Tetangga idaman (PART47)
Isi Postingan:
Tetangga idaman PART47
…. TRUE STORY…
.
.
.
berjamaah seperti ini. Benar kata Arif, setelah menunaikan ibadah salat, hati menjadi tenang.
Ketika melipat mukena, tak sengaja aku melihat bayangan Mas Nata melewati lorong di depan. Aku pun mempercepat gerakan, hendak
menyusulnya.
.
.
.
Rif, saya seperti melihat bayangan Mas Nata di lorong itu. Kamu tunggu di lobi aja ya! Biar saya
mencari Mas Nata sendiri.
Gak, Mbak. Biar aku temani mencari Mas Natanya. Aku gak mungkin tenang menunggu di lobi, sementara, Mbak Rifani berada di
lorong-lorong sunyi itu sendirian. Nanti kalo terjadi apa-apa gimana?
Gapapa, saya bisa sendiri. Rasanya malu sekali, jika nanti Arif melihat hal yang harusnya tidak dia lihat.
Gak, pokoknya aku gak akan membiarkan, Mbak Rifani sendirian.
Pemuda itu masih teguh pada kengototannya. Akhirnya aku mengiyakan usul tersebut, daripada waktu kami habis hanya untuk
berdebat.
Kami berjalan perlahan menyusuri lorong sunyi, membuntuti satu orang yang mengenakan jas selayaknya orang yang bekerja di kantoran.
Dilihat dari belakang, lekuk tbuh, potongan rambut dan caranya berjalan, benar-benar mirip dengan Mas Nata. Iya, tidak salah lagi. Itu
pasti suamiku, aku sudah hapal dengan semua yang ada pada dirinya.
.
.
Aku bermonolog sendiri. Aduh. Aku menghentikan langkah. Karena berjalan terburu-buru, aku tersandung sepatuku sendiri.
Lelaki di depan tiba-tiba menghentikan langkah dan hendak menoleh ke belakang. Mungkin dia
mendengar suara pekikku tadi. Jantungku berdebar, takut jika ketahuan menguntit seseorang. Arif langsung menarikku untuk
bersembunyi. Kebetulan kami berada di pertigaan lorong, hingga bisa menyembunyikan tbuh di balik tembok.
.
.
.
Mbak, Mbak Rifani gak papa? tanya Arif panik, tapi dengan nada rendah, yang diperkirakan hanya bisa kudengar saja.
Enggak, gapapa. Aku membungkuk dan melepas sepatu berhak sedikit tinggi itu,
mengambilnya dalam genggaman lalu kembali berdiri. Mbak, gak pakai alas kaki? tanya Arif lagi.
.
.
.
Iya, gapapa, Rif. Kalau pakai alas kaki, saya tambah lama jalannya. Setelah dirasa aman, kami kembali mengikuti pria berjas abu-abu
tua. Meski kaki sedikit sakit akibat terkilir tadi, aku harus menahannya. Rasa sakit di kaki ini tidak seberapa, dibanding dengan hati yang dihantui kecurigaan. Was-was dan tidak
tenang.
.
.
.
Pria itu masuk lift, terpaksa kami harus menunggu lift tersebut dan mempergunakan setelahnya.
Ke kanan, atau ke kiri? Sekeluar dari lift, aku kehilangan jejak lelaki yang mirip dengan suamiku.
Sepertinya ke kanan, Mbak, ujar Arif dengan mantab. Kami mempercepat langkah hingga
berbelok ke lorong yang lain. Tertinggal siluet tubuh yang masuk pada salah satu kamar yang ada di sana. Kami mengejarnya hingga kaki
berhenti di depan pintu kamar.
.
.
.
Lelaki itu tadi sepertinya masuk ke sini ‘kan, Rif?
Iya, aku juga melihatnya masuk kamar ini. Arif memperkuat dugaanku. Rif?
Tapi, gimana jika ternyata bukan, Aku membalikkan tbuh dan bersandar pada dinding di samping pintu kamar.
.
.
Jika bukan, ya tinggal bilang aja kalo salah kamar. Hehe.
Mbak, masih panik dan gugup ya? Coba tarik napas perlahan… embuskan …, sambung Arif dengan mempraktekkan ucapannya.
Atau kalo enggak, biar aku aja yang mendobrak pintunya. Kalo yang di dalam bener-bener Mas Nata dan selingkhannya, pasti bakal kuhajar
dia. Kecil-kecil gini, aku udah sabuk putih loh, Mbak.
Pemuda itu bisa-bisanya mengajak bercanda, padahal hatiku sudah tidak karuan. Sebenarnya aku tahu, Arif hanya berusaha
menghiburku agar tidak terlalu tegang, tapi tetap, aku belum baik-baik saja. Lama aku bergeming, dengan hanya berdiri di samping pintu, tanpa melakukan apa pun. Percayalah,
jari-jari ini seperti kram. Sulit untuk digerakkan.
Mbak? Panggilan Arif menyadarkanku dari lamunan.
.
.
.
Akh, iya. Aku harus berani menerima kenyataan, sepahit apapun itu. Lebih baik tahu sekarang daripada belakangan, kumantapkan niat. Menjauhkan punggung dari dinding yang tadi kujadikan tempat bersandar, lalu kembali mendekati pintu. Dengan tangan gemetar, aku
memencet tombol bel pintu. Sepuluh detik… dua puluh detik… waktu berlalu tanpa respon dari penghuni kamar. Aku pun memencet tombol itu
lagi, hingga beberapa kali.
.
.
.
Perlahan pintu terbuka bersamaan dengan jantungku yang berdenyut tak karuan, seperti
genderang mau perang.
Hingga pintu itu terbuka sempurna dan menampilkan seseorang yang kukenal. Rasanya
seperti bom atom meledak di rongga ddaku. Malu, takut, dan tidak percaya.
.
.
Apa yang Anda lakukan di sini? Pria yang hanya memakai bathrobe putih itu menatapku tidak suka.
Maaf, saya tidak bermaksud mengganggu, Tuan, ujarku seraya
membungkukkan badan.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
LANJUT PART 48
Ceritadewasa
ceritanovel
mertuamenantu
menantuidaman
istriidaman
selingkuh
foto
fotoai
gambar
text
foryou
Related: Explore more posts