TERDIAM DALAM TAKDIR (PART21)
Isi Postingan:
TERDIAM DALAM TAKDIR PART21
…Ceritadewasa…
.
..
…
….
Pagi pun menjelang, kami semua
berdiri di pekarangan rumah,
mengantar pasangan pengantin baru
itu menuju mobil yang terparkir di
depan rumah sejak kemarin, kecuali
mbak Sari dan Mas Johan yang tak
ada, tadi pagipagi sekali keduanya
telah pergi yang entah ke mana.
Kembali mbak Salma memeluk
ibu mertuaku lalu terisak. Entah sudah
ke berapa kalinya ia melakukan hal itu
padaku dan kedua orang tuannya.
Terlihat bapak memeluk Danu dan
berpesan agar ia menjaga putrinya
dengan baik, hanya mas Arman yang
sedari kemarin wajahnya selalu
masam jika berhadapan dengan kakak
iparnya itu
.
.
.
Sudah-sudah, kalau pelukan
terus, kapan berangkatnya, ucap ibu,
sembari mengurai pelukan putri
angkatnya itu, lantas kedua tangannya
menangkup wajah cantik mbak Salma
dan mencium lembut keningnya.
Salma pergi, ya, Bu. Semuanya.
Mbak Salma berkata sembari
mengelap bekas air mata. Kami
berempat menatap kepergiannya
dengan tangis bahagia. Tak
menyangka mbak Salma ternyata
jodohnya Danu. Semoga keluarga
barunya itu dapat menerima kakak
iparku itu dengan baik.
Usai kepergian mbak Salma dan
Danu, deringan gawai mas Arman
terdengar nyaring, lantas ia
mengangkatnya.
Apa! teriak mas Arman
mengagetkan, kami yang sedari tadi
diam memperhatikannya yang sedang
menjawab telepon.
Innalillahi, bagaimnana itu bisa
terjadi, pak?
Baiklah, kalau begitu saya dan
istri segera pulang. tutupnya, lantas
tangannya memasukkan Handphone
ke dalam kantong celana bahannya.
.
.
.
Lis, rumah kita kebakaran.
Apa, Mas. Kebakaran? ulangku,
berita itu benar-benar membuatku
syok seketika. Rumah peninggalan
orang tuaku kebakaran, aku berharap
jika ini hanyalah sebuah mimpi.
lya, subuh tadi dan para warga
sedang mencoba memadamkan
apinya. Kembali mas Arman
membenarkan ucapannya. Hal itu
tentu saja membuat hatiku semakin
sedih dan pilu.
Aku sudah kehilangan bapak dan
ibu, dan kini harus kehilangan
peninggalan mereka satu-satunya. Tak
ada lagi yang bisa kukenang dari
mereka.
.
.
.
Sedari tadi ibu terus
memotivasiku dengan perkataan
bijaknya. Tangannya keriputnya tak
henti-henti mengelus punggung
bergetarku.
Yang sabar, Lis, semua sudah
terjadi atas kehendak Allah.
Kamu belum pulang? tanya
mbak Sari tiba-tiba, kakak iparku itu
berdiri di ambang pintu, dengan
beberapa paper bag di tangannya.
Sepertinya ia habis belanja.
Rumah Lilis kebakaran
semalam, jawab ibu mertuaku.
Mendengar apa yang di katakan
ibu, mbak Sari bertepuk tangan lalu
tertawa girang. Entah apa yang ada di
otaknya itu, begitu bahagia melihat
orang lain sengsara.
.
.
.
Ibu menegur mbak Sari, lantas
memberitahu pada anak tertuanya itu
jika aku dan mas Arman sementara
akan tinggal di sini. Namun, perkataan
ibu itu mendapat penolakan dari sang
anak.
Tidak! Aku tidak mau wanita
miskin ini tinggal di rumahku,
tolaknya sambil menuding ke arahku.
Sari, kamu enggak boleh
ngomong gitu! tegur wanita baik hati
sampingku yang tak ia perdulikan.
Mereka hanya akan jadi benalu di
rumah ini, numpangmakan dan tidur
enak! sungutnya.
Cukup! teriakku. Kau pikir aku
mau tinggal di sini satu atap dengan
orang mata duitan sepertimu? Tidak.
Tidak sama sekali, lebih baik aku
tinggal di jalanan, dibandingkan harus
seatap denganmu! marahku dengan
napas naik turun karena emosi.
.
.
.
.
Berani kamu sama yang lebih
tua, heh! Baiklah kalau begitu angkat
kakimu dari rumah ini sekarang juga!
teriaknya membahana.
Oke, ak akan pergi! tekanku.
Lalu berpamitan pada ibu yang
menangis karena tak mau aku pergi
dari rumah ini.
Ibu mencoba menahanku, tapi
keputusanku sudah bulat untuk pergi
dari dari rumahnya. Aku tak mau terus
di hina jika tinggal di rumah itu.
Aku keluar dan meraih Sila yang
sedang asyik bermain boneka
bersama Dela.
Saat kakiku hendak melangkah,
suara ibu terdengar lirih memanggilku..
.
.
NoteL..i..k..e.mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts