Tetangga idaman (PART44)
Isi Postingan:
Tetangga idaman PART44
… TRUESTORY…
.
.
.
Waktu menunjukkan pukul sembilan, ketika kami berpamitan pada Bulek Siti. Jalanan tidak semacet ketika anak sekolah dan orang yang
bekerja sama-sama mengejar waktu untuk berangkat. Ditambah Arif yang sudah menguasai jalan daerah sini, hingga tahu jalan tikusnya, membuat perjalanan kami lancar.
.
.
.
Mbak, memang kita mau ke mana ini? Puncak yang sebelah mana? tanya Arif ketika sampai di
perbatasan kota. Dia memelankan laju motornya.
Oh iya, aku belum mengatakan alasan yang sebenarnya mengajak Arif ke kota ini. Belum tahu pula letak pastinya suamiku sekarang.
.
.
Kita ngopi dulu sebentar ya, Rif. Kamu ‘kan habis nyetir motor lama, pasti capek. Saya juga haus, ini.
Tidak mungkin menceritakan hal sensitive itu di perjalanan. Akhirnyaaku meminta Arif untuk membelokkan motornya ke sebuah tempat.
Kebetulan kami berada di dekat cafe yang tidak begitu ramai, jadi aku bisa menceritakan semuanya pada Arif.
.
.
Judulnya ngopi di cafe, tapi yang dipesan malah bukan kopi. Arif menyeruput ice tea original,
sementara aku mengaduk-aduk ice thai tea dengan sedotan.
Bingung mau memulai cerita dari mana, apalagi lawan bicaraku ini adalah bocil yang baru lulus SMK. Namun, jika tidak cerita apa adanya,
mana mungkin Arif bisa membantuku. Dengan menekan rasa malu, aku menceritakan apa yang terjadi padaku. Aku yakin, Arif sudah dewasa
dan bisa mencerna apa yang kusampaikan.Hah, Mbak, yakin? tanya Arif dengan memberi penekanan pada kata terakhir.
.
.
Iya Rif, dari handphone Mas Nata yang saya sadap, menunjukkan tanda-tanda seperti itu.
Bukannya selama ini, Mas Nata selalu baik dan perhatian pada, Mbak Rifani? Arif tampak heran, seperti tidak percaya pada ceritaku begitu
saja.
.
.
Jujur ya, Mbak. Aku sempat cemburu melihat kemsraan Mas Nata dan Mbak Rifani. Eh, bukan cemburu, sih. Lebih tepatnya, aku ingin jika sudah menikah nanti, bisa selalu romantis ke pasangan kayak
Mas Nata gitu.
Aku tersenyum miris. Mas Nata memang sehangat itu, tapi dulu. Sejak bekerja di kantor yang baru, dan karirnya melejit, sikapnya jadi banyak yang berubah. Sekarang, dia bahkan
tidak mau menyntuhku.
.
.
Iya Rif. Makanya saya mau membuktikannya sendiri. Saya nggak mau terjebak dalam dugaan-dugaan yang justru membuat hati sakit.
Oh seperti itu … maaf, Mbak. Boleh pinjam handphonenya sebentar?
Biar saya cari tahu dimana Mas Nata
sekarang berada. Aku pun memberikan layar pipih itu pada Arif. Tidak membutuhkan
waktu lama, dia sudah mengantongi sebuah nama hotel di mana suamiku berada sekarang.
.
.
Wah, gercep banget kamu, Rif.
Alhamdulillah, hasil dari sekolah tiga tahun, bisa diterapkan untuk membantu orang. Dia nyengir.
Related: Explore more posts