TERDIAM DALAM TAKDIR (PART36)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART36
…CERITADEWASA….
.
.
.
Sila! panggilku pada putri sulung
kami yang kini berusia tujuh tahun.
lya, Umi? Sila menyahut,
sembari berjalan ke arahku.
Aku menyodorkan sepiring buah
mangga padanya, untuk di bawa ke
ruang keluarga, di mana ada mama
dan suamiku tengah bersantai
menikmati liburan di rumah. Kamu
bawa itu, Umi bawa jus sama
camilan.
Usai mengatakan itu, aku
melangkah agak kesusahan karena
kehamilanku telah masuk sembilan
bulan.
Sebenarnya menyuruh pelayan di
rumah ini bisa saja. Namun, aku ingin
terus melayani suamiku dengan
tanganku sendiri, memasak dan
membuat camilan serta menyiapkan
kebutuhan suamiku. Untuk urusan
beres-beres rumah, cuci pakaian dan
yang lainnya baru kuserahkan pada
semua pada pelayan. Lagi pula aku
tidak betah jika harus tiduran terus
tiap hari, yang ada badan sakit semua.
Saat hendak melangkah tiba-tiba
perutku terasa sakit, dan daerah
kewanitaanku terasa basah, seperti
ada cairan yang mengalir di bagian
paha sampai ke bawah.
Aku menjatuhkan nampan yang
berisi jus itu, karena tak tahan dengan
rasa sakit kontraksi saat ini.
Umi! panggil mas Arman yang
melihatku sudah terduduk dilantai.
Mas, sakit, ucapku lirih.
Ada apa ini? Vira!? Mama
datang dan menghampiri kami. Lantas
ia bergegas memanggil sopir untuk
mengantar ke rumah sakit tempatku
periksa kehamilan yang dilakukan
rutin sebulan-sekali.
Di perjalanan aku terus mengaduh
sambil beristigfar. Peluh keringat
membanjiri kening karena menahan
rasa sakit. Kuremas telapak tangan
mas Arnman yang mungkin sudah
memerah.
Sampai di rumah sakit lekas aku
di bawa ke ruang persalinan dengan
mas Arman yang mengekor di
samping brankar yang membawaku.
Gegaman tangannya tak pernah ia
lepaskan sedikit pun dariku.
Aku bersyukur menurut hasil USG,
tidak perlu di operasi. Normal juga
bisa karena kondisi keduanya baik.
Ayo Bu, kuat ya sedikit lagi,
kepala bayinya sudah kelihatan, ucap
dokter wanita bernama Lisa.
Ayo Mi, kamu bisa, ucap mas
Arman sambil mengelap peluhku
menggunakan tisu.
Aku mengenakan sekali lagi
dengan sekuat tenaga dan …Suara
tangisan anak ke tiga kami terdengar
begitu nyaring.
Alhamdulillah, Maysalah,
tabaraklah. Anaknya laki-laki. beritahu
Dokter yang menangani persalinanku.
Alhamdulillah. Mas Arman
mencium keningku.
Setelah di bersihkan akhirnya aku
dapat melihat jagoan kecilku.
Memberikan ASI pertama untuknya.
Keesokan harinya aku sudah di
bolehkan pulang oleh Dokter. Mas
Arman mendorongku yang duduk di
kursi roda, sementara bayiku
digendong oleh mbak Sari.
Semalam ia baru bisa datang
karena urusan kantor yang sekarang
di ambil alih olehnya setelah berpisah
dengan mas Johan. Kakak iparku itu
memilih meninggalkan suaminya
karena ia sudah tak tahan dengan
kelakuan pria tambun itu yang masih
suka main perempuan. Sekarang
Mbak Sari fokus pada orang tua dan
anaknya saja, berjuang untuk
kebahagiaan bapak, ibu dan Della.
Empat puluh menit perjalanan
akhirnya tiba juga di rumah. Aku
sudah tak sabar bertemu dengan dua
buah hatiku yang menantikan
kepulanganku dan adik kecil mereka.
Umi!l’ panggil keduanya
bersamaan. Lantas berlari
memelukku.
Umi, lama banget, ucap Malik.
Aku tersenyum menatapnya, lantas
kucubiti pipi gembulnya itu dengan
gemas.
Maaf ya, Uminya lahirin
dedeknya Malik dulu, Jawabku.
Dedek? katanya. Yang
kuangguki dengan wajah sok serius.
Mana Dedeknya? Malik
menatapku dengan binar bahagia.
Itu digendong bude. Aku
menoleh pada mbak Sari yang berdiri
di belakangku.
Mbak Sari bergerak ke
sampingku. Tubuhnya sedikit
berjongkok memberikan bayi mungil
itu padaku.
Malik tersenyum menatap adik
kecilnya.
Lucu, ocehnya.
lya, lucu, timpalku.
Tapi … Masih ganteng Malik, ya.
Mi? katanya membuat semua orang
yang ada di sini tertawa, tak terkecuali
aku.
Assalamualaikum? Bapak dan
Ibu baru tiba, mereka di jemput Danu
dan Mbak Salma. Ada si cantik Dela
dengan hijab pink-nya.
Waalikummussalam, jawab
kami serempak.
Ibu yang tak sabar langsung saja
mengambil alih menggendong bayiku
dari tangan mbak Sari.
Mayasalah, ganteng banget cucu
nenek. Ibu mengecup pipi gembil
putraku.
Aku tersenyum bahagia menatap
wajah orang tua mas Arman yang
penuh kilatan kebahagiaan.
Udah yuk, kita masuk pegal
berdiri terus. Suara mama
menginterupsi.
Lantas kami semua bergerak
menuju ruang keluarga yang sudah
dipersiapkan oleh para pelayan untuk
menyambut kedatangan keluarga mas
Arman.
Mas Arnman meraih putraku yang
kini telah terlelap usai mendapatkan
ASI dariku. Menempatkannya di Box
bayi hadiah dari Danu dan mbak
Salma.
Awalnya mas Arman tak mau
menggunakannya, dengan alasan
karena itu pemberian Danu. Sungguh
kekanakan suamiku itu jika mulai
kumat cemburunya.
Namun, aku bersih keras
memohon karena lain sisi, Box itu juga
pemberian mbak Salma, jadi tak enak
jika di taruh di gudang.
Akhirnya mas Arman pun
mengizinkannya, tapi dengan satu
syarat, aku tidak boleh mengucapkan
terima kasih pada Danu, cukup pada
kakaknya saja, aku menyetujuinya
dengan perasaan geli, melihatnya
masih sering cemburu pada kakak
iparnya itu. Padahal Danu sudah
memiliki mbak Salma. Walaupun aku
tak tahu bagaimana kehidupan
mereka sebenarnya.
Di depan keluarga keduanya
selalu terlihat mesra, tapi terkadang
aku sering menemukan wajah murung
mbak Salma, entah kenapa. Ingin
menanyakan apakah ia baik-baik saja.
Namun, aku tak berani khawatir terlalu
ikut campur kehidupan.
Hai, kenapa melamun? tanya
Mas Arman yang kini berada di
hadapanku.
Aku tersenyum menatap ayah dari
ke tiga anakku itu dengan perasaan
penuh cinta.
Kenapa senyum-senyum?
tanyanya kembali menyentuh pipiku.
Karena bahagia, jawabku
spontan, bahagia memiliki suami
yang begitu perhatian dan sayang
pada keluarga.
Mas juga bahagia dan sangat
bersyukur memiliki istri yang mau
menerima aku apa adanya.
Hanya itu?
Cantik dan gendut juga,
candanya yang mendapat cubitan
dariku.
Eh, iya, ampun-ampun! serunya
sembari menahan tanganku yang
hendak melayangkan kembali cubitan
hendak melayangkan kembali cubitan
di pinggangnya. Lantas ia menarikku
ke dalam pelukannya.
Meski gendut, tapi kamu tetap
seksi, bisiknya, membuatku pipiku
bersemu merah.
Terima kasih ya Allah, atas segala
karunia dan nikmat yang engkau
berikan pada hamba. Setelah
menghadapi berbagai ujian yang
membuatku hampir menyerah
akhirnya aku sanggup melewati
semuanya dan kini kebahagiaan
menghampiri hidupku, keluarga yang
utuh dan rukun.
Maka nikmat Rob-Mu yang
manakah yang kau dustakan? D
Tamat
Related: Explore more posts