Skip to content
LahanBasah

LahanBasah

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART6)

Posted on June 4, 2025 By admin

TERDIAM DALAM TAKDIR (PART6)

Isi Postingan:

TERDIAM DALAM TAKDIR PART6

…CERITA DEWASA…

.

.

.

Melihatku yang begitu berani

padanya, ia mendekat lantas

mendaratkan sebuah tamparan.

Seketika rasa perih menjalar di pipi

bagian kiriku.

Aku menatapnya murka, entah

setan apa yang merasuki dengan

berani mengangkat tangan dan

menamparnya balik. Akhirnya

terjadilah aksi jambak menjambak di

antara kami.

panik

.

.

.

Tolong-tolong! teriak suster

Kemudian tiga orang suster

lainnya datang dan mencoba

memisahkan kami. Mbak Sari masih

terus meronta saat tbuhnya telah

ditahan oleh tiga suster, sementara

satu orang suster lagi menahanku.

Kuraih kerudungku di lantai yang

telah ditarik olehnya lantas

mengenakannya kembali. Beruntung

di sini tak ada laki-laki yang melihat

rambutku.

Perih di pipi bekas tamparan dari

mbak Sari cukup menyakitkan.

Sepertinya memar. Begitu pun wajah

wanita itu tak kalah tragis dariku.

Ujung bibirnya dan hidungnya

berdarah, karena tadi aku sempat

menyundul kan kepala pada wajahnya.

Dasar perempuan miskin, tak

tahu diri. Aku bunuh kau! teriaknya

murka.

Cukup! teriak mas Arman

tiba-tiba masuk dengan membawa

bungkusan plastik warna hitam di

tangannya.

Apa kalian berdua tidak malu,

jadi bahan tontonan seisi rumah sakit,

hah? kata mas Arman menahan

emosi. la berdiri di tengah-tengah dan

menatap ke arah kami bergantian.

Mbak Sari yang memulainya, dia

telah menamparku, ini. Lihatlah! aku

menunjukan pipi bekas tamparan

kakaknya itu.

Itu hukuman untuk perempuan

miskin kurangajar sepertimu! mbak

Sari menyahut sembari berdecih.

Kau yang kurang ajar, mbak!

Kau!

Kau!

Kau!

SUDAH CUKUP! mas Arman

berteriak.

Lalu dua orang security masuk.

Itu dia, pak, orangnya yang sudah

membuat keributan di sini! tunjukku

pada mbak Sari yang masih bernafsu

menyerangku.

Dua pria yang bertugas sebagai

penjaga keamanan di rumah sakit ini

pun menghampiri mbak Sari

membawanya.

.

.

.

Maaf, Ibu, mari ikut kami.

Awas, kamu. Urusan kita belum

selesai! tudingnya, lalu beranjak

keluar dengan di ikuti dua security di

belakangnya.

Mas Arman mendekat padaku,

lantas menyerahkan bungkusan

plastik hitam yang dibawanya.

Makanlah, Mas ngurus mbak Sari

dulu.

Lantas lelaki tiga puluh tahun itu

keluar dari ruang rawat Sila. Sadar jika

baru saja keributaa tadi membuat

yang lain terganggu, aku pun meminta

maaf pada pasien lainnya.

Untunglah, mereka pasien baik

hati dan mau berlapang dada

memaafkan. Kembali aku duduk di

samping brankar Sila. Mengelus

puncak kepalanya lembut. la masih

tertdur pulas, walau tadi sempat ada

keributan. Ah, mungkin efek obat.

Aku diam tak meresponnya,

hatiku masihsangat kesal dengan

perilaku mba Sari yang pelitnya luar

biasa itu.

Tak lama mas Arman kembali,

dengan membawa satu botol air

mineral kemasan satu liter, kemudian

meletakkannya di atas nakas sebelah

brankar.

Kenapa belum di makan, katanya

lapar? tanyanya, saat melihat nasi

bungkus yang dibawanya tadi masih

utuh.

Udah enggak berselera! jawabku

kesal.

Maaf, mas telat ke sininya, tadi

ada jadwal tambahan les, katanya.

Makanlah, setelah itu mas obati luka

kamu, lanjutnya membujuk. Padahal

bukan karena keterlambatannya yang

membuatku jadi tak berselera.

Melainkan semua karena mbak Sari

yang merusak semuanya.

Lilis kesal sama mbak Sari,

lanjutku. Kenapa, sih! Dia pelit banget

pada saudara sendiri, padahal yang

mas pinjam juga bukan uangnya dia,

tapi uang bapak!

Mas Arman menatapku sendu,

wajahnya menyimpan penuh

kesedihan yang selama ini ia rasakan

mengenai keluarganya.

la pun menceritakan bahwa

semenjak mbak Sari tahu jika suamiku

dan mba Salma hanyalah anak angkat

keluarga Hardiyanto. Lantas wanita

dengan mulut pedas bagai mercon itu,

mengambil alih semua kekayaan

orang tuannya.

Mbak Sari seperti ketakutan jika

suatu saat harta warisan keluarga

Hardiayanto di kuasai mas Arman dan

mbak Salma. Padahal suamiku dan

kakaknya itu bukanlah anak yang

rakus akan harta. Keduanya tidak

pernah banyak menuntut kepada

orang tua. Justru mencoba untuk

hidup mandiri tanpa belas kasih

keduanya.

.

.

.

Mas Arman rela menjadi guru

honorer setelah lulus kuliah dengan

gaji jauh dari kata cukup. Sebenarnya

bisa saja suamiku itu bekerja

mengurus ladang dan sawah orang

tuanya. Namun, karena tak ingin

dianggap selalu bergantung pada

orang tua ia pun memilih untuk

berusaha sendiri, walaupun harus

tertatih.

 

.

.

.

Satu pekan sudah Sila berada di

rumah sakit dan sore ini ia sudah di

izinkan pulang karena kondisinya

sudah membaik. Namun, aku masih

merasa khawatir tentang biaya yang

mas Arman pinjam pada bapak

mertuaku. Mba Sari tidak akan diam

begitu saja, sampai kapan pun pasti ia

akan menagihnya kembali.

Aku merogoh tas besar tempat

pakaian Sila. Mengambil gawai yang

kusembunyikan selama ini dari mas

Arman, lantas mengetikkan sesuatu di

sana dan mengirimkan chat pada

seseorang.

Satu jam kemudian seorang pria

masuk tanpa permisi-berjalan ke

arahku lalu pria dengan setelan jas

warna hitam itu menyodorkan amplop

berwarna cokelat padaku

Sesuai permintaanmu, ucapnya

datar.

Kuraih amplop yang berisi uang

lembaran berwarna merah itu dari

tangannya.

Aku heran, kenapa kau betah

hidup miskin seperti ini? ia menilai

penampilanku dengan daster dan

kerudung kumel yang kukenakan. D

Bukan urusanmu, jawabku tanpa

menoleh, netraku masih fokus

menghitung jumlah uang dalam

amplop yang kini berada ditangan.

Setelah ini kau harus

menemuinya! beritahunya.

Aku tahu.

Sepertinya kau terluka?

tanyanya hendak menyentuh pipiku.

Namun, Kutepis tangannya itu dengan

amplop.

itu?

Maaf, bukan mahram! tukasku.

Pria tinggi itu tertawa mengejek.

Sejak kapan kau paham akan hal

la bertanya masih dengan

tawanya yang menjengkelkan. Ah, iya,

aku lupa, sejak menikah dengan pria

miskin itu kan?lanjutnya, dengan

sisa-sisa tawanya.

Kutatap wajah pria yang masih

melajang di usianya yang hampir

menginjak kepala empat itu dengan

kesal.

.

.

.

Urusanmu sudah selesai, silakan

pergi! usirku bersedekap.

Baiklah, jangan lupa janjimu.

Datang temui dia!

Aku diam tak menjawab sama

sekali, karena sudah terlalu kesal

dengan pria yang pernah menaruh hati

padaku.

Siapa kau?

.

.

NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin

Ceritadewasa

ceritanovel

mertuamenantu

menantuidaman

istriidaman

selingkuh

foto

fotoai

gambar

text

foryou


Related: Explore more posts

Kisah Menarik Tags:Cerita Basah, Cerita Dewasa, Cerita Panas, Cerita Seru, Kisah Basah, Kisah Seru

Post navigation

Previous Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART7)
Next Post: TERDIAM DALAM TAKDIR (PART5)

Related Posts

JANGAN OM (PART43) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART75) Kisah Menarik
TETANGGA MENGGODA (PART21) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART27) Kisah Menarik
JANGAN OM (PART15) Kisah Menarik
BALADA BESAN DAN MENANTU (PART02) Kisah Menarik

Recent Posts

  • Judul : Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Malam Pertama di Kos-Kosan
  • Judul: Rahasia di Balik Ruang Meeting
  • Judul: “Rahasia di Balik Ruang Meeting”
  • ***ENNY ARROW ***

Recent Comments

No comments to show.

Archives

  • June 2025

Categories

  • Kisah Menarik

Copyright © 2025 LahanBasah.

Powered by PressBook Grid Dark theme