JANGAN OM (PART8)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART8
…Ceritadewasa…
.
.
.
Saat kesadarannya mulai
pulih, Kinan membuka mata
dan mendapati dirinya berada di
sebuah kamar yang asing.
Jantungnya berdegup lebih
cepat saat dia mencoba
mengingat apa yang terjadi.
Samar-samar dia terbayang
sedang berada di warung tante
Erni, sedang sibuk menyusun
barang dagangan. Namun,
momen itu dengan cepat
berubah seseorang tiba-tiba
menariknya dari belakang,
memaksanya masuk ke dalam
mobil, dan semuanya menjadi
gelap.
….
Kinan menatap sekeliling.
Ini bukan kamar apartemen
milik Aryo, dan bukan pula
kamar kos Sally atau Fuji.
Dindingnya dihiasi dengan cat
krem dan aroma khas lavender
menguar di seluruh penjuru
ruangan. Perasaan takut
bercampur bingung
menguasainya, mengerucut
pada satu pertanyaan siapa
yang menculiknya? Apakah ini
perbuatan anak buah Madam
Sonia, atau malah anak buah
Aryo?
Pikirannya terhenti ketika
pintu kamar itu terbuka. Sosok
yang masuk membuat dadanya
berdenyut semakin keras. Aryo
muncul dengan senyum sinis di
bibirnya, tatapannya tajam dan
dingin, berbeda jauh dari sikap
ramah yang biasanya dia
tunjukkan.
….
Kau sudah bangun?
tanyanya, nadanya tidak
selembut yang biasa Kinan
dengar.
Kinan merasakan hawa
dingin menjalari punggungnya.
Om Aryo…. kenapa aku ada di
sini? tanyanya, berusaha
menenangkan suara
gemetarnya.
Arya mengangkat satu alis,
mengabaikan pertanyaannya
seolah itu tidak penting. Dia
lebih tertarik pada panggilan
Kinan padanya Om? tanya
tanya Aryo keheranan. Kau
berani memanggil suamimu
dengan sebutan Om? Kau belum
lupa kan Kinan kalau kau sudah
sah menjadi istriku!! Ucap Aryo
menegaskan.
Cuiihh…aku tidak sudi jadi
istrimu Om, kau sudah tua!!!
Kau berharap Aku
memanggilmu Mas??? Jangan
mimpi, Kau itu sudah tua
cocoknya aku panggil Om.
Ucap Kinan memandang Aryo
dengan sinis. Ha..ha..ha.. aku
tidak peduli apa yang kau
katakan Kinan. Yang jelas kau
adalah istriku, dan kau adalah
tawananku sekarang. Jadi
jangan pernah berharap untuk
kabur lagi dariku, atau kau akan
menerima akibatnya.
Aryo pun menatap Kinan
dengan Tatapan yang tajam.
Kemudian dia melanjutkan
perkataannya, Tenang saja, kau
akan aman di sini… selama kau
menurut, jawabnya sambil
berjalan mendekat.
…
Kinan menelan ludah,
menyadari situasinya menjadi
lebih buruk daripada yang dia
bayangkan.
Aryo melangkah mendekat,
matanya yang gelap berkilat
penuh amarah. Kinan bisa
merasakan hawa ancaman yang
menguar dari tubuhnya,
membuat perasaannya semakin
waspada.
Aku sudah berusaha
berbuat baik padamu, Aryo
berkata, nadanya dingin. Tapi
kau malah mencoba kabur. Jadi
jangan salahkan aku kalau
sekarang aku harus berbuat
kasar… dan memaksamu.
Kinan merasakan panas
marah membakar dadanya. Dia
menatap Aryo tajam, tidak
terima diperlakukan seperti ini.
Dengan gerakan cepat, dia
mencoba memberontak,
tangannya terkepal saat dia
mengayunkannya ke arah Aryo.
Namun, Aryo sudah siap. Dia
menangkap pergelangan tangan
Kinan dengan cekatan, senyum
sinisnya semakin lebar.
Jangan membuang
tenagamu sia-sia, bisiknya
dengan nada mengejek.
Namun Kinan terus
memberontak dan memaki
Aryo,
Lepaskan aku brengsek!!
Aku mau pergi, aku tidak mau di
sini denganmu.
….
Dengan gerakan yang cepat,
Aryo menarik dasi yang
tergantung di lehernya dan
mengikat tangan Kinan dengan
kuat. Kinan berusaha
melepaskan diri, namun ikatan
itu terlalu kuat, membatasi
gerakannya. Napasnya
memburu, matanya menatap
Aryo dengan penuh emosi yang
bercampur antara kemarahan
dan ketidakberdayaan. Aryo
kemudian mengambil rantai
borgol dari laci meja dan
memborgol kedua tangan Kinan
pada besi ranjang yang berada di
belakangnya.
…
Aku tidak akan menyerah
begitu saja, Aryo, desis Kinan
dengan nada tajam, meskipun
suaranya sedikit bergetar.
Aryo hanya tersenyum tipis,
seolah-olah itu semua hanyalah
permainan baginya. Dengan
satu gerakan tegas, Aryo
mendorong Kinan, membuat
tbuhnya terdorong ke kasur.
Kinan meringis, namun
kemarahannya lebih kuat
daripada rasa sakit yang ia
rasakan. Sebelum dia sempat
mengumpulkan tenaga untuk
melawan, Aryo sudah mendekat
lagi dan dengan cepat merih
baju Kinan, mencoba
menriknya dengan kuat.
Kinan menjerit, berusaha
mernta, tapi tngannya terkat
dan kedua kkinya dijpit oleh
Aryo. Dengan penuh kebencian,
dia berteriak sambil
mengeluarkan sumpah serapah
pada Aryo, matanya
menatapnya dengan kemarahan
yang membara. Kau akan
menyesali ini, Aryo! Kau tidak
akan pernah mematahkan
kehormatanku, tidak peduli apa
pun yang kau lakukan!
teriaknya dengan tegas,
meskipun suaranya bergetar.
Namun, Aryo hanya
tertawa dingin, seolah
menikmati penderitaan Kinan.
Dia tidak terpengaruh oleh kata-
kata Kinan. Aryo menatap
Kinan dengan tatapan tajam
yang penuh peringatan, lalu
mendekatkan wajahnya. Lebih
baik kau diam dan menurut
kalau tidak ingin hidupmu
makin sengsara, ancamnya,
suaranya rendah tapi penuh
ancaman.
…
Namun, Kinan tidak gentar.
Kemarahan yang selama ini ia
pendam terhadap Aryo kini
memuncak. Dia menatap Aryo
dengan penuh kebencian, lalu
dengan segenap keberanian, dia
meludhi wajahnya. Tangan
dan kakinya memang tidak bisa
digerakkan, tetapi semangatnya
masih membara. Aku tidak
sudi menjadi budakmu, Tuan
Aryo yang terhormat! ucapnya
dengan nada sinis, matanya
menyala penuh perlawanan.
Aryo terdiam sejenak,
terkejut oleh tindakan berani
Kinan. Dia mengusap wajahnya
dengan kasar. Wajahnya
mengeras, dan senyumnya yang
dingin memudar. Baiklah,
kalau itu yang kau pilih,
gumamnya sambil menyeka
ludah dari wajahnya, nada
suaranya kini penuh
kemarahan. Kau akan
menyesal telah menantangku,
Kinan.
…
Aryo mendekati Kinan
dengan gerak yang tegas,
membuka selruh kain yang
menutupi bdan Kinan
menyisakan dalmannya saja.
Sementara Kinan yang terikat
hanya bisa menatap dengan
mata berkaca-kaca, penuh
ketakutan. Air mata perlahan
mengalir di pipinya,
mencerminkan rasa takut dan
ketidakberdayaan yang
mendalam. Dalam hening, suara
lirihnya terdengar memohon,
berharap Aryo akan
menghentikan segala
tindakannya.
…
Namun, tiba-tiba Aryo
berhenti. Matanya menangkap
sesuatu yang membuatnya
tampak ragu, Kinan sedang
datang bulan. Setelah
menyadari situasi yang tidak
memungkinkan, dia
melepaskan pegangannya
dengan wajah masam, menahan
kekesalan yang tampak jelas.
Tanpa sepatah kata, Aryo
berdiri dan berjalan ke arah
pintu, membantingnya dengan
keras saat dia meninggalkan
kamar, meninggalkan Kinan
dalam keadaan ketakutan dan
terpuruk.
Kinan masih terisak di
kamarnya, hatinya remuk dan
tubuhnya terasa lelah. Dia
meratapi nasibnya yang lagi-lagi
harus terjebak dalam kendali
Aryo, tak berdaya melawan
permainan keji yang seolah tak
ada habisnya. Perasaan marah
dan putus asa bercampur
menjadi satu, membuat air
matanya tak henti mengalir.
Sementara itu, di luar
kamar, Aryo berdiri dengan
wajah dingin, lalu memanggil
Mbok Sumi-pembantunya
yang sudah lama bekerja di
rumah itu. Begitu Mbok Sumi
datang, Aryo menatapnya
dengan tatapan penuh perintah.
….
Aku akan pergi mbok, ucap
Aryo datar. Tolong urus Kinan.
Beri dia makan, tapi kalau dia
menolak atau berontak, biarkan
saja. Jangan diberi makan, biar
dia belajar sedikit menghargai
sesuatu.
Mbok Sumi tampak ragu,
tatapannya menyiratkan
simpati yang diam-diam ia
rasakan untuk Kinan. Namun,
ia hanya bisa mengangguk
patuh pada perintah
majikannya, meskipun batinnya
bergolak. Setelah Aryo pergi,
Mbok Sumi menatap pintu
kamar Kinan dengan perasaan
tidak tega, bingung harus
berbuat apa di tengah situasi
yang rumit ini.
Mbok Sumi membuka pintu
kamar dengan hati-hati, dan
pemandangan di depannya
membuat hatinya terasa hancur.
Di sana, Kinan terbaring
dengan pakaian yang
berantakan tbuhnya gemetar
karena menangis. Tangan dan
kakinya trikat, menunjukkan
betapa buruknya perlakuan
yang baru saja ia alami.
Dengan perasaan penuh iba,
Mbok Sumi mendekati Kinan
dan duduk disamping Kinan.
Tanpa berkata apa-apa, ia
mulai melepaskan ikatan di
pergelangan tangan dan kaki
Kinan dengan lembut, berusaha
agar
tidak menambah rasa sakit
yang mungkin masih terasa.
Begitu ikatan itu terlepas, Kinan
langsung merosot, terisak di
pelukan Mbok Sumi.
…
Mbok… tolong aku…,
Kinan berbisik lemah, air mata
masih mengalir deras di pipinya.
Mbok Sumi memeluk Kinan
erat, tangannya mengusap-usap
punggungnya dengan lembut.
Dia pun ikut menangis, tergerak
oleh penderitaan yang dialami
gadis muda itu. Sabar, Nak…
Mbok ada di sini. Kamu tidak
sendirian, ucapnya dengan
suara bergetar, berusaha
menenangkan Kinan. Di dalam
hatinya, Mbok Sumi hanya bisa
berharap ada jalan keluar dari
penderitaan ini, baik untuk
Kinan maupun untuk dirinya
yang juga terjebak dalam situasi
yang sulit.
Mbok Sumi dengan penuh
kesabaran membantu Kinan
merapikan kembali pakaiannya,
menutupi tubuhnya yang masih
bergetar akibat rasa takut dan
trauma yang baru saja dialami.
Setelah memastikan Kinan lebih
tenang, Mbok Sumi beranjak
keluar dan kembali dengan
membawa sepiring makanan
untuk kinan. Dia menaruhnya
di meja samping tempat tdur,
lalu duduk di sebelah Kinan.
….
Ayo, Nak, makanlah
sedikit. Kau butuh tenaga,
bujuk Mbok Sumi dengan
lembut, matanya menyiratkan
kekhawatiran yang mendalam.
Namun, Kinan menggeleng
pelan, masih terbayang rasa
sakit dan ketidakadilan yang ia
rasakan. Aku tidak mau mbok,
aku nggak mau makan. Biarin
aku mti mbok, percuma aku
hidup, kalau hanya dijadikan
budak nafsu oleh tua bangka itu
ucapnya lemah.
Mbok Sumi menggenggam
tangan Kinan dengan lembut.
Nak, dengar Mbok baik-baik,
katanya pelan namun tegas.
Kalau kau ingin keluar dari sini,
kau harus kuat. Kau perlu
tenaga untuk memikirkan cara
untuk kabur. Disini terdapat
banyak penjaga, kamu harus
mencari celah agar bisa kabur
dari sini Nduk. Mbok akan
membantumu sebisanya. Mbok
Sumi mencoba menenangkan
Kinan. Walaupun dia sendiri
ragu, kalau Kinan bisa keluar
dari sini dengan mudah.
Kinan menatap Mbok Sumi
dengan mata yang mulai
bersinar sedikit, menemukan
secercah harapan dalam
kata-kata tulus itu. Dengan
napas yang berat, dia akhirnya
mengangguk dan mulai
mengambil suapan demi suapan
makanan yang diberikan Mbok
Sumi. Meski masih tersisa
ketakutan dan kesedihan di
hatinya, ada sedikit keberanian
yang perlahan muncul kembali,
berkat dukungan Mbok Sumi.
….
Setelah Kinan selesai
makan, Mbok Sumi menatapnya
dengan sorot mata penuh
perhatian, seolah ada hal
penting yang ingin disampaikan.
Dengan suara rendah dan
hati-hati, Mbok Sumi mulai
berbicara, Nak, Mbok tahu
betul bagaimana watak Tuan
Aryo itu. Dia keras, dan dia tidak
segan menyakiti siapa pun yang
berani melawannya atau tidak
menurut padanya. Kalau kau
menuruti keinginannya,
mungkin dia akan lebih lunak
dan mau menuruti
permintaanmu. Tapi… Mbok
tahu, Nak, kau tidak mau
hidupmu diatur olehnya,
apalagi kalau sampai harus
dipaksa mengandung anaknya.
Tapi untuk kebaikanmu, tolong
jangan terlalu membantah
padanya kinan. Mbok tidak mau
terjadi apa-apa padamu, kamu
sudah Mbok anggap, sebagai
cucu Mbok sendiri.
….
Kinan menunduk,
rahangnya mengeras, hatinya
terisi keteguhan untuk tidak
menyerah pada keinginan Aryo.
Walau ucapan Mbok Sumi
memang benar adanya, tapi ia
tetap tidak ingin terjebak dalam
permainan Aryo, meskipun
risiko yang harus dihadapinya
besar. Mbok Sumi menghela
napas, lalu melanjutkan, Mbok
hanya ingin kau berhati-hati,
Nak. Jangan melawannya
terlalu keras. Kalau kau tidak
hati-hati, dia bisa menjadi lebih
kejam, dan Mbok takut kau akan
semakin menderita.
Kinan mengangguk pelan,
meski hatinya bergolak. Pesan
Mbok Sumi jelas terasa, dan ia
tahu bahwa meskipun ia tak
ingin tunduk pada Aryo, ia perlu
cerdas dan berhati-hati dalam
menghadapi pria itu. Ia tidak
akan membiarkan Aryo
mengendalikan hidupnya,
namun kini ia tahu bahwa
langkahnya harus penuh
perhitungan.
NoteL..i..k..e..mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts