenggam batang pelir Fachdat. Fachdat agak menarik pinggulnya kebelakang, lalu ia tekan agak kemuka. Kepala pelir yang sudah tergenggam Hendra, langsung saja ia letakan dimuka bibir memeknya. Setelah terasa pas, pelan pelan Fachdat menekan pelirnya lebih kemuka, dan Bleeeeesss benda keramat itu masuk menerobos ke lubang Hendra yang sudah lembek dan lebar itu, dan Aaaakhhhhh….esssstttttt Suara Hendra mendesis.

Pelir itu masuk dan ditekannya dalam dalam. Sedangkan suaranya bergetar

seperti seekor singa yang tengah melahap mangsanya. Hendra menggeliat geliat sambil memegang batang pelir yang keluar masuk di lubang lobang syurganya.

Kontol Fachdat dirasakan Hendra semakin keras, urat uratnya terasa kian mengecang. Kian bertambah pula rasa nikmat yang diterima Hendra. Sehingga ia benar benar lupa akan segala galanya.

Sesaat Fachdat menarik pelirnya dari lubang syurga Hendra, lalu ia merunduk dan menilati lubang memek pemuda imut itu. Hendra diam. Ia membiarkan ulah lelaki yang hampir saja menjadi tertawa. Lucu dan memeknya terasa agak geli. Tetapi demi pengalaman, akhirnya ia hanya menahan semua yang dilakukan lelaki itu.

Lubang memek Hendra basah oleh air liur Fachdat. Lelaki itu pelan pelan mengarahkan senjatanya kelubang syurga Hendra. Kemudian ia tekan. Semula, terasa sulit, tetapi Fachdat tetap memaksanya sehingga akhirnya,

kepala pelir itu menjelit dapat menembus masuk menerobos lubang sempit itu.

Akhh….sakiiit… suara Hendra lirih dan meringis wajahnya.

Akh,tidak apa apa Ndra! Sakitnya cuma sebentar bisik Fachdat pelan. Akhirnya Hendra diam. Ia pasrah apa yang akan dilakukan lelaki itu lagi, ia biarkan kemauan lelaki itu berbuat semaunya.

Perlahan lahan Fachdat menekan pelirnya yang sudah agak masuk kedubur

Hendra.Setelah ditekan, lalu ditariknya. Kemudian ditekannya kembali dan ditariknya lagi. Berkali kali ia lakukan dan akhirnya pelir itu mudah menggelusur keluar masuk dilubang kenikmatan Hendra. Semula dirasakan Hendra Sakit. Tetapi lama kelamaan, akhirnya menjadi lain. Hendra merintih, Rintihan semakin merasa nikmat.

Teruuuskaaan enak ….teeerusssskaaan enaaaak….! bisiknya dengan suara bergetar. Mendengar permintaan yang demikian, Fachdat menjadi kesetanan, ia menekan pelirnya semakin dalam dan semakin cepat. Nafasnya kian tersengal sengal seperti memburu sesuatu. Fachdat benar benar seperti seekor serigala yang tengah memburu sesuatu ketika itu.

Bibir memek Hendra bergoyah manakala Fachdat mengentotnya.

Fachdat masih mengerang erang menahan nikmat, batang pelirnya keluar masuk dilubang dubur Hendra. Ia lakukan secara estafet. Terus dan terus tak henti henti dengan mata terpejam pejam.

Tak berbeda dengan apa yang dirasakan Fachdat, Hendra pun demikian. Ia terpejam pejam merasa nikmat. Nikmat yang baru kali ini ia rasakan.

Aaaakhhh….eeekkhhhh….aaakkhhhh rintih Hendra penuh birahi. Ya Allah, nikmatnyaaaaa suara Fachdat bergetar. Kedua insan itu lelap dibawa nafsu setan, yang ada di kamar itu, hanyalah terdengar rintihan menahan nikmat yang tak tertepi. Keringat yang mengucur dari tubuh masing masing dan suara derit dipan yang tak pernah berhenti.

Fachdat masih menekan nekan kontolnya jauh di dalam pantat Hendra. Sedangkan Hendra tidak diam. Ia mengocok titit imutnya. Semakin cepat Fachdat menekan lubang duburnya, semakin keras pula mengocok tititnya. Dan tak lama kemudian Aaaaaaaaaaakkkhhhhhhhhhhh suara Fachdat mencapai puncaknya. Berliter-liter air mani, sperma kental, pejuh sumber kejantanan lelaki, membanjiri relung terdalam memek Hendra. CROT CROTTT CROTTTT CROOOTTTTTT. Memeknya terasa penuh dengan semburan panas lender keperkasaan Fachdat. Begitu banyaknya sampai sebagian meleleh keluar. Sesaat lelaki itu terkulai layu dan jatuh dipunggung Hendra menahan tubuh Fachdat, dia belum mencapai orgasmusnya. Cepat cepat ia

mengambil batang pelir Fachdat yang hendak dicabut, untuk ia masukkan lagi ke dalam memeknya yang sudah banjir pejuh itu.

Bleeessssss kontol itu masuk. Hendra cepat cepat menggoyah goyahkan tubuhnya, sehingga pelir itu dapat bergerak di lubang memeknya. Lama Hendra lakukan seperti itu dan tak lama kemudian,

Aaaakkhhh rintih Hendra mencapai klimaksnya. Tubuhnya mengencang dan kemudian melemah tak berdaya. Akhirnya kedua insan itu terjerembab lunglai diatas hamparan kasur dipan. Dihamparan segala kenikmatan. Dihamparan syurga dunia.

Tepat pukul setengah delapan, Hendra sudah sampai dirumah. Ditemuinya Bagas menyambutnya dengan wajah berseri. Tak sedikitpun menamankan kecurigaan.

Abang sudah makan….? ujar Hendra kemudian dan menjatuhkan pinggul disisi Bagas. Bagas menyunggingkan senyum.

Sudah! adek ?

Adek tadi sempat makan di roda. Kebetulan reute yang adek tempuh lewat rumah makan itu….

Yah syukurlah kalau begitu…. Bagas manggut manggut merasa senang melihat sikap pasangannya yang tiba tiba baik seperti itu.

Sejenak keduanya hening, seakan akan mereka saling intropeksi diri. Suasana kamar itu senyap. Tak Taksecelotehpun yang keluar dari mulut Hendra ataupun Bagas. Tengah pada itu, tiba tiba bi Murni datang dari luar.

Tuan saya lupa katanya tergesa gesa.

Anu ee tadi siang ada seseorang lelakikesini. Katanya dia petugas dari sebuah pabrik obat tradisionil dari jawa tengah ee bi Murni seperti berpikir pikir, kalau tidak salah namanya kata kata bi Murni kembali terputus.

Burno….Burno Suparman……?! Potong Bagas cepat.

I…iya! iya betul tuan tuh obatnya bi Murni menunjuk kebelakang. Nanti bibi ambil dahulu….! sambung pembantu tua itu dan kemudian ia berlalu ke belakang, mengambil obat yang titipan orang kepadanya.

Menjelang kembali bi Murni, jantung Bagas tak henti henti berdegup, ia benar benar berharap agar obat itu mujarab dan dapat menyembuhkan penyakitnya. Mudah mudahan,dek! ujar Bagas pelan kepada Hendra. Hendra hanya menghela nafas panjang. Mudah mudahan obat ini mujarab, obat itu memang aku pesan secara khusus pembuatannya, tentunya aku bayar denganharga mahal… ulang Bagas lagi. Tetap diam.

Pikirannya kusut tak menentu, dan disamping itu, memeknya terasa perih, dan masih penuh dengan sperma kental Fachdat. Sehingga ia agak gelisah duduk seperti itu, takut bocor keluar.

Ini dia tuan obatnya….kata bi Murni tergesa gesa menyodorkan sebuah botol obat kecil yang berwarna hitam. Bagas langsung menyambarnya dari

tangan pembantu itu. Setelah ada didalam genggamannya, kemudian Bagas membaca petunjuk dan aturan yang tertera dipembungkus obat itu.

Diminum tiga kali dua tablet satu hari lalu Bagas melihat pada tulisan yang paling Bawah dijamin berhasil, uang Kembali atau dituntut salah apa apa. Yang salah adalah penyakitnya.

kembali atau dituntut dimuka hakim

Dug! jantung Bagas berdegup, seketika semangatnya timbul. Sambil memukulkan botol obat itu ke pahanya, ia berceloteh.

Kalau enggak berhasil, awas kamu, no sesaat Bagas memalingkan pandangannya kepada Hendra. Dilihatnya Hendra lesuh tak berdaya. Dengan penuh rasa kasih, perlaha lahan ia berkata.

Kalau adek mengantuk, tidurlah. Mudah mudahan obat ini manjur. Pokoknya adek pasti abang bikin puas….!

Ya, adek cuma bisa berdoa… sahut Hendra acuh, dia sudah tampak tak bernafsu untuk meladeni Bagas. Tidak kosentrasi. Ia tampak lemas dan serasa ingin lekas lekas tidur.

Kalau begini sebaiknya, adek tidur saja kata Bagas kemudian setelah memperhatikan wajah pasangannya yang tak bersemangat itu.

Tampaknya adek lemas sekali….tidurlah duluan. Duburnya masih perih. Kontol kuda Fachdat begitu ganas, tetapi memuaskan sekali. Sakit sakit enak masih terasa ditubuh Hendra ketika itu. Sehingga kata kata Bagas yang begitu penuh harap padanya, hanyalah dianggapnya ocehan ocehan kosong belaka.

Tujuh hari sudah Bagas memakan obat. Tepat hari kedelapan, di tengah malam buta, jam dinding berdentang tiga kali ia terjaga dari tidurnya, terasa

olehnya ingin membuang air seni, maka ia cepat cepat bergegas menuju kekamar mandi. Tiba di kamar mandi, ia langsung membuka celana tidurnya, bermaksud membuang air kencing. Begitu selesai kencing, batang pelirnya ia goyah goyahkan. alangkah terbelalaknya mata Bagas ketika, Haaiii.. penyakitku sembuh…. katanya setengah berteriak. Dalam keadaan setengah telanjang itu, Bagas langsung berlari kedalam kamarnya kembali. Begitu sampai ia langsung menghela lengan pasangannya.

Dek! Adek sayang sentaknya mengagetkan. Hendra langsung membuka matanya, dilihatnya Bagas berdiri ditepi ranjang sambil memperlihatkan pelirnya yang sudah dapat berdiri tegak.

Haai…. seketika saja Hendra bangkit, sembuhnya dengan mata nanar. Semula ia merasa agak malas melihat pelir yang tak sebesar pelir Fachdat

itu. Tetapi dengan kebetulan saja, karena hawa dingin dipagi itu menyerang tubuhnya, mendadak saja nafsu birahinya timbul.

Apa yang harus kita lakukan sekarang, dek..? tukas Bagas masih didalam perasaan gembira. Hendra tidak banyak cakap, saat itu ia memang membutuhkan kehangatan seorang lelaki lagi, pelan pelan digapainya pelir

Bagas yang masih tergantung itu, lalu dihisapnya.

Aaaaakhhhh Bagas menyeringai nyeringai, uuf…ooow uuuuf Batang pelir Bagas terasa ngilu. Isapan Hendra begitu kencang. Sehingga sekian lama batang pelir itu semakin terasa dan menghujam seperti tanduk

badak.

Sesaat Hendra melepaskan isapannya. Pelir Bagas tetap tegak seperti kayu.

Sebaliknya abang tidur menetentang perintah Hendra. Bagas tak banyak tingkah lagi, seketika saja ia menuruti apa yang diperintahkan Hendra. Ia langsung ke atas ranjang dan menelentangkan tubuhnya.

Hendra menanggalkan baju tidurnya. Lalu ia melepaskan celana dalam yang kebetulan hari itu ia pakai. Kini tubuh Hendra bugil. Pelan pelan ia kembali mendekati kepalanya pada pelir Bagas. Kepala kontol yang sudah menegang keras itu ia sapu dengan ujung lidah, Bagas menyeringai.

Aaaakhh ngilu tetapi terasa nikmat.

Lama Hendra memain mainkan pelir Bagas dengan ujung lidahnya. Ia harus melakukan cara begitu agak lama. Ia harus membuat birahi lebih muncul lagi. Sambil menghisap hisap batang kontol itu, perlahan lahan tangannya mengambil tangan Bagas. Tangan Bagas diletakannya di permukaan memeknya. Secara reflek dan kebetulan Bagas pernah melakukan seperti itu dengan pelacur, seketika saja ia memasukan jari telunjuknya kelubang syurga Hendra.

Kini Nafsu birahi Hendra mulai memuncak. dilubang syurga lelaki berhati perempuan itu sudah terasa licin. Mudah untuk dimasuki kontolku kata Bagas didalam hati.

Bagaimana kalau dimasukkan, dek…. bisik Bagas ketelinga Hendra. Hendra diam tak menjawab apa apa, namun mulutnya terus menerus mengisap pelir Bagas. Ia tidak mungkin dapat mencapai orgasmusnya jika hanya disosok oleh kontol tak seberapa besarnya itu.

Tingkat demi tingkat, birahi Hendra mulai mencapai, itu ia rasakan seluruh lobang syurganya telah basah oleh cairan air mani yang kian membecek. Sesaat Hendra melepaskan isapannya, lalu pelan pelan dengan cara duduk menjongkok, ia memegang batang pelir Bagas yang tegak berdiri keatas langit. kepala pelir itu diletakan Hendra dipermukaan memeknya. Kemudian pelan pelan ia menurunkan pantatnya sedikit sedikit hingga kepala pelir itu membentur bibir lobang syurga.

Dengan mata terpejam, lalu Hendra membukabelahan bibir memeknya

dengan dua buah jari tangannya hingga terkuak dan mudah dimasuki penis

Bagas.Begitu dirasakan Hendra pas,lalu ia melepaskan tubuhnya

terhenyak diatas perut Bagas, dan Clloooooooossssssss penis Bagas

menghujam masuk tanpa tedeng aling-aling. mulus, gampang dan lolos.

Akhhh desis Bagas dengan tubuh menegang. Begitu pula dengan

Hendra. Nafasnya tersengal sengal, birahinya muncul berkobar kobar.

Dengan relak dan santai, ia mengangkat pinggulnya sedikit, lalu

dibenamkannya. Dimasukkannya dan dibenamkannya. Diangkat dan

dibenamkan. Secara kontinyu Hendra melakukan terus menerus.

Clooss Cloooooos Cloooooossss benturan memek Hendra dengan penis Bagas, berlalu lalang dengan bunyi bunyi suara becak itu. Namun keduanya tak mengindahkan bunyi suara becak itu. Yang ada, hanyalah desahan desahan lirih yang membangkitkan birahi. Desahan desahan yang selama ini nyaris membuat rumah tangga mereka retak.

Clooosss cloooosss aaaakkkhhhhh suara Hendra dengan mata terpejam pejam. Menikmati dan menghayal lebih jauh ke ata syurga.

Haahh haaaaahhhh aaaakkkhhhhh…. desis mulut Bagas, yang tak berbeda dengan apa yang dialami Hendra. Sejuta perasaan nikmat menyelimuti sekujur tubuhnya. Perasaan lega mengetuk seluruh pintu perasaannya. Santai, relak dan mengasikan.

