Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

TERDIAM DAPAM TAKDIR (PART4)

Posted on June 4, 2025 By admin

TERDIAM DAPAM TAKDIR (PART4)

Isi Postingan:

TERDIAM DAPAM TAKDIR PART4

…Ceritadewasa…

.

.

.

Kurang ajar kamu, ya! teriaknya

tak terima. Lantas mbak Sari kembali

mengangkat tangannya hendak

menmparku. Namun, dengan sigap

aku menangkisnya dan kembali

mendrongnya hingga tersungkur ke

lantai.

Hentikan!

Aku menoleh ke sumber suara,

begitu pun dengan mbak Sari.

Ada apa ini? tanya bapak

menatap kami bergantian.

Mas Arman terlihat membantu

mba Sari yang kesusahan berdiri.

Namun, di tangkis olehnya sembari

berkata tajam.

.

.

.

Ajari istrimu, agar tidak berlaku

kurang ajar!

Coba jelaskan ada apa

sebenarnya?! suara bapak mulai

meninggi.

Kemudian aku mulai menjelaskan

apa yang terjadi. Setelah mendengar

penjelasan dariku mengenai mbak Sari

yang memukuli Sila, bapak cukup

terkejut mendengarnya.

Beliau tidak membenarkan

perbuatan mbak Sari yang telah

berbuat kasar pada Sila. Hanya karena

masalah rebutan mainan antara

putriku dan anaknya Dela. Dan itu

hanya masalah kecil yang tidak harus

di perbesar. Namun, mbak Sari tetap

saja tak mau mengerti. Dan tetap

mempermasalahkannya.

Mainanan itu Bapak yang belikan

untuk Sila, ungkap bapak. Kemudian

lelaki tua itu meminta kami untuk

berdamai.

Sebenarnya aku malas jika

dengan mudahnya harus memaafkan

orang yang sudah berbuat kasar pada

putriku, tapi demi bapak, mau tak mau

kembali aku harus berbesar hati.

Namun, saat aku mengulurkan

tangan untuk berdamai dengan mba

Sari, ia justru menolaknya. Kakak

iparku itu tak mau berdamai, karena

tak terima dengan bapak yang

menurutnya lebih membelaku, padahal

pria renta itu hanya berusaha berlaku

bijak.

.

.

.

Aku nggak peduli, asal kalian

tahu. Di sini semua milikku, aku yang

bekerja, aku yang berkuasa!

tandasnya tanpa memandang bapak

sebagai orang tua. Sedangkan bapak

mertuaku hanya diam tak berdaya, jika

mbak Sari sudah mengungkit masalah

harta.

Entah terbuat dari apa hati dan

otak wanita ini? Masalah anak-anak

saja harus di besar-besarkan seperti

ini. Kalau bukan karena memandang

bapak, mungkin sudah kuhajar wanita

itu.

Aku nggak sudi, minta maaf

sama orang miskin seperti kamu.

Perempuan dengan latar belakang

nggak jelas sepertimu, tak layak

mendapatkan maaf dariku.

Tudingnya. Aku heran, Arman mau

menikahi orang sepertimu. Padahal,

adikku itu bisa menikahi perempuan

kaya dan terpandang! lanjutnya.

Mendengar penghinaan yang

terus ia lontarkan membuatku geram.

Kenapa ia bawa-bawa asal usul ku?

Benar-benar tidak waras ini orang.

Iya, aku memang bukan orang

berharta dan terpandang sepertimu,

tapi aku punya harga diri yang tidak

bisa di ukur dengan uang. Sementara

kau, di mana harga dirimu? Tak ada.

Kau tak memiliki harga diri, karena

harga dirimu hanya bisa di ukur

dengan nominal angka dan itu sangat

murah! tandasku, menumpahkan

semua unek-unek yang selama ini

kusimpan dalam hati.

Muka mba Sari terlihat begitu

marah,giginya bergemelatuk, dan

tangannya mengepal erat.

Lilis, Cukup! Mas Arman

berteriak.

Mas! Mbak Sari sudah

menghinaku dan berlaku kasar pada

anak kita, hanya karena masalah

sepele. Lantas, aku harus diam saja,

begitu? suaraku naik satu oktaf.

Enggak, Mas, aku enggak terima!

Lilis! Mas mohon sama kamu

cukup. Walau bagaimana pun mbak

Sari adalah kakaku, kita harus

menghormatinya.

Maaf, Mas. Rasa hormatku

sudah hilang setelah apa yang ia

lakukan pada putriku! tolakku tegas.

Kurang ajar! Pergi kamu dari

sini! usir mbak Sari yang tak terima

dengan apa yang aku ucapkan di

depannya.

Tanpa di usir pun aku akan pergi

dari sini! tandasku, tak lagi

memikirkan kesopanan di depan

bapak mertua. Gegas menggendong

Sila dan melangkah keluar.

.

.

.

Aku sudah berjalan cukup jauh,

dan mas Arman tak mengejarku.

Mungkin ia marah karena aku tak

mendengarkan ucapannya tadi.

Biarlah aku tak peduli, yang penting

sekarang bagaimana caranya aku

pulang, tak mungkin jalan kaki sampai

rumah sambil gendong putriku yang

mulai mengantuk. Kuraih Handphone

yang tak diketahui suamiku dalam tas

Sila lantas memesan taksi online.

Kita naik mobil ya Mi? tanya Sila

tiba-tiba saat kami sudah berada di

dalam mobil.

Iya, jawabku gelagapan.

Sila,jangan cerita ke Abi, ya? kalau

malam ini Sila naik mobil. Oke! la

mengangguk.

Tapi, nanti kita naik mobil lagi,

ya?pintanya, yang kuiyakan dengan

mengacungkan jempol seraya berkata

oke.

Sila memang tak pernah menaiki

mobil, paling-paling angkot jika ke

pasar bersamaku saat mas Arman tak

bisa mengantar. Anak itu sangat

antusias kalau kuajak menaiki

angkutan umum itu.

Katanya, kalau naik mobil itu enak

bisa duduk tanpa harus pegangan

sama Abi, terus kalau ngantuk bisa

bobo dengan tenang. Aku hanya

tertawa mendengar penuturannya itu.

Sila sangat mirip denganku, suka

tertidur saat menaiki kendaraan,

apalagi saat badan capek.

Tiba di rumah gegas kubayar

taksi lalu keluar dengan hati

ketar-ketir. Membuka pintu lalu masuk

dan menutupnya kembali. Menidurkan

Sila di kamarnya lanjut aku

membersihkan diri dan tdur.

.

.

.

Keesokan harinya aku terbangun

saat mendengar Adzan

berkumandang. Menoleh ke samping

tempat mas Arman, kosong. Suamiku

itu tidak pulang, apa ia benar-benar

marah.

Usai solat subuh aku melakukan

kegiatan ibu rumah tangga seperti

biasanya memasak, mencuci,

menyapu dan mengepel lantai.

Kulirik kembali jam di dinding,

sudah pukul delapan pagi. Namun,

mas Arman belum juga pulang.

Sebegitu marahnya kah ia terhadapku

yang melawan mbak Sari.

Selang beberapa menit kemudian,

seseorang yang sedari tadi kupikirkan,

tiba-tiba muncul. Aku menghentikan

gerakan tangan yang tengah

menggerakkan alat pengepel.

Kami saling beradu pandang, saat

mulutku terbuka untuk menyapanya.

Mas Arman berlalu melewatiku begitu

saja, kemudian pria itu menuju dapur.

Gegas aku menyusulnya di

belakang. Terlihat suamiku itu

menuangkan air ke dalam gelas dan

meminumnya perlahan.

.

.

.

Mau dibuatkan kopi? rayuku.

aku tahu pria itu tengah menahan

kesal.

Semalam kamu pulang naik apa?

Mas menyusulmu tapi kamu dan Sila

sudah tak ada? tanyanya penasaran.

Ngojek.

la mengerutkan kening heran.

Emang ada? Semalam Mas kejar

kamu sampai pangkalan usai

menenangkan bapak, tapi di sana

sepi, selidiknya.

Emang tukang ojek hanya ada di

pangkalan saja? Banyak kali Mas yang

lewat di jalan.

Mas Arman terdiam menatapku

lekat seolah memastikan jika tak ada

yang ku sembunyikan.

Maaf mas, aku berbohong. Aku

hanya ingin kau dan keluargamu

menerimaku apa adanya sebagai

Wanita miskin batinku

.

.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART5)
Next Post: TERDIAM DALA TAKDIR (PART3)

Related Posts

JANGAN OM (PART4) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART13) Kisah Menarik
Tetangga menggoda ( 00 ) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART52) Kisah Menarik
TERDIAM DALAM TAKDIR (PART35) Kisah Menarik
Tetangga idaman (PART50) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme