TERDIAM DALAM TAKDIR (PART8)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART8
…CERITADEWASA ..
.
.
.
Keterlaluan! ucap wanita yang
telah merawatku sedari bayi, matanya
menatapku kesal bercampur dengan
binar kesedihan.
Kenapa kau tak pulang? Ketika
orang tuamu meninggal, heh!
tukasnya. Aku menunggumu kembali
ke rumah ini, tapi kau malah menikah
dengan pria miskin. Coba lihat
keadaanmu? sudah seperti gembel!
ia mulai terisak. Lantas memeluk
tbuhku.
Aku terdiam tak menjawab,
membiarkannya menumpahkan
semua kekesalan dan kemarahannya
pada anak yang tak tahu diri ini.
Enam tahun lalu tepat usiaku dua
puluh dua tahun, mama Sandra
menceritakan semua asal usul siapa
aku sebenarnya. Ternyata aku bukan
anak kandung beliau, ia
mengadopsiku dari pasangan suami
istri miskin, Karso dan Sutijah yang
bekerja sebagai buruh tani harian
dikampung Cereme yang sekarang
aku tempati dengan mas Arman.
.
.
.
Kala itu, ketika di rumah sakit,
mama yang tak sengaja mencuri
dengar pembicaraan pasangan suami
istri yang tengah bersedih, karena di
vonis tidak bisa melahirkan normal
dan harus dioperasi.
Kedua pasangan itu hanya bisa
pasrah dengan keadaan. Melihat
keduanya yang seperti itu mama pun
menawarkan bantuan. Akan tetapi
pasangan suami dan istri itu menolak,
karena tak bisa mengembalikan biaya
operasi yang lumayan mahal.
Namun, dengan kesungguhan
mama pun dapat meyakinkan mereka,
bahwa semua biaya operasi itu gratis
dan tidak perlu dikembalikan.
Satu pekan kemudian, ibu Sutijah
-orang tua biologisku itu mengalami
kontraksi hebat dan dilarikan ke
rumah sakit. Mama yang kala itu di
beritahu oleh pak Karso-ayah
biologisku itu langsung menyusul dan
mengurus semua biaya operasi yang
dibutuhkan.
Operasi pun berjalan lancar,
lahirlah bayi perempuan nan cantik
yang mereka beri nama Lilis Haryanti.
Namun, ketika kedua pasangan suami
istri itu tahu jika mama adalah
seorang perempuan mandul, akhirnya
mereka menyerahkan bayi itu
padanya, sebagai jasa balas budi
mereka pada mama. Lagi pula,
keduanya mengaku tidak bisa
memberikan hidup yang layak pada
putrinya.
.
.
.
Hal itu membuat mama dan
almarhum papa Chandra Wijaya
sangat bahagia, karena pada akhirnya
memiliki seorang anak, walaupun
bukan dari rahimnya sendiri.
Setelah mendengar kebenaran
yang bertahun-tahun mama
sembunyikan dariku, aku pun meminta
izin untuk menemui orang tua
biologisku di kampung Cereme.
Saat pertama kali menginjakkan
kaki di desa di mana keduanya tinggal,
cukup membuatku miris setelah
melihat keadaan mereka. Rumah yang
orang tua kandungku itu tempati amat
sangat tak layak.
Rasa marah yang sempat ingin
aku luapkan, karena kenapa mereka
tega menitipkanku, hilang setelah
melihat keadaan mereka yang
benar-benar membuat iba.
Aku melangkah mendekat pada
rumah tua itu, mendorong pelan pintu
dari kayu yang sudah usang.
Mengintip dari luar-duanya tengah
menyantap makan siang dengan
sepiring nasi aking dan garam.
Tak tahan melihat pemandangan
di depanku, lantas aku memaksa
masuk dan menghambur memeluk
keduanya. Rasa marah yang ingin aku
tumpahkan pada keduanya pun
lenyap.
.
.
.
Kini aku memahami alasan
mereka menitipkanku pada mama,
karena keduanya tak mau putrinya ini
hidup dalam kesusahan.
Aku terus menangis dalam
pelukan ibu dan bapak. Awalnya
mereka bingung dengan sikapku, tapi
setelah menyebut nama Lilis,
keduanya pun ikut menangis
memelukku erat.
Setelah melihat keadaan mereka
yang begitu memprihatinkan, aku pun
memutuskan untuk kembali pada
orang tuaku menemani dan mengurus
mereka di hari tuanya dan mengganti
nama menjadi Lilis Haryanti kembali.
Mama mengizinkan keinginanku,
tapi dengan satu syarat, suatu saat
jika bapak dan ibu sudah tak ada lagi
di dunia ini aku harus kembali
padanya. Di sinilah awal mula
pertemuanku dengan mas Arman,
seorang guru honorer di kampung
Cereme, yang berlanjut hingga jenjang
pernikahan.
.
.
.
Kepribadian mas Arman yang
baik dan saleh, membuatku
merasakan detakan yang sebelumnya
tak pernah kurasa pada pria lain.
Sosoknya begitu membuatku kagum
dan tak mampu menolak pesonanya.
Saat mengetahui aku
menyukainya, ia cepat melamarku.
Katanya, cinta itu adalah nafsu, jadi
lebih baik segera menikah.
Mama sempat menentang
pernikahanku. Namun, aku yang waktu
itu sudah mantap dengan
keputusanku untuk menikah dan
tinggal di kampung ini, tak peduli
dengan ancaman mama, beliau tak
menganggapku sebagai anak lagi.
Akan tetapi ancaman itu hanya
sebagai gertakan saja, nyatanya beliau
masih sayang dan mengkhawatirkan
keadaanku. Itu terlihat dari caranya
mengirim seseorang untuk
memata-mataiku.
.
.
.
Kau terluka? tanya mama
setelah mengurai pelukannya dariku.
Jari-jari lentiknya menyentuh pelipisku
yang terluka bekas cakaran mbak Sari
waktu itu.
Aku menatap podcast hiburan keadaannya yang
masih sama tak jauh beda dengan
Kasandra seorang janda kaya
pengusaha kelas kakap yang gemar
dengan minuman beralkhol itu.
Sebenarnya ia bukanlah
peminum. Namun, semenjak kematian
papa ia di rundung kesedihan yang
amat dalam, dan alkhol ia jadikan
tempat untuk melupakan
kegalauannya.
Mulutmu bau alkhol, Ma,
kataku.
Dari dulu Mamamu memang
seperti ini, sayang. Mama duduk
sembari menuangkan wine ke dalam
gelas dan meminumnya.
Hentikan, Ma. Alkhol tidak baik
untuk kesehatanmu,! ungkapku
menyusulnya duduk di sofa.
la tergelak seolah apa yang
kukatakan tadi hannyalah sebuah
lelucon.
.
.
.
Sepertinya suami miskinmu itu
mendidikmu menjadi wanita salihah.
la tergelak kembali.
Mas Arman memang miskin, tapi
dia mengajariku banyak hal tentang
mengenal tuhan, balasku.
Apa kau bahagia dengannya?
Meski dia memberi kehidupan yang
tak layak untukmu dan putrimu?
desisnya, menahan marah. Dan kau
pikir hidup bersamaku itu tidak baik.’
Mama meletakkan gelasnya ke
atas meja, lantas kembali
menuangkan cairan beralkohol
sembari menahan amarah.
Nona! tiba-tiba salah satu
pelayan rumah ini muncul dalam
keadaan basah kuyup.
Ada apa? tanya mama tajam.
Itu, Non. Nona kecilnya nangis
terus, terangnya dengan tubuh
mengigil.
Kenapa kau basah seperti itu?
kembali mama bertanya pada si
pelayan tersebut.
.
.
.
Itu nyonya, nona kecil memaksa
mau menangkap ikan di kolam depan,
pas saya cegah saat dia mau turun,
saya justru ke peleset dan jatuh di
dalam kolam, terangnya.
Sekarang di mana Sila? tanyaku
sembari menghampiri pelayan
tersebut. Padahal tadi Suka kutitipkan
pada mas Danu. Dasar pria itu
memang menyebalkan.
.
.
.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
ceritadewasa
ceritanovel
mertuamenantu
menantuidaman
selingkuh
foto
fotoai
gambar
text
foryou
Related: Explore more posts