JANGAN OM (PART53)
Isi Postingan:
JANGAN OM PART53
…
..
.
Pikiran Siska kalut, baik
saat bekerja maupun di rumah.
Tidak ada yang bisa
membuatnya fokus karena
hatinya masih terbelenggu oleh
ucapan Aryo. Kata-kata
suaminya tentang keinginan
untuk bercerai terus bergema di
kepalanya, membuat Siska
gelisah tanpa henti. Di dalam
kamarnya, ia berjalan
mondar-mandir, berusaha
mencari cara agar Aryo
mengurungkan niatnya.
Namun, semua terasa
sia-sia. Pikirannya terlalu kacau
untuk menemukan solusi.
Saat itulah ponselnya
berdering. Nama Niko muncul
di layar. Siska menatap layar itu
ragu-ragu sebelum akhirnya
mengangkatnya dengan nada
datar.
Halo, sapanya singkat.
Halo, Tante. Bagaimana
kabarmu? tanya Niko,
terdengar ceria seperti biasa.
Siska menghela napas
panjang. Aku sedang sibuk,
Niko. Jangan hubungi aku dulu,
jawabnya tegas.
Niko malah tertawa kecil di
seberang sana. Ada apa, Tante?
Apa Tante ada masalah? Tidak
biasanya Tante seperti ini, ketus
padaku.
Siska terdiam. Pertanyaan
Niko membuatnya semakin
sadar bahwa ia mungkin
memang butuh seseorang untuk
mendengarkan. Setelah hening
sejenak, ia memutuskan untuk
bertemu Niko.
Kita ketemuan saja, ujar
Siska akhirnya. Seperti biasa, di
hotel Zero.
Niko terdengar terkejut,
tetapi tidak banyak bertanya.
Baiklah, aku akan segera
berangkat sekarang, jawabnya,
terdengar antusias.
Telepon pun terputus. Siska
kembali duduk di tepi
ranjangnya, menatap kosong ke
arah dinding. Ia berharap,
setidaknya, bertemu dengan
Niko bisa sedikit mengurangi
beban di pikirannya.
Sepertinya aku memang butuh
sentuhan Niko,
Setelah itu, Siska segera
bergegas mandi dan berdandan.
Dia memilih gaun sederhana
namun anggun,
menyemprotkan parfum
favoritnya, lalu bersiap menuju
Hotel Bintang 5. Tempat itu
sudah menjadi lokasi rutin
pertemuan mereka selama
beberapa bulan terakhir.
Setibanya di hotel, Siska
langsung menuju resepsionis.
Petugas di sana, yang sudah
hafal dengan dirinya, dengan
cepat menyelesaikan proses
check-in tanpa banyak
pertanyaan. Setelah menerima
kunci kamar, Siska melangkah
menuju lift dengan santai,
namun langkahnya terhenti
ketika merasakan seseorang
menepuk pundaknya dari
belakang.
Siska menoleh, dan di
hadapannya berdiri Niko,
tersenyum ramah seperti biasa.
Kamu sudah lama datang?
tanyanya.
Belum, Tante. Aku juga
baru sampai, paling lima menit
yang lalu, jawab Niko,
senyumnya tak berkurang
sedikit pun.
Mereka naik lift bersama
menuju kamar yang telah
dipesan. Sesampainya di sana,
Siska meletakkan tasnya di atas
meja kecil di sudut ruangan, lalu
duduk di tepi ranjang. Niko
mengikuti, mendekatinya
perlahan, kemudian duduk di
sampingnya. Dia mengulurkan
tangan, membelai pipi Siska
dengan lembut.
Kamu kenapa? tanya
Niko, suaranya penuh
perhatian. Kelihatannya
seperti sedang ada masalah.
Kalau ada yang ingin
diceritakan, aku siap
mendengarkan. Mungkin aku
bisa membantu.
Siska memandangnya tanpa
berkata-kata. Matanya sedikit
berkabut, namun bibirnya tetap
terkunci. Tanpa peringatan, dia
meraih tengkuk Niko,
menariknya mendekat, lalu
menciumnnya dengan lembut.
Ciuman itu berlangsung
beberapa detik sebelum Siska
melepasnya perlahan.
Jangan panggil aku ‘Tante’
terus, ucapnya sambil menatap
Niko dengan tajam namun
lembut. Kesannya aku tua
sekali. Panggil saja aku Siska.
Niko tersenyum kecil dan
mengangguk. Baik, Siska,
jawabnya, suaranya terdengar
lebih santai.
Siska pun berdiri, tanpa
aba- aba dia mulai melepas
pakaiannya satu per satu tanpa
mengalihkan pandangan dari
Niko. Gaun dan juga dalamanya
jatuh ke lantai, memperlihatkan
tubuhnya yang selalu membuat
Niko terpesona. Dia naik ke
ranjang, membiarkan cahaya
lampu kamar menerangi
siluetnya.
Niko menelan ludah,
menahan keterkejutannya yang
sudah berkali-kali muncul
setiap mereka bertemu seperti
ini. Namun, meskipun terbiasa,
pesona Siska tetap saja
membuatnya kehilangan
kata-kata.
Siska membuka pahanya
dan berkata, Kemarilah,
lepaskan pakaianmu dan
lakukan tugasmu. Aku butuh
pelepasan sekarang juga.
Tanpa menunggu lama,
Niko bergegas melepas
pakaiannya dan merangkak
menuju kasur.Niko lalu
mengahadapkan wajahnya di
lembah Siska dan mulai
menjilatnya. Siska menggelijang
nikmat saat bibir dan lidah Niko
menyentuh miliknya.
Lakukan Niko,aku sudah
tidak kuat menahannya.desis
Siska.
Niko tersenyum, dia sangat
menyukai keagresifan dan
tingginya gairah Siska. Tentu
Sayang….aku akan membuatmu
lemas hari ini.
Mereka pun menikmati
sentuhan demi sentuhan panas
itu. Desahan dan teriakan kecil
memnuhi ruangan itu, yang
membuat suasana menjadi
semakin panas, bagi dua insan
yang sedang bergumul diatas
kasur tersebut.
Di atas ranjang, Niko
memeluk Siska yang masih
terengah, kelelahan setelabh
momen intim mereka beberapa
menit lalu. Suasana kamar hotel
yang remang-remang terasa
begitu hening, keduanya hanya
diam masih menikamati
sisa-sisa percintaan tadi.
Niko menyandarkan
kepalanya di bantal dan
memandang Siska. Apa
masalahmu kali ini? Sepertinya
sangat serius, tanyanya
hati-hati.
Siska membalikkan badan,
menatap Niko dengan mata
yang menyiratkan kelelahan
emosional. la membelai wajah
pria itu perlahan sebelum
menjawab, Suamiku ingin
menceraikanku.
Niko terbelalak kaget. Apa?
Kenapa bisa? Bagaimana Pak
Aryo bisa berpikir seperti itu?
Kamu ini wanita yang
sempurna, Siska. Cantik,
tubuhmu luar biasa, karirmu
pun cemerlang.
Siska menghela nmapas
panjang, lalu melanjutkan
dengan nada getir, Dia lebih
memilih istri barunya, Kinan.
Aryo ingin menceraikanku
karena Kinan sedang hamil,
sementara aku… aku tidak bisa
memberikan keturunan
untuknya.
Niko mendengarkan dengan
raut wajah yang berubah
masam. Amarahnya tersulut,
meski dalam hati ia tersenyum
licik. Bagaimana Pak Aryo bisa
sejahat itu padamu? Siska, kamu
tidak boleh membiarkan ini
terjadi. Kamu harus
mempertahankan
pernikahanmu. Jika kalian
bercerai, itu bisa merusak nama
baikmu dan citramu sebagai
model terkenal, ujarnya, seolah
tulus memberi nasihat.
Namun, di balik kata-kata
manis itu, NikO
menyembunyikan rencana
pribadinya. la telah lama
mengincar Kinan, dan jika Aryo
bercerai dengan Siska, Niko
tahu peluangnya untuk
mendekati wanita itu akan
semakin kecil.
Siska, yang tidalk
memahami niat tersembunyi
Niko, berpura-pura sedih. Aku
tahu itu, Niko. Tapi Aryo orang
yang keras kepala. Begitu dia
membuat keputusan, sangat
sulit untuk mengubahnya.
Niko terdiam sejenak,
berpikir. Jadi, apakah kamu
membutuhkan bantuanku?
tanyanya akhirnya. Lalu Siska
bangkit dari ranjang, berjalan
menuju kulkas kecil di sudut
kamar, lalu mengambil sebotol
air dingin.
Siska tersenyum samar,
mengamati pria itu. Sepertinya
memang saatnya aku
menjalankan rencanaku,
gumamnya, lebih kepada
dirinya sendiri.
Niko kembali ke tempat
tidur, duduk di samping Siska
dengan alis terangkat.
Maksudmu apa, Siska? Apa yang
harus aku lakukan? tanyanya,
penasaran.
Siska mendekatinya,
menatapnya dalam-dalam,
Kamu harus menghancurkan
Kinan. Hancurkan nama
baiknya, reputasinya,
semuanya. Buat dia terpuruk
hingga tidak ada jalan keluar.
Dengan begitu, alku bisa
membalaskan sakit hatiku pada
Aryo.
Niko tersenyum kecil,
menyadari kesempatan emas di
depan matanya. Ia mengangguk
pelan. Baiklah. Aku akan
membantumu menjalankan
rencana ini, jawalbnya mantap.
Niko lalu menatap lekat
kearah Siska dengan rasa ingin
tahu yang masih tersisa. Lalu,
kamu sendiri, apa yang akan
kamu lakukan? tanyanya.
Siska menghela napas
panjang sebelum menjawab.
Aku akan mencari cara untuk
mempertahankan
pernikahanku. Bagaimanapun
juga, aku harus bisa membuat
Aryo membatalkan
keputusannya untuk
menceraikanku. Apa pun
caranya, ucapnya penuh tekad.
Lalu Niko tersenyum tipis
dan mengangguk. Baiklah.
Kalau kau membutuhkan
bantuanku, katakan saja. Di
mana pun dan kapan pun, aku
akan selalu siap mnembantumu,
Siska, ucapnya dengan nada
yang terdengar tulus.
la mendekati Siska
perlahan, dan tanpa berkata
apa-apa lagi, mengecup
punggung wanita itu dengan
lembut. Sentuhan itu membuat
tubuh Siska bereaksi spontan.
Sebuah keheningan yang sarat
dengan ketegangan pun
menyelimuti mereka, seolah
kata-kata tidak lagi diperlukan.
Siska menoleh, tatapan
matanya bertemu dengan Niko.
Dalam keremangan cahaya
kamar, mereka seolah
menemukan pelarian dari
kenyataan yang begitu
la mendekati Siska
perlahan, dan tanpa berkata
apa-apa lagi, mengecup
punggung wanita itu dengan
lembut. Sentuhan itu membuat
tubuh Siska bereaksi spontan.
Sebuah keheningan yang sarat
dengan ketegangan pun
menyelimuti mereka, seolah
kata-kata tidak lagi diperlukan.
Siska menoleh, tatapan
matanya bertemu dengan Niko.
Dalam keremangan cahaya
kamar, mereka seolah
menemukan pelarian dari
kenyataan yang begitu
menyesakkan. Tanpa berkata
apa-apa lagi, mereka
membiarkan emosi mereka
menguasai, kembali tenggelam
dalam hasrat yang sebelumnya
sempat mereda.
Keesokan paginya, Siska
sudah bersiap untuk pulang. Di
sofa kamar hotel, dia duduk
sambil menatap Niko dengan
ekspresi serius yang tak biasa.
Niko, ucapnya tegas.
Sepertinya, untuk sementara
waktu, kita tidak bisa bertemu
dulu,
Niko, yang sedang
merapikan bajunya, tertegun.
Kenapa? Apa kamnu ingin
berpisah denganku? tanyanya,
memastikan.
Siska menggeleng pelan.
Tidak, bukan seperti itu,
jawabnya. Tapi untuk sekarang,
aku harus fokus meyakinkan
Aryo bahwa aku bisa berubah.
Akan sangat fatal kalau sampai
Aryo mengetahui hubungan
kita. Jadi, sebaiknya kita jaga
jarak untuk sementara. Aku
akan menghubungimu jika
kondisinya sudah membaik atau
kalau aku membutuhkan
bantuanmu.
Niko terdiam, lalu
mengangkat wajahnya dengan
nada cemas. Tapi bagaimana
kalau aku merindukanmu?
tanyanya, berharap jawaban
yang menenangkan.
Siska tersenyum tipis, lalu
berdecih. Kamu pikir aku tidak
tahu kalau di luar sana kamu
punya pacar? ucapnya dengan
nada tajam.
Niko membelalak kaget.
Jadi… selama ini kamu
memata-mataiku? tanyanya,
mencoba memastikan.
Siska terkekeh, lalu melipat
tangannya di depan dada.
Kurang lebih seperti itu,
jawabnya santai. Aku tidak
ingin ikut campur urusan
pribadimu, Niko. Tapi aku
harus tahu siapa orang yang
berada di dekatku. Aku tidak
tahu kalau di luar sana kamu
punya pacar? ucapnya dengan
nada tajam.
Niko membelalak kaget.
Jadi… selama ini kamu
memata-mataiku? tanyanya,
mencoba memastikan.
Siska terkekeh, lalu melipat
tangannya di depan dada.
Kurang lebih seperti itu,
jawabnya santai. Aku tidak
ingin ikut campur urusan
pribadimu, Niko. Tapi aku
harus tahu siapa orang yang
berada di dekatku. Aku tidak
akan sembarangan memilih
laki-laki untuk kujadikan… ya,
simpananku.
Kata-katanya membuat
Niko terdiam. Ia tahu Siska
selalu memiliki kendali atas
segalanya, dan kali ini pun tak
ada yang berbeda.
Siska mendekatinya,
membuka tas miliknya, lalu
mengeluarkan sejumlah uang
tunai. Ia menyerahkannya
kepada Niko. Ambillah ini.
Anggap saja sebagai bonus dan
tanda perpisahan sementara
kita. Kalau suatu hari nanti aku
tidak menghubungimu lagi, itu
artinya hubungan kita selesai.
Setelah itu, kita hanya akan
menjadi rekan bisnis. Aku tetap
akan membayarmu, tapi hanya
jika kamu melakukan
perintahku.
Niko tidak punya pilihan
selain mengangguk. Ia tahu,
bagaimanapun juga, ia masih
membutuhkan Siska–atau
lebih tepatnya, uangnya.
Setelah memberikan uang
itu, Siska mengambil tasnya,
lalu berjalan keluar dari kamar
tanpa menoleh lagi.
Langkahnya mantap,
meninggalkan Niko yang hanya
bisa termenung di kamar hotel
itu, mulai memikirkan rencana
yang diberikan Siska.
Setelah keluar dari hotel,
Siska langsung menuju rumah
orang tuanya. Begitu memasuki
rumah itu, ia melihat ayah danibuibu tirinya sedang duduk di
ruang makan, mnenikmati
sarapan pagi. Tanpa menunggu
lama, Siska berpura-pura
menangis dan berjalan cepat
menuju ayahnya, Pak Heri.
Papa… Mas Aryo jahat, Pa!
Dia tega menceraikan Siska
demi wanita lain! ucap Siska
dengan suara tersedu-sedu,
langsung memeluk Pak Heri.
Pak Heri, yang terkejut
melihat putrinya dalam keadaan
seperti itu, segera memeluknya
erat. Ada apa, Siska? Ceritakan
pada Papa apa yang terjadi!
katanya penuh kekhawatiran.
Di sisi lain, Bu Ratna, ibu
tiri Siska, hanya bisa mendesah
kecil sambil menggeleng. Dasar,
bisanya hanya bersandiwara
dan mencari perhatian Papanya
gumam Bu Ratna pelan. Sejak
dulu, ia tidak menyukai Siska.
Baginya, Siska adalah wanita
licik yang hanya tahu cara
memanipulasi orang-orang di
sekitarnya, terutama suaminya.
Pak Heri tidak
memedulikan Bu Ratna dan
membawa Siska ke ruang tengah
untuk berbicara lebih serius.
Setelah tangisnya sedikit
mereda, Siska mulai bercerita.
Mas Aryo… dia selingkuh
dari Siska, Pa. Bahkan dia sudah
menikah lagi dengan wanita
lain. Sekarang, istri mudanya
sedang hamil. Itulah kenapa
Mas Aryo ingin menceraikan
Siska, karena Siska tidak bisa
memberikan keturunan, ujar
Siska sambil terisak kecil.
Mendengar cerita itu, Pak
Heri mengepalkan tangannya
dengan wajah merah padam.
Kurang ajar Aryo itu!
Bagaimana dia bisa sejahat itu
pada kamu, Siska? Kamu yang
sudah menemani dia selama
lima tahun ini, mendukung dia
dalam segala hal. Dia tidak bisa
menceraikan kamu begitu saja!
Tenang, Siska, Papa akan
memberi Aryo pelajaran! ucap
Pak Heri penuh amarah.
Saat itu, Bu Ratna masuk ke
ruang tengah dan duduk di
samping Pak Heri. la menatap
Siska dengan tatapan tajam, lalu
berkata, Papa tidak bisa
langsung bertindakgegabah.
Seharusnya Papa menemui Aryo
dulu dan menanyakan apa
alasannya menceraikan Siska.
Mungkin saja, justru Siska yang
berbuat salah sehingga
membuat Aryo menikahi wanita
lain, katanya, menyiratkan
ketidaksukaan yang jelas
terhadap Siska.
Siska terkejut dan menatap
Bu Ratna dengan marah. Apa
maksud Mama? Kenapa Mama
malah membela Aryo daripada
aku? Aku ini korban di sini, Ma!
Aku diselingkuhi, bahkan
memancing emosi Siska.
Wajah Siska berubah kaget
dan marah, tetapi sebelumn ia
sempat membalas, Pak Heri
mengangkat tangan,
menghentikan percakapan
mereka. Cukup, Ratna. Mau
bagaimanapun, Siska adalah
anakku. Meski dia salah, tetap
saja Aryo tidak boleh bertindak
seenaknya seperti itu. Dia tidak
bisa menceraikan Siska begitu
saja, tegas Pak Heri.
la lalu beralih kepada Siska
dan berkata lembut, Sudah,
Siska. Kamu istirahat dulu.
Siang nanti Papa akan bertemu
dengan Bu Kartika, ibunya Aryo.
Papa akan meminta dia untuk
membujuk Aryo agar
mempertimbangkan lagi
keputusannya. Kita cari solusi
terbaik untuk pernikahan
kalian.
Siska tersenyum penuh
kemenangan, menyembunyikan
rasa puasnya. Terima kasih,
Papa. Siska selalu bisa
mengandalkan Papa, katanya,
lalu memeluk ayahnya dengan
penuh rasa terima kasih namun
bibirnya tersenyum licik
dibelakang Papanya.
NoteL..i..k..e.mu penyemangat Mimin
Related: Explore more posts