Desah desah nafas keduanya makin memburu kencang. Keringat keringat mereka mulai membasahi sekujur tubuhnya. Debaran jantung kian berdegup kencang dan tak lama kemudian.

Aaaaaakkkkhhhh ….Bagas mencapai klimaksnya. Klimaks yang

sebelumnya menegang, lalu mengendur secara dratis. Kini tubuh Bagas terkulai lemas tanpa daya. Tetapi Hendra masih belum apa apa. Puncak klimaksnya memang sudah memuncak, tetapi belum mencapai titik

orgasmusnya, maka dipegangnya kuat pengkal penis Bagas, lalu dihenyak henyaknya keliang lobang syurganya. Lama ia lakukan itu, dan akhirnya.

Creeeeet creeeet creeeet pejunya muncrat dan membasahi seluruh jembut Bagas. Hendra tidak langsung menjatuhkan tubuh ke atas pelukan pacarnya. Ia menopang tubuhnya dengan belah lengannya, ia biarkan beberapa saat, kemudian dari lubang memeknya mengalir cairan cairan putih, cairan air peju Bagas yang bercampur dengan cairan air pejunya. dan menggumpal dirimbunnya bulu jembut Bagas.

Sesaat Hendra menjatuhkan tubuhnya. Bagas menyambutnya dengan

mesra didalam pelukannya. Akh…. rintih Hendra seraya menjatuhkan kepala didada pacarnya itu. Bagas diam, hatinya berkasak kusuk tanda tanya.

Deeek…. suara Bagas berbisik.

Apa…. balas Hendra pelan.

Kok lolos dan gampang ya ?

Sreg hati Hendra serasa terpotong oleh benda tajam, perih dan menyayat. Tanpa disadarinya air matanya pun mengembang. Hendra sulit menjawab perkataan Bagas.

Kok adek diam….?ulang Bagas lagi, merayu dan berusaha menjinaki Hendra.

Looooh kok adek menangis….? sambung Bagas setelah ia menyadari

bahwa didadanya telah menitik butiran butiran air mata. Kenapa, dek…? jawab doong pertanyaan abang. Apa abang salah kalau abang bertanya seperti itu….? Air mata Hendra kian mengalir deras. Tidak hanya disitu yang membuat Bagas kian keheranan, sebentar kemudian ia merasakan isak tangis Hendra yang memilukan.

Coba adek terangkan, kenapa adek menangis? Apapun yang terjadi, baik

atau buruk adalah resiko abang! Abang tidak akan gusar atau marah.

Percayalah, dek!

Dengan sendat yang memilukan, perlahan Hendra membuka mulutnya.

Adek telah berbuat serong!

deer! Dada Bagas terasa ingin pecah mendengar jawaban itu. Seandainya ia tidak terlanjur berkata tidak akan marah, tentunya ia akan membunuh diri sendiri. Tetapi semua telah terlanjur. Bumi dan langit sufdah menjadi saksi bagi mereka berdua. Hanya dengan genangan air mata Bagas mengikuti perjalanan keluarganya. Mengarahkan diri karena takdir, dan tidak bisa menyalahkan siapa siapa, yang salah adalah penyakit yang pernah dialaminya.

Demikianlah kehidupan Bagas yang telah berjuang, berupaya, menahan segala resiko karena menyakit laknat itu. alangkah kelabu dihatinya ketika itu. penyakit memalukan itu sembuh, berubah menjadi sakit hati. Sekalipun demikian, Sekalipun hatinya penuh debuyang berwarna kelabu, Hendra adalah tetap pasangannya.

Pasangan yang disayanginya dan tak pernah salah apa apa. Yang salah adalah penyakitnya.

TAMAT


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: Malam yang Tak Terlupakan
Next Post: Berita Menarik!

Related Posts

ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART1) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART5) Kisah Menarik
Hati yang Berdegup Ketika Badai Melanda! Kisah Menarik
JANGAN OM (PART26) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA (PART 3) Kisah Menarik
ADIK IPAR PELIPUR LARA(PART28) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme