Tetangga idaman (PART30)
Isi Postingan:
Tetangga idaman PART30
… True story…
.
.
.
Ini kamarnya, Arif? tanya Mbak Rifani.
Ehe, iya, Mbak. Aku baru menyadari jika belum membereskan kamar ini untuk menyambut kekasih hati. Yaelah, orang kejadian ini juga
gak direncanakan. Mbak, kumohon jangan melihat ke mana-mana, fokus saja padaku
yang tampan ini. Haish.
.
.
Pasalnya, kamarku memang biasa seberantakan ini. Sebuah sarung yang lupa belum kulipat seusai salat subuh tadi masih teronggok di atas sajadah. Beberapa baju setengah kotor yang baru kupakai sekali
tergantung di gantungan belakang pintu. Oh astaga, masih ada kain segi tiga yang tergantung di sana. Tuhan, semoga Mbak Rifani gak melihatnya. Malu banget rasanya.
.
.
Aku memang seberantakan ini. Bukan karena malas, cuma belum menemukan perempuan yang mau diajak berbagi kamar dan membantu
membereskan kamar ini saja. Ahaii.
Ingat umur, Rif. Kamu masih bocil. Ujar mak author
Ingin kutrik tangan Mbak Rifani segera keluar dari ruangan berantakan ini, tapi keadaan tubhnya belum memungkinkan.
Emak lama banget ngambilin makanannya. Jika berlama-lama berada di satu kamar yang sama
dengan Mbak Rifani, aku takut gak bisa menahan gejolak yang ada di hati. Takut kalau aku lepas kendali dan merealisasikan mimpiku malam itu.
Astagfirullah.
Aku segera bangkit dan meninggalkan Mbak Rifani di kamarku sendirian. Bodo amatlah, jika
perempuan itu melihat benda keramatku. Dia seorang istri, pasti sudah sering melihat dan
menglus-lus yang begituan. Njir, pikiranku jadi traveling ke mana-mana ‘kan.
Kok, Neng Rifani ditinggal sendirian? Nanti kalo dia kenapa-napa lagi, gimana? tanya Emak sewot, pas kami berpapasan di ruang tengah.
.
.
Ehe… lagi kebelet pipis, Mak.
Kugaruk tengkuk yang gak gatal.
Aku bertolak ke kamar mndi.
Berbeda dengan rumah Mbak Rifani yang setiap kamar punya kamar mndi sendiri-sendiri, di rumah Emak ini hanya ada satu, berada di ujung
belakang.
Gegas aku masuk ke ruangan lembab itu. Selain untuk membuang air seni, aku juga mau membasuh wajah, membilas otak biar waras dan gak mikir yang macem-macem pada
kesempitan yang ada.
.
.
Sambil menunggu Mbak Rifani pulih, aku memilih menonton televisi di ruang tengah. Gak mungkin kembali ngojek. Di sana pun, pasti pikiranku gak akan tenang. Selalu memikirkan
Mbak Rifani di perjalanan, ‘kan malah berbahaya bagi pengguna jalan lainnya.
Suara deheman seseorang membangunkanku. Yaelah, malah aku yang ketidran di depan televisi.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
LANJUT PART 31
ceritadewasa
ceritanovel
tetanggaidamanetanggaidaman
ojol
selingkuh
foto
fotoai
gambar
text
foryou
Related: Explore more posts