TERDIAM DALAM TAKDIR (PART28)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART28
…Ceritadewasa…
.
.
.
Kamu ngapain, Lis? tanya
seseorang dari belakang.
Ternyata mas Johan, tubuhku
sempat berjingkat kaget. Untung saja
nampan berisi makanan ini tak lepas
dari tanganku.
Hanya ingin mengantarkan
makan buat Mbak Sari, dari siang dia
belum makan. Tanganku
menyodorkan nampan ke
hadapannya. Sebagai bukti apa yang
tengah kulakukan.
Berharap lelaki tukang selngkuh
ini memiliki rasa bersalah pada sang
istri yang sejak kepergiannya
mengurung diri di kamar.
.
.
.
Tapi, sepertinya Mbak Sari
memang tak bisa di ganggu, lanjutku.
Berharap mas Johan
menawarkan diri untuk mengambil alih
nampan dari tanganku dan merayu
mbak Sari untuk makan. Namun,
sepertinya itu hanya harapan kosong,
karena pria tambun di hadapanku ini
mengatup rapat mulutnya. Seolah tak
peduli dengan keadaan istrinya.
Dasar pria kurang peka! Batinku.
Karena tak melihat tanda-tanda
mas Johan akan berinisiatif
mengambil nampan dan merayu mbak
Sari agar mau makan, aku pun
memutuskan untuk beranjak dari
hadapannya menuju dapur.
Menyimpan kembali makanan itu.
..
Sampai di dapur kumasukkan
nasi ke dalam Ricecooker, kemudian
menghangatkan kembali lauk dan
sayur agar tak basi. Siapa tahu nanti
malam mbak Sari mau makan. Terasa
aneh ya, aku seharusnya tak peduli
pada wanita itu, karena
memperlakukan diriku tidak baik, tapi
entah sisi kemanusiaanku tak bisa
tinggal diam melihat masalah di
rumah ini. Terutama melihat ibu yang
terus menangis setelah gagal
membujuk mbak Sari makan.
Namanya orang tua pasti akan
khawatir dan sedih melihat putrinya
seperti itu. Beruntung bapak bisa
menenangkan ibu dengan
nasihat-nasihatnya dan akhirnya
wanita itu pun bisa sedikit tenang.
Usai menyimpan nasi dan
menghangatkan lauk serta sayur
capcay, aku berbalik hendak menuju
kamar menyusul Sila dan mas Arman
yang sudah lebih dulu ke alam mimpi.
Namun, saat berbalik aku terlonjak
kaget. Tubuh tambun mas Johan
menjulang di hadapanku..
.
.
.
A-ada apa, Mas? tanyaku
tergagap masih dengan jantung
berdebar, karena kaget dengan
keberadaan pria itu yang tiba-tiba
muncul di belakangku.
Aku hanya ingin bernegosiasi
denganmu, jawabnya.
Negosiasi? ulangku heran.
Jadi begini, jangan pernah
katakan apa pun mengenai apa yang
telah kau lihat di Restoran waktu itu,
katanya. Jika kau sampai
mengatakannya pada Sari, maka
rahasiamu akan kubongkar, pada
suami dan mertuamu. Dan aku yakin
pasti Arman akan kecewa jika tahu
kebenaran siapa kau sebenarnya,
jelasnya.
Sekarang aku mengerti ke mana
arah pembicaraannya, sepertinya ia
bukan mengajakku bernegosiasi, lebih
tepatnya mengancam.
Bukannya takut justru aku ingin
tertawa, jika saja tak peduli dengan
kesopanan. Walau bagaimanapun
mas Johan adalah kakak ipar, orang
yang aku hormati di keluarga ini.
Dengar ya, Mas. Aku sama sekali
tidak pernah mau ikut campur urusan
kalian, dan aku tak pernah berminat!
tekanku. Dan aku sarankan
bertobatlah sebelum rumah tangga
kalian hancur. Karena perselngkuhan
itu dosa hanya akan membawamu
pada dosa perznaan. Aku membalas
perkataannya dengan menekan kata
zna, berharap agar ia sadar akan
kesalahannya.
Baiklah, terserah kau mau bicara
apa, sekarang bagiku kau tetap jaga
rahasia i_
Rahasia apa? sela mbak Sari
yang tiba-tiba muncul dari arah pintu
dapur, lebih Aku dan mas Johan
menoleh pada sosoknya yang berdiri
dengan wajah siap menrkam
mngsanya.
.
.
.
Katakan! Rahasia apa yang
kalian sembunyikan dariku, apa
jangan-jangan kalian berselingkuh
juga. Heh?! teriaknya, lantas ia
menyerang mas Johan begitu saja.
