Tetangga idaman (PART42)
Isi Postingan:
Tetangga idaman PART42
… TRUESTORY…
.
.
.
Mereka pasti tahu, jika aku berada di kamar ini karena aku baru saja pingsan.
Aku bingung mau ngomongin apa dengan Arif. Untuk mengalihkan rasa canggung, aku mengalihkan pandangan, melihat-lihat seisi kamar.
Sebuah sarung yang mungkin lupa belum dilipat seusai salat subuh tadi masih teronggok di atas sajadah. Beberapa baju tergantung di
gantungan belakang pintu. Oh astaga, tanpa sengaja aku melihat sesuatu yang seharusnya tidak aku lihat. Ada sebuah kain segi tiga yang tergantung di sana. Aku jadi malu sendiri. Apa
mungkin, Arif menyadari hal itu, hingga kikuk saat berbicara denganku tadi.
.
.
Ingin segera keluar dari ruangan ini, tapi keadaan tubuh belum memungkinkan. Seperti bisa membaca pikiran, Arif sendiri yang
bangkit dan meninggalkanku di kamar ini sendirian.
.
.
Kok, Neng Rifani ditinggal sendirian? Nanti kalo dia kenapa-napa lagi, gimana? Suara Bulek Siti masih terdengar nyaring meski beliau berada
di luar ruangan.
Ehe… lagi kebelet pipis, Mak, jawab Arif seperti terburu-buru. Tidak lama, Bulek Siti masuk
kamar dan membawakanku sepiring makanan.
Mau disuapin, Neng?
Hmm, tidak, Bulek, terimakasih, tapi Rifani masih bisa makan sendiri, kok.
Oh, yasudah. Ayok segera di makan!
.
.
Aku mengambil alih piring tersebut. Mengamati piring yang berisi nasi putih, tumis kacang dan bakwan jagung. Rasanya sudah kenyang, sebelum makanan tersebut masuk mulut. Bulek Siti mengambilkan nasi banyak sekali. Mana bisa habis?
.
.
Kusendok nasi bersama bakwan jagung. Mengunyah perlahan, mendeskripsikan rasa. Aku belum pernah merasakan bakwan jagung
yang seperti ini. Seperti ada bumbu tambahan yang membuatnya terasa segar.
Bakwan ini, buatan, Bulek sendiri? tanyaku karena penasaran.
Iya, Neng. Kenapa? Tidak enak kah? tanya Bulek Siti panik.
Bukan itu, bakwannya enak kok. Seperti ada rasa segarnya di mulutku.
Oalah, itu karena aye nambahin rempah-rempah kunci di dalamnya. Jadi terasa segar.
.
.
Hmm, enak sekali, Bulek. Aku memakannya lahap sekali.
Bakwan itu kesukaannya Arif, katanya tidak ada bakwan yang seenak buatan emaknya. Hihihi, ujar Bulek Siti tersipu malu.
Hmmm… Aku manggut-manggut. Tidak terasa
makanan di piringku tandas. Aku heran sendiri melihat ulahku pagi ini, makan banyak seperti buto ijo. Apakah aku masih tidak sadarkan
diri? Padahal aku belum pernah makan sebanyak ini sebelumnya. Tadi Bulek Siti sempat mengambilkan bakwan lagi tanpa kuminta ketika melihat lauknya habis dan nasinya masih tersisa separuh.
.
.
Ehehe, habis, Bulek. Bakwannya enak, sih. Rasa bakwan itu seperti membuatku candu.
Oh, nanti biar aye bungkuskan bakwan yang banyak untuk dibawa
pulang. Di belakang masih banyak, kok.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
LANJUT PART 43
Related: Explore more posts