Tangan mbak Sari terus memukuli
mas Johan dengan ganas, tanpa mau
mendengarkan penjelasan dari
suaminya itu.
Menyaksikan apa yang dilakukan
mbak Sari terhadap suaminya, aku
merasa tak tega dan berusaha
melerai, dengan menahan lengannya
yang hendak kembali memukul kepala
mas Johan dengan tangan gempalnya
itu. Namun, wanita beringas itu malah
balik menyerangku dengan membabi
buta. la mendorongku kasar hingga
perutku membentur ujung meja.
..
Aku terkulai di lantai merasai
sakit yang begitu hebat di bagian
perut. Tanpa perasaan ia terus
mengumpat kasar padaku yang
tengah mengaduh kesakitan.
Mataku terbelalak saat cairan
warna merah mulai menetes di kaki
dan mengalir ke lantai.
Darah, gumamku.
Setelah itu pandanganku pun
perlahan memburam. Aku tak lagi bisa
mendengar apa yang terus wanita itu
lontarkan padaku. Kepalaku sangat
berat dan kegelapan menyerang
kesadaranku.
.
.
Aku membuka mata perlahan.
Menatap sekeliling ruangan bernuansa
putih dengan khas bau obat. Tak ada
siapa-siapa di sini.
Aku meringis kala merasakan
kram diarea prut, saat hendak
mengubah posisi.
Aku mengingatkan kembali apa
yang sebelumnya terjadi. Kusibak
selimut khas rumah sakit kasar hingga
terjatuh ke lantai, perlahan kurba
perut rataku.
Jantungku mencelus, saat kurasa
tak ada lagi kehidupan di sana. Walau
usia kandunganku masih terbilang
sangat kecil, tapi aku bisa merasakan
jnin di sana yang sekarang
benar-benar tidak ada.
Setetes bulir bening meluncur dan
perlahan semakin deras, aku tergugu
menangisi apa yang telah terjadi pada
janinku.
Pintu terbuka, mas Arman masuk
lantas menghampiriku dengan raut
khawatir. la mendekat dan memluk
tbuhku erat..
la terus mendekap tubuh ini yang
masih terguncang menangisi
kenyataan yang ada.
.
.
Minum dulu. Mas Arman
menyodorkan segelas air putih,
setelah melihatku mulai tenang.
Kuraih gelas berisi air putih dan
sedotan dari tangannya, lantas
meminumnya perlahan.
Mau makan? tanyanya.
Tangannya menyodorkan makanan
yang di sediakan pihak rumah sakit.
Aku menggelengkan kepala,
seraya menolak karena tak ada selera
sama sekali. Aku Kembali
merebahkan diri usai mengembalikan
gelas pada suamiku.
Memejamkan mata mencoba
menghilangkan rasa sedih dan sakit
dalam dada karena kehilangan buah
hatiku yang belum sempat menatap
dunia.
Entah harus menyalahkan siapa,
ingatanku kembali pada kejadian
semalam di mana mbak Sari
menyerangku dengan beringas.
Hingga aku tersungkur menabrak
meja. Dan aku harus kehilangan
janinku.
Kembali aku menangis dengan
mata terpejam. Terasa usapan tangan
hangat mas Arman memblai ppiku.
..
Setiap yang bernyawa pasti akan
mati, jadi sabar dan ikhlaslah karena
memang ini sudah takdir dari-Nya,
kata mas Arman memberiku
semangat agar bisa lebih berlapang
dada menerima semua ini.
Aku membuka mata dan
menatapnya yang masih duduk di tepi
ranjang rumah sakit tempatku
berbaring saat ini. Tangannya.
bergerak menyelimuti tubuhku hingga
pinggang.
..
Maaf, aku tidak bisa menjaga
dengan baik anak kita, lirihku, dengan
mata yang kembali menganak sungai.
Terdengar helaan napas lembut
dari mlut suamiku. Lantas ia
tersenyum menatapku-tangannya
terulur mengusap kepalaku yang
tertutup kerudung instan.
..
Sudahlah, tak ada yang perlu di
salahkan. Karena ini telah menjadi
ketentuannya, dan kita hanya bisa
menerimanya dengan ikhlas,
ungkapnya, lantas ia bergerak
mencium keningku dengan lembut.
Tidurlah kembali, nanti sore ibu
dan bapak akan datang menjenguk.
Tidurlah kembali, nanti sore ibu
dan bapak akan datang menjenguk.
Aku mengangguk mengiyakan
ucapannya. Sentuhan lembut tangan
mas Arman yang nyaman dan
menenangkan membuatku kembali
tertdur.
.
.
NoteL..i..k..e.mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts